Belajar Memperkuat Moderasi Beragama dari Indonesia
Riset AgamaArtikel berjudul “Strengthening Religious Moderation: Learning from the Harmony of Multireligious People in Indonesia” merupakan karya Mirzon Daheri, Idi Warsah, Ruly Morganna, Oktia Anisa Putri dan Putri Adelia. Tulisan ini terbit di Journal of Population and Social Studies (JPSS) tahun 2023. Tujuan penelitian tersebut adalah mengeksplorasi faktor moderasi beragama masyarakat multireligius di desa Sekaran, Rama Agung dan Cigugur di Indonesia. Data diperoleh dari lima belas tokoh agama dan tokoh masyarakat dari ketiga desa tersebut dengan melakukan wawancara dan Focus Group Discussion (FGD). Terdapat tiga sub bab dalam penelitian ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, konsep dan prinsip-prinsip moderasi beragama. Ketiga, faktor-faktor moderasi beragama.
Pendahuluan
Indonesia merupakan negara dengan penduduk yang multireligius dan multikultural, bukan negara dengan agama yang monoton. Terdapat enam agama resmi yang dianut oleh masyarakat Indonesia yakni Islam, Kristen, Katolik, Hindu, Budha, Konghucu. Intinya, perbedaan agama justru memperkaya demografi sosial masyarakat Indonesia. Artinya, demografi juga memiliki sisi negatif yang mengarah pada konflik yang massif. Konflik agama terkadang dapat dipicu oleh upaya penyebaran agama yang diyakini sebagai kewajiban pemeluk agama. Selain itu, klaim kebenaran yang selalu ada di setiap agama sering kali beriringan dengan menyalahkan agama lain. Hal ini disebabkan setiap agama memiliki nilai dan perspektifnya masing-masing. Kemungkinan terjadinya konflik antar agama adalah hal yang wajar. Selain itu, konflik intra-agama juga muncul di antara berbagai mazhab dalam agama yang sama.
Sejumlah konflik agama telah terjadi di Indonesia selama enam tahun terakhir. Terbukti, pada tahun 2018 lembaga Setara melaporkan 136 tindakan yang melanggar keyakinan dan kebebasan beragama di 20 provinsi di Indonesia. Pada tahun 2017, indeks kerukunan bergama turun dari 75,36 menjadi 72,27. Data ini menunjukkan bahwa kesetaraan, toleransi dan kerja sama antar umat bergama masih kurang. Bahkan, pada tahun 2018 juga mengalami penurunan menjadi 70,90. Kemudian, mengingat prevalensi konflik agama, moderasi agama telah terkenal sebagai strategi mengatasi konflik. Moderasi beragama mendorong terciptanya kondusifitas sosial di masyarakat. Meskipun Kementerian Agama RI (Kemenag) secara konseptual telah menggaungkan moderasi, masih banyak hal yang harus digali di masyarakat. Moderasi beragama harus tercermin dalam kelompok masyarakat.
Konsep dan Prinsip-Prinsip Moderasi Beragama
Moderasi adalah ketiadaan kelebihan yang merupakan tindakan atau keadaan yang tidak terlalu keras atau ekstrem. Pada sudut pandang lain, moderasi berarti bebas dari segala sesuatu yang berlebihan dan menciptakan sesuatu tanpa unsur kekerasan atau ekstremisme. Secara umum, menjadi moderat bereri mengedepankan keseimbangan dalam hal keyakinan, moral, dan karakter ketika berhubungan dengan orang lain sebagai individu. Menjadi moderat juga berarti mempertahankan atau tetap berada dalam batas-batas wajar.
Di dalam Islam, muslim moderat mengedepankan perilaku yang normal dalam menjalankan ajaran Islam, bertoleransi terhadap perbedaan, menghindari kekerasan dan mengedepankan dialog. Moderasi dalam kehidupan beragama berarti berperilaku wajar, moderat dan terbuka dengan siapa pun serta bersedia berkolaborasi dengan orang lain. Menurut Jeon dan Choi dalam tulisannya berjudul “Workplace Spirituality, Organizational Commitment, and the Life Satisfaction: The Moderation Role of Religious Affiliation” menjelaskan beberapa prinsip moderasi yakni (1) toleransi, keterbukaan terhadap agama dan menghargai perbedaan adalah kunci interaksi sosial, (2) orang yang moderat dalam beragama memahami bahwa agama diturunkan ke bumi untuk mengatur kesejahteraan manusia, (3) adanya moderasi beragama menunjukkan komitmen yang kuat untuk membangun masyarakat yang adil dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan, (4) umat beragama harus menghargai perbedaan karena perbedaan adalah kodrat, (5) penindasan, marjinalisasi dan ketidakadilan ditentang oleh moderasi beragama, dan umat beragama harus meletakkan sesuatu pada tempatnya serta menjalankan hak dan kewajiban secara proporsional.
Faktor-Faktor Moderasi Beragama
Terdapat berbagi faktor yang berkontribusi terhadap moderasi beragama di tiga desa yang menjadi lokasi penelitian. Di Desa Sekaran terdapat empat faktor moderasi beragama. Pertama, yakni sikap menjunjung tinggi kebersamaan. Keberagaman menumbuhkan integrasi sosial yang kokoh. Masyarakat bekerja sama dengan baik. Kedua, tradisi sosial-keagamaan yakni salah satu kegiatan yang mendemonstrasikan tradisi sosial-keagamaan masyarakat. Misalnya, setiap tanggal 1 Suro yang dirayakan dengan beberapa tradisi yang bertujuan membersihkan desa, menghindari bencana dan menjaga keamanan desa. Setiap warga terlibat dalam kegiatan ini. Ketiga, yakni tradisi sosial yang berkaitan dengan nilai-nilai Repulik Indonesia. Misalnya, peringatan kemerdekaan setiap tanggal 17 Agustus. Setiap keluaga membawa makanan yang dibuat sendiri ke balai desa dan berdoa kemudian di makan bersama-sama. Keempat, keluarga sebagai fondasi yang kuat untuk memahami multikulturalisme. Upaya untuk menciptakan kerukunan dimulai dari masing-masing keluarga dengan menangani konflik pribadi dengan bijak.
Di Desa Rama Agung, terdapat tiga faktor yang berkontribusi terhadap moderasi beragama. Pertama, sikap menerima kenyataan akan adanya perbedaan. Perpindahan agama dianggap sebagai bagian normal dari proses pemahaman. Itulan sebabnya, pada acara penyambutan di desa, setiap orang dihormati dengan sebuah patung yang mewakili simbol multikulturalisme, yakni harmoni. Kedua, mengesampingkan eksklusivitas yang menjadi penghalang kehidupan beragama. Ketiga, sikap menjunjung tinggi keharmonisan hidup. keharmonisan tercipta melalui cara-cara alami.
Terdapat beberapa faktor yang berkontribusi terhadap moderasi beragama di Cigugur. Pertama, keluarga yakni faktor paling kuat yang menjadi sarana utama harmonisasi di antara masyarakat. Harmoni yang tercipta menjadi modus beragama yang moderat dan toleran. Kedua, kesadaran masyarakat akan moderasi beragama. Di dalam jiwa masyarakat moderasi berafama telah tertanam dalam perilaku kesehatian masyarakat. Ketiga, saling menghormati. Mereka memiliki konsepsi bersama bahwa tidak masalah memiliki keyakinan yang berbeda selama memiliki pemahaman yang sama. Keempat, toleransi yang dipupuk antar komunitas multireligius. Kelima, internalisasi sikap multikultural. Keenam, komunikasi yang baik meskipun desa tersebut terdiri dari berbagai macam agama, namun komunikasi sosial terbangun di antara mereka dengan baik dan mengedepankan persatuan serta kesatuan. Ketujuh, kegiatan sosial keagamaan yang diikuti semua komunitas lintas agama, meskipun komunitas yang terlibat berafiliasi pada multiagama dan multikulturalisme. Kedelapan, ikatan budaya. Kesembilan, relasi sosial. Sepuluh, interaksi dengan budaya lain.
Kesimpulan
Moderasi beragama adalah hal yang penting karena masyarakatnya yang multireligius. Secara garis besar ketiga wilayah yang menjadi lokasi penelitian memiliki faktor yang berbeda-beda, namun saling terkait. Namun dari keseluruhan, pada intinya terdapat tiga faktor laten dan dapat digeneralisasikan dari moderasi beragama dikomodifikasikan sebagai faktor utama. Faktor tersebut di antaranya menjunjung tinggi prinsip keberasamaan, menerima realitas dan saling menghormati.