(Sumber : Dokumentasi Pribadi )

Prof. Mahmud: Rektor yang Bekerja dalam Kebersamaan

Opini

Saya tidak membayangkan bahwa UIN Sunan Gunung Djati (SGD) Bandung dapat berkembang dengan melesat cepat dalam kepemimpinan Prof. Mahmud. UIN SGD, yang semula biasa-biasa saja, landai-landai saja dalam pengembangannya, lalu berkembang cepat dalam  kualitas institusi, seperti akreditasi, kualitas infrastruktur, pengakuan internasional, dosen dan lingkungan pendidikan.  UIN SGD bisa menempatkan diri dalam jajaran papan atas perguruan tinggi, baik di bawah Kementerian Agama (Kemenag) maupun Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek), sehingga UIN SDG menjadi diperhitungkan di Indonesia. Prof. Mahmud bisa melanjutkan pengembangan UIN SGD yang sudah diletakkan dasarnya oleh rector-rektor sebelumnya. 

  

Saya mengenal dengan baik pemikiran dan aksi Prof. Mahmud dalam pengembangan UIN SGD. Kami sering berdiskusi untuk kepentingan tersebut. Relasi saya dengan Pak Mahmud tentu sangat dekat. Bukan hanya karena saya menjabat  Dirjen Pendidikan Islam atau  Sekretaris Jenderal Kemenag, tetapi karena persahabatan abadi yang kami bina selama ini. Hubungan kami merupakan relasi kemanusiaan yang tidak dibatasi oleh sekat-sekat jabatan. Tetapi benar-benar relasi antar sesama sahabat yang saling mengenal satu dengan yang lain dalam kebersamaan. Sampai hari ini, kami masih saling bertegur sapa meskipun melalui pesan di WA. Masih saling bertanya tentang kesehatan, keluarga dan anak-anak. Persahabatan yang baik tentu bukan hanya karena jabatan akan tetapi karena kemanusiaan. Kami bisa merasakan ketulusan persahabatan tersebut.

  

Kami berkali-kali bertemu, baik di Surabaya maupun di Bandung. Kira-kira setahun yang lalu saya diundangnya dalam acara peresmian Lapangan Sepak Bola dan sekaligus pertandingan antara Persib All  Star dan kesebelasan UIN SGD, yang sempat saya abadikan pada web nursyamcentre.com 12 Agustus 2022, kemudian juga saat saya melakukan penelitian tentang FKUB maka saya sempat juga bertemu Pak Mahmud. Saya masih ingat pernyatannya: “pokoknya kalau Prof  ke Bandung harus bertemu saya.” Makanya, kalau saya ke Bandung dan tidak bertemu lebih baik saya tidak memberitahunya. Terkadang ada perasaan merepotkannya. Pak Mahmud juga beberapa kali bertemu saya di Surabaya. Saya masih ingat bertemu di rumah atau di Excelso, sambil minum kopi.  

  

Jika kami bertemu dipastikan gayeng. Mulai membahas tentang keluarga, sampai pengembangan UIN SGD. Ada yang menurut saya menarik bahwa Pak Mahmud ini tipe pemimpin yang tidak suka berkoar-koar. Tidak banyak mengumbar bicara dengan berapi-api. Datar saja. Tetapi apa yang dipikirkan itu dikerjakan. Sungguh saya tidak mengira bahwa pengembangan UIN SGD itu sangat fantastic. Berbagai penghargaan diterimanya, baik dari Kemenag maupun Kemendikbudristek, bahkan rekognisi internasional sebagai lembaga pendidikan tinggi yang maju. Posisinya di dalam peringkat dunia sangat baik, misalnya Webometrics, Scimago, PTKIN  terbaik di Kemenag, bahkan olahraga dan seni. Prestasi ini merupakan capaian yang sangat luar biasa bagi Institusi pendidikan tinggi di bawah Kemenag. 

  

Prof. Mahmud sadar betul bahwa pekerjaan sebagai rector adalah dirijen. Memberikan komando sekaligus mengarahkannya. Bukan hanya memberi komando agar kolega kerjanya mengerjakannya sendiri, akan tetapi dipandunya untuk mencapai tujuan bersama. Sebagai seorang pemimpin Prof. Mahmud tidak duduk manis di kursinya akan tetapi bekerja bersama-sama dengan partnernya, yaitu para dosen, tenaga kependidikan, dan civitas akademika. Tidak dipandangnya para dosen dan tenaga kependikan itu sebagai bawahan tetapi sebagai kolega atau partner. Bekal inilah yang memudahkannya untuk mencapai kerja bersama.  Misalnya,  peringkat Webometrics itu sangat tergantung kepada tulisan para dosen, maka dukungan para dosen untuk menulis lalu menjadi sangat penting, dan karena kebersamaan tersebut, maka dosen-dosen bisa melakukannya. 

  

Pak Mahmud juga diterima oleh semua kalangan. Dalam memimpin UIN SGD, maka yang diutamakan adalah profesionalitas, sehingga sekat-sekat latar belakang seseorang tidak menjadi factor utama. Mungkin prinsip yang dibangun di dalam memimpin UIN SGD adalah sebagaimana prinsip togetherness, yaitu coming together, sharing together, working together and succeeding together. Dari manapun datangnya dan apapun latar belakang social religiusnya, tetapi mereka  semua datang bersama-sama untuk UIN SGD, lalu bisa sharing bersama, terus bisa bekerja bersama dan akhirnya akan memperoleh sukses bersama. 

  

Sambil menonton pertandingan sepak bola di lapangan baru UIN SGD yang  berstandart nasional, Prof. Mahmud bercerita kepada saya: “saya mengerjakan yang orang lain tidak mengerjakannya.” Dan akhirnya saya ketahui bahwa para dosen UIN SGD sudah banyak yang memperoleh sertifikat professional dalam bidang pembelajaran sesuai dengan bidang keilmuannya. Saya lupa tetapi angkanya sudah mencapai 36 orang pada waktu itu. Semoga saya tidak salah.

  

Yang menggantikan Prof. Mahmud adalah Prof. Dr. Rosihon Anwar, MAg, yang tidak lain adalah Wakil Rektor Bidang Akademik pada waktu Prof. Mahmud sebagai rector UIN SGD. Tentu Prof. Rosihon sudah tahu apa yang harus dikerjakannya berbasis pada pengalamannya bersama Prof. Mahmud. Makanya dipastikan bahwa kesinambungan kepemimpinan di UIN SGD akan terjadi. Saya kira para sivitas akademika UIN SGD akan merasakan kebahagiaan karena keterpaduan visi  dalam pengembangan UIN SGD ke depan.

  

Di atas hal ini semua, yang terpenting adalah keterpaduan antara visi, misi dan program yang dikerjakan secara serius oleh semua keluarga besar UIN SGD sehingga akhirnya bisa dilihat  prestasi demi prestasi yang diraih. Problem internal sudah selesai sehingga semua bisa dalam kebersamaan. Indah bukan.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.