Retno Marsudi, Palestina dan NKRI
OpiniSaya tentu saja tidak melewatkan hal-hal penting yang terkait dengan kebangsaan dan kenegaraan bahkan juga keberagamaan. Sebagai orang yang menekuni profesi sebagai dosen atau tenaga pendidik, maka selalu ada hal-hal menarik yang menjadi perhatian saya, terutama jika hal tersebut menyangkut kenegaraan dan kebangsaan. Menyangkut kita sebagai bangsa Indonesia.
Sebagai orang yang memperoleh kehormatan sebagai guru besar dalam bidang ilmu sosiologi tentu menjadi wajar jika saya banyak memberikan komentar atas peristiwa penting di negeri ini. Salah satu di antaranya adalah peristiwa pidato farewell party yang dilakukan oleh Menteri Luar Negeri Retno Marsudi di hadapan Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI), Komisi I beberapa saat yang lalu.
Dra. Retno Lestari Priyansari Marsudi, LLM adalah seorang diplomat karir yang kemudian diberikan kepercayaan atau amanah untuk menjabat Menteri Luar Negeri selama kepemimpinan Presiden Joko Widodo, dua periode atau selama 10 tahun. Retno Marsudi lahir pada 27 November 1962 di Semarang. Pendidikannya diselesaikan di Universitas Gajah Mada dan The Hague University of Applied Science Oslo University. Bersama Agus Marsudi dikaruniai dua orang anak, yaitu Dyota Marsudi dan Bagas Marsudi. Ayahnya bernama Moch Sidik dan Ibunya bernama Retno Werdiningsih.
Retno adalah seorang diplomat karir yang kemudian berlanjut sebagai Menteri Luar negeri. Retno adalah perempuan Indonesia pertama yang menjabat Menteri Luar negeri. Sebelumnya selalu lelaki, dan di dalam sejarah Indonesia kita mengenai nama Adam Malik, Mochtar Kusumaatmaja, Ali Al Atas, Menteri-Menteri luar negeri yang sangat fenomenal dalam pemerintahan sebelumnya. Tetapi Retno Marsudi juga tidak kalah fenomenalnya dengan Menteri Luar Negeri sebelumnya.
Retno Marsudi memiliki kapasitas dan kemampuan yang tidak diragukan dalam diplomasi luar negeri. Retno memiliki kemampuan untuk “menghipnotis” para pejabat baik di dalam maupun luar negeri, misalnya di dalam Sidang PBB, yang mengharuskannya untuk menyampaikan pandangan Indonesia atas situasi kekinian yang sedang terjadi. Misalnya di dalam pidatonya di Majelis Umum PBB, sebagaimana diliput oleh Liputan6.com. di dalam Sidang yang bertajuk “High-Level Side Event Inclusion of Woman in the Future of Afghanistan,” Retno menyatakan: “saya seorang Wanita, seorang Ibu, seorang nenek, dan seorang muslim. Namun saya memiliki kebebasan, akses terhadap semua hal. Bagaimana dengan perempuan Afghanistan? Apakah mereka memiliki hak yang sama dengan saudara laki-laki mereka?\" Retno selanjutnya menyatakan: “kita perlu menggunakan segala cara untuk menyuarakan aspirasi perempuan Afghanistan.”
Menlu Retno Marsudi memiliki pandangan konsisten bagi bangsa dan negara Indonesia. Misalnya, Retno memiliki pandangan yang tegas tentang dukungan Indonesia atas Pelestina. Saya tentu tidak mencatat keseluruhan pidato Bu Menlu kecuali potongan pidato yang disampaikannya. Tetapi meskipun potongan pendek dari pidato tersebut cukup bagi saya untuk memberikan apresiasi atas ketegasan, keberanian dan konsistensi Bu Menlu dalam mempertahankan pandangan kenegaraan dan kebangsaannya dalam membangun relasi antar negara, yang memang harus disuarakannya. Khususnya mengenai Palestina. Ketika menghadiri Pertemuan Tingkat Menteri Gerakan Non-Blok (GNB) di New York pada Senin, 23/09/2024, Menlu Retno menyatakan: “Hidupkan kembali semangat Bandung untuk hadapi ketidakadilan terhadap Palestina, meningkatkan pengaruh multilateral kita, dan berfokus pada pembangunan kembali Palestina”. Selanjutnya juga menyoroti ketidakberdayaan PBB untuk menghentikan serangan Israel terhadap rakyat Palestina selama 11 bulan terakhir. ((liputan6.com 24/09/2024).
Kala akan mengakhiri jabatannya sebagai Menlu, maka ada dua menarik hal yang dipidatokan oleh Retno Marsudi di dalam acara pamitan kepada Komisi I DPR RI. Di dalam penggalan pidatonya, didapatkan dua hal tersebut, yaitu: “Salah satu isu yang saya titipkan kepada Komisi I yang akan datang tentang Palestina. Jangan tinggalkan Bangsa Palestina berjuang sendirian di tengah hak-hak mereka dirampas. Jangan pernah lelah mencintai Indonesia, jangan pernah lelah untuk berbuat baik untuk Indonesia.”
Marilah kita cermati pidato Menteri Luar Negeri, Retno Marsudi. Dua hal yang disampaikannya merupakan visi misi luar negeri Indonesia. Visi pertama terkait dengan makna kemerdekaan. Bagi Indonesia, bahwa kemerdekaan adalah hak segala bangsa. Semua bangsa di dunia tidak perduli apa bangsa, negara dan agamanya harus mendapatkan kemerdekaan sebagai hak asasi yang harus dijunjung tinggi.
Dewasa ini sebuah bangsa dan negara yang memperoleh perlakuan ketidakadilan adalah bangsa Palestina. Negeri dan bangsa ini diperlakukan tidak adil oleh negara-negara yang mendukung Israel. Negara adi daya yang terus mendukung kebijakan Israel untuk memborbardir rakyat Palestina dengan roket dan bom yang meluluhlantakkan semua fasilitas kehidupan, bahkan lembaga pendidikan, tempat ibadah dan rumah sakit. Bahkan PBB sendiri tidak mampu melawan kedholiman yang dilakukan oleh Israel. Amerika terus menggunakan kebijakan doublespeaks atau double standart dalam relasi antara Israel dan Palestina.
Visi kedua adalah mengenai pentingnya mencintai negeri ini dengan terus memperkuat empat pilar consensus kebangsaan. Yaitu menjadikan Pancasila sebagai dasar negara, menjadikan UUD 1945 sebagai landasan yuridis negara dan bangsa, menjaga NKRI dan tetap bervisi kebinekaan sebagai basis kehidupan bangsa Indonesia. Visi kebangsaan dan kenegaraan tersebut akan dapat dibaca kembali di dalam Pembukaan UUD 1945 dengan pokok-pokok pikiran di dalamnya, yaitu: kemerdekaan adalah hak segala bangsa, melindungi segenap bangsa Indonesia, mewujudkan keadilan bagi seluruh bangsa Indonesia, dan kedaulatan rakyat.
Menlu Retno Marsudi, saya kira telah menyuarakan politik luar negeri Indonesia yang sangat mendasar khususnya dalam kemerdekaan sebagai hak semua bangsa. Berbagai pidatonya di lembaga-lembaga internasional yang sangat bergengsi, Retno Marsudi selalu menyatakan dengan lantang tentang perlunya dukungan kepada Israel. Di dalam sambutannya pada farewell party di depan pimpinan dan anggota Komisi I DPR RI dan standing ovation dari mitra kerjanya tersebut menggambarkan betapa pentingnya Retno Marsudi dalam diplomasi internasional bagi Indonesia.
Wallahu a’lam bi al shawab.