(Sumber : Dokumentasi Peneliti )

Salafi Versus NU: Kaum Salafi dalam Ukhuwah Ashabiyah

Opini

Gerakan  Islam Salafi untuk  membombardir pemahaman Islam Ahli sunnah wa Jamaah, khususnya NU masih terus berlangsung. Nyaris tidak ada kata berhenti. Tentu dasarnya adalah gerakan amar ma’ruf nahi munkar. Karena prinsip tersebut, maka upaya untuk mendegradasi pemahaman tentang Islam Sunni atau NU terus berlangsung. Ada pahala di dalam pandangannya. Dengan konsep tersebut, maka gerakan mereka untuk menghilangkan tradisi NU dalam beragama nyaris tidak akan berhenti. 

  

Di mana saja dan kapan saja selama terdapat peluang untuk melakukan pastilah akan dilakukannya. Kelompok Salafi sedemikian bernafsu untuk “menghabisi” seluruh pemahaman keberagamaan NU yang dianggapnya bidh’ah atau bahkan sesat. Bidh’ah dhalalah tentu akan berimplikasi pada kesesatan dan setiap kesesatan akan masuk neraka. Begitulah pamahaman mereka tentang Islam dan paham ini akan diterapkan di Indonesia dengan cara apa saja dan kekuatan apa saja. 

  

Di masjid-masjid yang terdapat penceramah kelompok Salafi tentu dipastikan akan menguliti pemahaman orang NU. Bagi mereka pemahaman agama yang benar, dan dianggapnya paling sesuai dengan pemahaman Nabi Muhammad, adalah paham keagamaannya. Makanya, setiap yang berbeda dengannya dipastikan akan dihabisi dengan cara apapun. Mereka itu adalah gerakan yang berpaham tekstual berporos pada tafsir tunggal. Siapa yang dianggap tidak bersesuaian dengan paham ulamanya, dipastikan akan dianggapnya sebagai kesesatan bahkan kekafiran. 

  

Jika penceramah Salafi hadir di masjid, maka jamaah Salafi dari mana saja akan datang. Pada beberapa masjid yang takmirnya memberikan peluang penceramah Salafi, maka dipastikan jamaahnya berdatangan dari mana-mana. Semacam ada kesadaran untuk bergerak dan meramaikan ceramah da’inya. Untuk menunjukkan bahwa jamaahnya luar biasa banyak dan bisa melakukan tindakan yang tegas terhadap kelompok lain. Mereka datang dengan simbol-simbol pakaian ala Timur Tengah dan simbol pisikal yang menandakan sebagai kaum Salafi., namun demikian, mereka datang  menggunakan mobil atau motor buatan orang Jepang, Korea atau China. 

  

Di kalangan Salafi,  kata ukhuwah Islamiyah direduksi maknanya menjadi  ukhuwah ashabiyah atau persaudaraan kelompok yang didasari oleh fanatisme atas kelompoknya. Yang lain dianggap sebagai lawan dan karenanya harus dienyahkan. Tidak ada ukhuwah Islamiyah yang memberikan peluang berbagai paham keagamaan di dalam Islam untuk hidup damai dengan saling menghargai. Seakan-akan di dalam Islam itu hanya ada dua kelompok saja. Kaum Salafi dan kaum non-Salafi. Yang non-Salafi harus dibina dan jika tidak bisa harus dibinasakan. Oleh karena itu, di mana saja kaum Salafi diberi panggung, di situlah dia akan memanfaatkannya untuk menyebarkan tafsir agamanya. 

  

Di mana saja kaum Salafi akan berlaku demikian. Di Eropa Timur maka yang berkembang juga Islam Salafi dengan memanfaatkan dana dari pemerintah Saudi. Makanya, akhir-akhir ini donasi pendanaan  dari pemerintah Saudi mulai dikaji ulang. Semenjak Mohammad Bin Salman (MBS) menjadi Putra Mahkota, maka pendanaan terhadap kaum Salafi internasional ditinjau ulang. MBS memang telah melakukan banyak perubahan, khususnya di bidang pendidikan. Ada banyak konten pembelajaran  intoleran yang dihilangkan. 

  

Tema-tema yang dijadikan sebagai pokok bahasan di berbagai masjid yang penceramahnya Salafi pastilah tentang tema-tema amalan orang NU yang dianggpnya bidh’ah. Akhir-akhir ini yang diceramahkan adalah mengenai Maulid Nabi. Di dalam pandangannya bahwa Maulid Nabi adalah amal ibadah yang bidh’ah. Maulid Nabi tidak pernah dilakukan di zaman Nabi, dan sahabat. Makanya siapa saja yang melakukannya dipastikan amalannya tertolak. Masuk neraka. Mereka meyakini bahwa amalan beragama yang tidak dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW dipastikan tertolak. Dan dijamin akan masuk neraka. 

  

Orang NU selama ini adalah komunitas yang selalu menyelenggarakan kegiatan Maulid Nabi. Kegiatan seperti ini dianggap baik, sebab menjadi instrument untuk mengingat perjuangan Nabi, dan juga meneladani Nabi Muhammad SAW. Selain membacakan shalawat kepada Nabi, bahkan menggunakan music tradisional, juga diadakan acara ceramah agama, yang intinya adalah mengingatkan sesama umat Islam agar mencintai Nabi Muhammad SAW. 

  

Memperingati Maulid Nabi merupakan tradisi Islam di Indonesia dan beberapa negara lain yang memiliki kesamaan dalam paham keagamaan, misalnya Malaysia dan Brunei Darussalam. Sebagai tradisi tentu tidak bisa dihukumi haram atau halal akan tetapi dipastikan mubah saja atau kebolehan. Sedangkan membaca shalawat Nabi adalah sunnah, lalu menjadikan acara tersebut sebagai wahana untuk saling berwasiat tentang kebaikan juga sunnah. Jadi orang yang membaca shalawat,  berceramah dan mendengarkan ceramah juga mendapatkan pahala melakukan sunnah. 

  

Sebenarnya, tokoh Salafi seperti Firanda Andirja juga sudah memahami bahwa upacara Maulid Nabi Muhammad SAW tidak bisa dihukumi dengan bidh’ah, sebab memperingati Maulid Nabi tidak termasuk dalam ibadah yang ketentuannya jelas, haram atau wajib. Oleh karena itu, maka ranahnya tentu adalah kebolehan. Kecuali jika di dalam acara Maulid tersebut terdapat paham kemusyrikan atau merusak aqidah. Sama dengan orang berziarah dan kemudian meminta doanya dikabulkan oleh orang yang dikubur. Yang demikian ini masuk dalam ranah ketauhidan yang bisa merusak aqidah Islam. 

  

Oleh karena itu, selama kaum salafi mereduksi konsepsi ukhuwah Islamiyah dan hanya mengedepankan ukhuwah ashabiyah, maka selama itu pula potensi untuk terjadinya disharmoni social akan berpeluang terjadi. Jadi diperlukan kedewasaan di dalam menghadapi kampanye komunitas Salafi yang selalu mengedepankan dakwah dengan menggunakan kekerasan simbolik.

  

Walllahu a’lam bi al shawab.