(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Tujuh Belas Agustusan: Akhiri Pandemi untuk "Economy Recovery" (Bagian Keenam)

Opini

Seandainya tanggal 17 Agustus, sebagaimana hari ini tidak berada di dalam era yang memprihatinkan karena wabah Covid-19, maka dipastikan masyarakat secara ramai-ramai menyelenggarakan berbagai acara untuk memperingatinya. Tidak hanya masyarakat awam tetapi juga para akademisi, intelektual dan perkumpulan-perkumpulan sosial keagamaan juga dipastikan menyelenggarakan acara-acara peringatan tujuh belasan.

  

Hal yang juga dipastikan adalah upacara bendera untuk memperingati Hari Ulang Tahun (HUT) Kemerdekaan Indonesia, yang kali sudah tahun yang ke 67. Kantor pemerintah, swasta, lembaga pendidikan negeri dan swasta,  pesantren, bahkan lembaga pemasyarakatan juga menyelenggarakan upacara bendera untuk memperingati 17 Agustus, sebagai Hari Kemerdekaan Republik Indonesia. Masyarakat  Indonesia di luar negeri juga menyelenggarakan upacara bendera dengan cara pelaksanaan masing-masing.

  

Upacara bendera kali ini diwarnai dengan keprihatinan disebabkan karena pertumbuhan ekonomi yang stagnan dan bahkan minus. Meskipun bukan hanya Indonesia saja yang mengalaminya, namun yang jelas bahwa pertumbuhan ekonomi yang lamban dan minus tentu menjadi kendala bagi masyarakat Indonesia untuk take off menuju peningkatan pendapatan yang lebih baik. Sudah selama empat semester ini masyarakat Indonesia prihatin karena tidak bisa mengakses pertumbuhan ekonomi. Wabah Covid-19 menjadi intervening variable  yang mengganggu terhadap pertumbuhan ekonomi di seluruh dunia. 

  

Pertumbuhan ekonomi memang mengalami stagnan. Hal ini misalnya dikaitkan dengan banyaknya perusahaan, mall, hotel, usaha-usaha kreatif dan pengembangan ekonomi berbasis usaha menengah ke bawah yang mengalami kemacetan. Dengan macetnya sektor perusahaan, maka dapat dipastikan akan terjadi penurunan pasokan untuk ekspor, dan bahkan untuk pemenuhan ekonomi dalam negeri. Melalui rendahnya akses masyarakat terhadap kebutuhan atau barang-barang perusahaan, maka juga akan terjadi kemandekan perkembangan ekonomi. 

  

Dengan penutupan akses jalan  karena PPKM, maka juga terjadi kemacetan pertumbuhan ekonomi dan akibatnya banyak unit usaha yang gulung tikar. Menurut Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal Otoritas Jasa Keuangan (OJK),  maka  terdapat sebanyak 32 juta UMKM gulung tikar. Hal ini disebabkan oleh PPKM yang membatasi pergerakan usaha masyarakat. Kontribusi  UMKM sebanyak 64,2 juta UMKM bagi perekonomian nasional adalah sebesar 61,07% atau sebesar Rp8,573,88 trilyun. (JP, 4/08/21). 

  

Untuk recovery ekonomi tentu tidak hanya ditentukan oleh  variabel tunggal, ekonomi. Tetapi ada banyak variable lain, misalnya variabel politik, variabel realitas sosial dan di saat sekarang adalah variabel kesehatan masyarakat. Variabel  politik tersebut misalnya dari indikator ketiadaan perlawanan masyarakat terhadap kebijakan pemerintah, ketiadaan pembangkangan sosial atas perilaku pemerintah, ketiadaan penyelewengan kebijakan ekonomi, ketiadaan diskriminasi perlakuan ekonomi, kesenjangan yang relatif rasional, dan variabel intervening lain yang bisa menjadi  kendala dan hambatan pertumbuhan ekonomi. Kemudian yang tidak kalah penting adalah realitas sosial, yang melibatkan variabel penerimaan masyarakat atas kebijakan sosial seperti struktur sosial yang tidak timpang,

  

Relasi sosial yang rukun dan harmonis, kesejahteraan masyarakat yang terjaga, dan ketiadaan konflik vertikal dan horizontal di tengah dinamika masyarakat. Dewasa ini yang menjadi penghambat laju pertumbuhan ekonomi adalah variabel kesehatan masyarakat. Kebijakan pemerintah mengenai PPKM ternyata relative berhasil. Kenyataannya bahwa tingkat hunian RS yang menampung pasien Covid-19 sudah sangat berkurang. Meskipun ada dugaan bahwa berkurangnya disebabkan oleh kecenderungan masyarakat yang terpapar Covid-19 untuk melakukan isolasi mandiri (isoman). Ada kesadaran baru bahwa lebih baik dirawat di rumah dengan pengawasan yang ketat dan terukur, misalnya minum vitamin, berjemur dan tidak melakukan kontak fisik dengan orang lain. Kesadaran baru ini saya kira harus didukung oleh pemerintah dengan cara sosialisasi yang efektif tentang penanggulangan bahaya Covid-19. 

  

Dengan semakin berkurangnya penularan Covid-19, maka PPKM pun dilonggarkan, sehingga aktivitas masyarakat mulai terlihat. Pasar, mall, cafe, Rumah Makan, dan juga aktivitas lainnya mulai kelihatan bergerak. Jika kemudian masyarakat sadar protocol kesehatan, dan mematuhi kebijakan pemerintah tentang herd immunity, bukan tidak mungkin recovery ekonomi juga akan segera terjadi. Dengan realitas masyarakat semakin sehat dan dapat mengeliminasi dengan kesadarannya sendiri terhadap virus Covid-19, maka peluang untuk segera memasuki era baru atau new life, khususnya di bidang ekonomi juga akan terjadi.

  

Seandainya tidak ada wabah Covid-19 mungkin pertumbuhan ekonomi akan semakin baik, sesuai dengan ancangan pertumbuhan ekonomi sebesar 5,2%. Jika kesehatan masyarakat semakin membaik dan dengan dukungan politik dan sosial yang kondusif, maka peluang untuk segera menapaki perkembangan baru dalam bidang ekonomi juga akan terwujud. 

  

Indonesia sudah mencanangkan di dalam Tujuan Pembangunan Berkelanjutan atau Sustainable Development Goals (SDGs) untuk meniadakan kemiskinan, kelaparan, kesehatan yang baik dan pendidikan berkualitas, serta aspek lain tentang pembangunan lingkungan berkelanjutan , penguatan energi terbarukan, dan  pengembangan sarana prasarana untuk pembangunan berkelanjutan sebagaimana tertuang di dalam RPJMN 2019-2024. Tentu perlu revisi tentang target dimaksud, tetapi dengan kebersamaan antara masyarakat, pemerintah dan dunia usaha, maka prospek pengembangan ekonomi dipastikan akan segera datang.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.