(Sumber : Edukasi Kompas)

Meta Analisis Paradigma Pendidikan Multikultural di Indonesia

Riset Budaya

Artikel berjudul “A Meta Analysis off Multicultural Education Paradigm in Indonesia” merupakan karya Karta Jayadi, Amirullah Abduh, dan Muhammad Basri. Tulisan ini terbit di Jurnal Heliyon tahun 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah mengeksplorasi paradigma pendidikan multikultural yang tertanam dalam konstitusi, hukum, dan aturan sosial dalam konteks Indonesia. Pendekatan yang digunakan adalah meta-analisis dengan mengekstraksi tema-tema multikultural dari dokumen penting yang tersedia untuk umum, dengan kata kunci budaya, multikulturalisme dan pendidikan. Terdapat tiga sub bab dalam penelitian ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, paradigma pendidikan multikultural. Ketiga, tema paradigma pendidikan multikultural. 

  

Pendahuluan

  

Secara geografis, Indonesia merupakan negara tropis yang berada di antara Benua Asia dan Australia. Negara ini adalah negara kaya dengan banyak sumber daya alam yang melimpah seperti pertambangan, emas dan gas. Selain itu, populasi yang menghuni Indonesia berjumlah 270 juta jiwa yang tersebar dalam 34 provinsi dan 3.500 pulau. Hal ini menjadikan negara kaya ini sebagai negara dengan populasi terbesar ke-empat di dunia setelah China, India dan Amerika Serikat.

  

Secara historis, sejak Indonesia bebas dari penjajahan terjadi peningkatan pergerakan politik. Mulai dari orde lama, orde baru dan reformasi hingga saat ini. Selama tahapan politik tersebut terjadi, gelombang gerakan pendidikan multikultural dari asimilasi ke multikulturalisme. Kecenderungannya berkembang yang mengarah pada penerimaan dan legitimasi pendidikan multikultural. Indikatornya adalah pendidikan multikultural telah tertanam dalam undang-undang, aturan dan prindip fundamental Indonesia.  

  

Secara linguistik, Indonesia memiliki ragam budaya, tradisi, bahkan kesenian yang tercermin dalam lebih dari 700 bahasa daerah yang digunakan untuk melakukan komunikasi lisan. Menurut Drdjowidjojo dalam tulisannya yang berjudul “Strategies for A Successful National Language Policy: The Indonesian Case,” berpendapat bahwa bahasa yang digunakan oleh orang Indonesia dapat dikelompokkan menjadi tiga kategori, yakni (1) bahasa daerah/lokal; (2) bahasa nasional; (3) bahasa asing, misalnya Bahasa Inggris. Terlepas dari keragaman linguistic ini, bahasa nasional yang paling banyak digunakan sebagai alat komunikasi. 

  

Secara filosifis, Indonesia dibangun dengan berbagai sumber nilai filosofis antara lain agama, budaya, suku, ras, identitas, keragaman pulau dan letak geografis yang berbeda. Kebhinekaan menyatu dalam bingkai negara. Itulah Indonesia.

  

Paradigma Pendidikan Multikultural

  

Terdapat beberapa tokoh yang mendefinisikan paradima. Misalnya, Denzin dan Lincoln dalam tulisannya berjudul “The Landscape of Qualitative Research,” memandang bahwa paradigma berkaitan dengan seperangkat nilai yang dikonstruksi secaea sosial. Basit dalam tulisannya berjudul “Conducting Research in Educational Contexts,” mengemukakan bahwa paradigma adalah kerangka konseptual, filosofis, termasuk ontologis, epistemologis, dan metodologis guna mengatur keyakinan yang menginformasikan desain apa pun. Banks dalam tulisannya berjudul “The Routledge International Companion to Multicultural Education,” mendefinisikan paradigma sebagai seperangkat hukum, prinsip, asumsi, nilai, keyakinan, teori dan penjelasan. 


Baca Juga : Mengakhiri Kontroversi Badan Riset dan Inovasi Negara (BRIN)

  

Pendidikan multikultural adalah pendidikan guna memberikan kesetaraan bagi seluruh pelajar. Secara khusus, pendidikan multikultural adalah sebuah pendekatan terhadap reformasi pendidikan yang dirancang guna mengaktualisasikan kesetaraan pendidikan bagi pelajar dari berbagai ras, etnis, budaya, kelas sosial dan kelompok bahasa. Pendidikan multikultural menumbuhkan gagasan kesetaraan yang memberikan keadilan dan mengakomodasi keragaman dalam lingkungan pendidikan. Di samping itu, pendidikan multikultural memelihara prinsip keadilan sosial bagi semua, terlepas dari identitas mereka. 

  

Tema Paradigma Pendidikan Multikultural

   

Terdapat lima tema pendidikan multikultural. Pertama, paradigma pelestarian budaya yakni pemeliharaan nilai-nilai budaya dan identitas budaya. Hal ini adalah sesuatu yang vital guna memastikan bahwa setiap warga negara mempertahankan nilai-nilai unik guna berinteraksi dengan orang lain secara harmonis dan dinamis. Pemeliharaan nilai-nilai setiap orang dilakukan secara sukarela dan didasarkan pada norma yang ada dalam kehidupan masyarakat Indonesia. Pengembangan nilai ini adalah bagian dari pelestarian kaidah dalam budaya bangsa yang tertuang jelas dalam Undang-Undang Dasar. 

  

Penduduk Indonesia menjaga nilai-nilai budayanya, sedangkan pemerintah menjamin setiap warga negara memiliki kebebasan guna mengimplementasikan nilai tersebut. Alasan pemberian kebebasan adalah menjaga nilai-nilai budaya sebagai bagian penting dari aset bangsa. Bahasa dan nilai budaya daerah membentuk budaya nasional sebagai identitas nasional bangsa. Nilai-nilai multikultural dan multibahasa mewakili identitas nasional Indonesia yang dipromosikan guna mencapai keadilan sosial di kalangan masyarakat. 

  

Kedua, paradigma keadilan sosial. Nilai mendasar bagi paradigma keadilan sosial dinyatakan secara jelas dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia yakni “Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia.” Paradigma ini mengacu pada sila ke dua dan kelima dalam Pancasila. Keadilan merupakan unsur yang substansial bagi masyarakat. Pelaksanaan keadilan dalam segala aspek kehidupan dapat memicu tercapai keadilan sosial. Artinya, keadilan sosial yang dijunjung tinggi dalam diri seluruh rakyat Indonesia bertujuan membangun masyarakat yang sejahtera dan berkeadilan. Masyarakat yang makmur kemudian dapat mengubah nilai multikultural menjadi peradaban modern, sehingga masyarakat dapat hidup berdampingan secara harmonis. 

  

Implementasi keadilan sosial dalam konteks pendidikan di Indonesia adalah setiap lembaga pendidikan harus memastikan aturan dan pedoman dilaksanakan secara adil untuk semua orang. Misalnya, dengan membuat prosedur keadilan tertentu dan mengurangi ‘penindasan’ seperti pelecehan, intimidasi, ejekan dan sebagainya. Selain itu, implikasinya dalam pendidikan dapat dilihat dari berbagai perspektif seperti pendidikan yang mengedepankan sistem keadilan, pendidik memahami bagaimana praktik keadilan sosial dalam pendidikan, dan sistem pendidikan yang mengedepankan kesetaraan. 

  

Pendidikan multikultural merupakan bagian dari perubahan sosial dan politik di masyarakat dan menumbuhkan keadilan sosial bagi semua kelompok tanpa memandang ras, agama, latar belakang, usia, jenis kelamin, bahasa, dan sebagainya. Alhasil, dukungan keadilan sosial dalam pendidikan multikultural adalah wujud keadilan dan kesetaraan dalam hidup.

  

Ketiga, paradigma kesetaraan yang mencakup perolehan hak-hak dasar. Persamaan hak dapat merujuk pada kedudukan yang sama guna memperoleh kebutuhan seperti rumah, pangan, pekerjaan dan pendidikan. Persamaan hak dalam memperoleh pendidikan adalah prinsip berguna untuk meningkatkan taraf hidup seseorang. Prinsip kesetaraan diwujudkan dalam masyarakat dan pendidikan. 

  

Penerapan kesetaraan dalam konteks pendidikan harus memperhatikan beberapa langkah, seperti (1) menggunakan bahan ajar yang dapat meningkatkan prestasi akademik pelajar; (2) menyediakan ruang pendapat; (3) mempromosikan gagasan kesetaraan yang mencakup semua tingkatan pelajar. Oleh sebab itu, persamaan hak memberikan kesempatan yang sama bagi semua warga negara untuk menganut nilai-nilai tersebut dalam kehidupan sehari-hari. 

  

Keempat, Paradigma Bhineka Tunggal Ika bukan hanya semboyan, melainkan juga prinsip fundamental bagi bangsa Indonesia. Hal ini tertuang dalam Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara dan Lagu Kebangsaan. Asas Bhineka Tunggal Ika berarti bendera, bahasa, lambang negara, dan lagu kebangsaan mencerminkan kesatuan dalam keanekaragaman penduduk, agama, suku, maupun golongan. 

  

Pendidikan berbasis masyarakat merupakan salah satu contoh multikultural yang ada di Indonesia. Hal ini sebagai sarana mempromosikan nilai dan prinsip multikultural di antara komunitas itu sendiri. Tujuannya adalah membudayakan dan memberdayakan pelajar menjadi warga negara yang baik. Pelaksanaannya dapat mempromosikan nilai-nilai keragaman yang mewakili negara.  Prinsip nilai kebinekaan melalui pendidikan berbasis masyarakat juga dapat memfasilitasi pembelajaran nilai-nilai persatuan bagi masyarakat minoritas terutama bagi masyarakat yang kurang mampu dari pendidikan formal. Pendidikan berbasis masyarakat dapat menjadi pusat penyebaran nilai-nilai multikultural, dan praktik paradigma Bhineka Tunggal Ika.

  

Kelima, paradigma interaksi sosial yang mengandung pedoman dasar toleransi. Toleransi mencerminkan situasi hubungan sosial manusia. Hubungan sosial manusia dapat dilihat dari kemampuan suatu lembaga pendidikan dalam menghadirkan interaksi yang harmonis dan toleran antar masyarakat. Pendidik, pelajar, dan orang tua harus memiliki rasa persatuan dan saling menerima perbedaan. Sikap tersebut tercermin ketika memelihara toleransi. Penting juga diingat bahwa pengajaran toleransi melampaui koeksistensi pasif, tetapi lebih pada penerapan penerimaan guna mencapai kehidupan masyarakat multikultural yang saling memahami dan menghormati.

  

Kesimpulan

  

Secara garis besar, penelitian ini mengidentifikasikan bahwa paradigma pendidikan multikultural seperti kesatuan dalam keragaman, kesetaraan, identitas budaya dan keadilan sosial adalah hal yang paling sering dibahas dalam sebuah penelitian. Namun, sebab jarang ada kajian mengenai eksplorasi esensi pendidikan multikultural di Indonesia, maka penelitian tersebut berkontribusi pada promosi sekaligus perdebatan pendidikan multikultural secara nasional dan internasional. Alhasil, temuan penelitian tersebut perlu pengembangan lebih lanjut dengan penyelidikan yang mendalam mengenai bagaimana pendidik, pelajar, pembuat kebijakan dan masyarakat memandang dan menerapkan nilai-nilai multikultural dalam komunitasnya guna mencapai kehidupan yang damai dan harmonis.