(Sumber : Kompas.Id)

Uniknya Pendidikan Indonesia: Kuliah Perdana di Unisma

Opini

Jika kita mendengar kata Pendidikan, pastilah di dalam benak kita adalah upaya untuk mentransformasikan ilmu pengetahuan dari seorang pendidik kepada mitra didik untuk mengembangkan potensi mitra didik agar dapat hidup layak, memiliki kapasitas dan kemampuan untuk berkompetisi di tengah kehidupan yang semakin kompleks tetapi berakhlakul karimah. 

  

Inilah inti dari kuliah perdana saya pada mahasiswa Program Doctor Pendidikan Islam Multikulural UNISMA dalam mata kuliah Isu-Isu Pendidikan Islam Multikultural. Mata kuliah ini saya ampu bersama Prof. Mas’ud  Said, PhD, Direktur PPs pada UNISMA Malang. Perkuliahan ini diikuti oleh mahasiswa dari berbagai daerah, baik yang mendapatkan beasiswa dari Pemda Jawa Timur atau yang biaya mandiri. 

  

Jadi pendidikan merupakan upaya terstruktur yang dilakukan secara sistematis untuk mencapai tujuan pendidikan yaitu mencetak manusia yang cerdas, kompetitif dan berakhlakul karimah. Tidak hanya manusia yang cerdas rasional saja tetapi juga memiliki kemampuan untuk berbuat baik sesuai dengan prinsip-prinsip kemanusiaan. Produk pendidikan bukan seperti serigala makan serigala lainnya, akan tetapi justru memproduk manusia yang unggul kecerdasannya dan mulia akhlaknya.

  

Manusia memiliki empat kecerdasan sekaligus, yaitu kecerdasan rasional, kecerdasan emosional, kecerdasan sosial dan kecerdasan spiritual.  Kecerdasan rasional didasari oleh kehebatan rasionya untuk memilih dan melakukan suatu tindakan yang efektif dan efisien. Jika yang disentuh oleh pendidikan hanya kecerdasan rasional, maka akan menjadi pintar dan kompetitif atau menjadi orang yang pintar, tetapi belum tentu benar. Maka Pendidikan harus menghasilkan orang yang cerdas emosionalnya atau memehami orang lain atas dasar perasaan, kemudian juga memiliki kesadaran pada orang lain atau memiliki empati atas orang lain. Tidak pernah mengembangkan sikap sebagaimana terungkap di dalam filsafat Jawa: “sopo siro sopo ingsun.” Sebuah kesombongan dengan memadang rendah orang lain. Lalu, spiritual intelligent atau kesadaran spiritual yang menganggap bahwa manusia dalah ciptaan Tuhan dan harus bersembah bakti kepada-Nya. Mengembangkan sikap bahwa manusia adalah hamba Tuhan yang tidak memiliki daya dan kekuatan kecuali hanya milik Allah SWT.

  

Keunikan pendidikan di Indonesia adalah karena memiliki tujuan yang luhur yaitu untuk menciptakan manusia yang berkarakter berbasis agama. Apa pun agamanya. Tujuan pendidikan bagi manusia Indonesia adalah yang mengembangkan sikap toleran, rukun dan harmonis serta mendahulukan keselamatan. Di dalam konsep Islam disebut sebagai dar’ul mafasid muqaddamun a’la jalbil mashalih”  yang artinya kurang lebih: “menghindari kemafsadatan atau kemudharatan itu didahulukan dari pada mengambil kemaslahatan”. 

  

Keunikan ini dapat dilihat dari Undang-Undang No. 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasinal. Di dalam Undang-Undang ini tercantum dengan jelas tentang tujuan Pendidikan di Indonesia, yang hakikatnya adalah untuk mencetak manusia yang cerdas, professional, kompetitif dan berkarakter berbasis pada keagamaan, kemasyarakatan dan kebangsaan. 

  

Selain keunikan substansial ini, maka secara struktural, Pendidikan di Indonesia juga unik dibandingkan dengan sistem pendidikan di negara lain. Misalnya tentang Pendidikan Indonesia itu memiliki satu sistem pendidikan nasional tetapi banyak atapnya. Sistem pendidikan nasional tersebut tercantum di dalam UU No 20 tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional. Namun demikian di dalam implementasinya banyak atap pendidikan tersebut. Sekurang-kurangnya terdapat sebanyak 17 Kementerian/Lembaga (K/L) yang memiliki kekhasan pendidikan. 

  

Dari 17 K/L tersebut maka yang mengelola sejumlah besar pendidikan adalah Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) dan Kementerian Agama (Kemenag). Kemendikbud membawahi pendidikan umum (SD/SMP/SMA/SMK dan PTU), sementara itu Kemenag membawahi pendidikan umum berciri khas keagamaan (MI, MTs, MA, PTK). Tetapi secara umum imam pendidikan di Indonesia adalah Kemendikbud. Atau dengan kata lain, bahwa yang menyangkut regulasi umum maka Kemendikbud yang menerbitkannya, sementara untuk regulasi khusus, misalnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan dapat digunakan untuk pendidikan umum, sementara itu regulasi khusus tentang pendidikan keagamaan dikeluarkan oleh Menteri Agama. 

  

Melalui UU Sistem Pendidikan Nasional, maka di Indonesia juga tidak terjadi diskriminasi dalam jenjang dan jalur pendidikan, misalnya tercantum teks SD/MI, SMP/MTS dan SMA/SMK/MA, yang merupakan bentuk kesetaraan pendidikan tersebut. Meskipun berbeda dalam kurikulum secara khusus, namun keduanya tidak dibedakan dalam pengakuan. Misalnya lulusan SD setara dengan MI dan seterusnya. Jadi lulusan MI bisa masuk SMP dan lulusan MTs bisa melanjutkan ke jenjang Pendidikan SMA atau SMK. Kekhususan ini tidak terdapat di negara lain.

  

Kemudian yang tidak kalah menarik adalah mengenai UU No 12 Tahun 2012. Jika di negara lain, termasuk UNESCO memberikan pengakuan atas pembidangan atau perumpunan ilmu itu hanya tigas aja, yaitu ilmu alam, ilmu sosial dan humaniora, maka di Indonesia memberikan pengakuan atas rumpun ilmu dalam lima rumpun, yaitu ilmu agama, ilmu sosial, ilmu humaniora, sains dan teknologi, Ilmu formal dan ilmu terapan. Yang menarik adalah adanya pengakuan atas ilmu agama yang menjadi rumpun tersendiri. Jika sebelum diterbitkan regulasi ini masih terdapat keraguan apakah agama itu bisa dijadikan ilmu atau tidak, maka di dalam regulasi ini dinyatakan dengan tegas, bahwa ilmu adalah agama. 

  

Inilah kekhususan Indonesia di dalam sistem pendidikannya, dan ini selaras dengan pluralitas dan multikulturalitas yang memang menjadi kekhasan masyarakat dan bangsa Indonesia. Pengakuan kesamaan jenjang, pengakuan tentang agama sebagai ilmu dan berada di dalam rumpun tersendiri adalah sebuah penghargaan dan pengakuan hak atas keinginan berpendidikan yang merupakan inti dari multikulturalisme.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.