(Sumber : Tirto.ID)

Fakta Dibalik Meningkatnya Perceraian

Riset Sosial

Artikel berjudul “Factors Influencing the Increase in Khulu's Divorce: A Case at the Jember Religious Court (2021-2023)” merupakan karya Muhammad Arifin Badri, Anas Burhanuddin, dan Ghufran Jauhar. Tulisan tersebut terbit di Al’Adalah tahun 2024. Tujuan penelitian tersebut adalah mencari penyebab tingginya angka cerai gugat (khulu’) di Pengadilan Agama Jember, implikasinya dan solusi alternatif untuk menekan fenomena tersebut. Penelitian tersebut tergolong penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Data diperoleh melalui kegiatan wawancara kepada beberapa pejabat Pengadilan Agama, dokumentasi pengadilan, jurnal-jurnal terkemuka dan informasi dari sumber lain yang dapat dipercaya. Terdapat lima sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, talak khulu’ dalam hukum Islam. Ketiga, khulu’ dalam hukum perkawinan Indonesia. Keempat, kasus khulu’ di Kabupaten Jember dan implikasi perceraian. Kelima, solusi alternatif mengurangi kasus perceraian. 

  

Pendahuluan

  

Sepanjang tahun 2015 hingga 2021, jumlah kasus perceraian di Jawa Timur tercatat sebanyak 557.447 kasus, yang terdiri dari 175.034 kasus perceraian dan 382.413 kasus perceraian khulu'. Berdasarkan jumlah tersebut, sebanyak 59.176 kasus terjadi di Kabupaten Jember, yang terdiri dari 17.295 kasus perceraian dan 41.881 kasus perceraian. Angka tersebut menempatkan Jember sebagai kabupaten dengan kasus perceraian terbanyak di Provinsi Jawa Timur. Sementara itu, pada tahun 2021, sepanjang Januari hingga Agustus, jumlah kasus perceraian di Pengadilan Agama (PA) Jember tercatat sebanyak 3.888 kasus. 

  

Tingginya kasus perceraian di Kabupaten Jember menimbulkan banyak pertanyaan, mengingat Kabupaten Jember dikenal sebagai kota santri karena memiliki jumlah pondok pesantren yang cukup banyak. Padahal, dengan banyaknya lembaga pendidikan agama di kabupaten ini, Kabupaten Jember bisa jadi merupakan daerah yang minim konflik keluarga karena warganya memiliki pemahaman yang mendalam terhadap ajaran agama. Namun, kenyataan tidak demikian, justru di Kabupaten ini kasus perceraian begitu tinggi, bahkan lebih tinggi dibanding kabupaten lain di Provinsi Jawa Timur.

  

Menurut Kompilasi Hukum  Islam (KHI), perceraian yang diputuskan di Pengadilan Agama dapat timbul karena beberapa sebab, yaitu: 1] Salah satu pihak berzina atau menjadi pemabuk, pecandu narkoba, penjudi, dan sebagainya yang sulit disembuhkan; 2] Salah satu pihak meninggalkan pihak lainnya selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lainnya dan alasan yang sah atau karena sebab lain di luar kemampuannya; 3] Salah satu pihak dihukum dengan pidana penjara selama-lamanya 5 (lima) tahun atau pidana yang lebih berat setelah perkawinan dilangsungkan; 4] Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain; 5] Salah satu pihak mendapat cacat jasmani atau sakit sehingga tidak dapat melaksanakan kewajibannya sebagai suami/istri; 6] Antara suami istri selalu terjadi pertikaian dan pertengkaran dan tidak ada harapan untuk dapat hidup rukun lagi dalam rumah tangga. 

  

Talak Khulu’ dalam Hukum Islam

  

Berdasarkan Hukum Islam, terdapat dua skema perceraian, yaitu khulu' dan talaq. Khulu' adalah perceraian yang diprakarsai oleh istri; sedangkan talaq oleh suami. Secara etimologi, khulu' terbagi menjadi empat jenis, yaitu al-khulu', al-fidyah, alshulh, dan al-mubâra'ah. Meskipun istilah-istilah ini berbeda, pada dasarnya semuanya memiliki makna yang sama, yaitu seorang wanita memberikan tebusan atas perceraian suaminya. Secara lebih spesifik, khulu berarti seorang istri mengembalikan semua pemberian (mas kawin) suaminya; al-shulh berarti mengembalikan sebagian dari mas kawin, al-fidyah berarti mengembalikan lebih dari separuh dari mas kawin, dan al-Mubâra'ah adalah seorang wanita melepaskan semua haknya kepada suaminya. 

  

Menurut jumhur ulama, hukum khulu’ yang asli adalah makrûh, karena khulu mengandung unsur-unsur yang dapat merusak pernikahan, padahal pernikahan adalah sesuatu yang dianjurkan bagi setiap orang. Khulu’ merupakan salah satu bentuk keadilan dalam hukum Islam. Hal ini dapat dilihat dari kendali perceraian yang berada di tangan suami, sehingga ketika suami tidak lagi memiliki hubungan yang baik dengan istrinya atau alasan kuat lainnya, seorang suami dapat menceraikan istrinya. Sebaliknya bagi seorang istri, jika ia merasa tidak sanggup lagi hidup bersama suaminya, maka syariat Islam memberikan kesempatan baginya untuk melepaskan diri dari suaminya melalui jalan khulu’. 


Baca Juga : Fasilitas Unggulan Jemaah Haji Indonesia di Makkah

  

Ada beberapa syarat yang ditetapkan syariat untuk melakukan khulu’ sah untuk dilakukan. Pertama, jika ada cacat pada diri suami yang membuat istri tidak menyukainya atau tidak merasa cocok dengannya. Kedua, jika suami enggan atau menolak berhubungan intim (jimâ') dengan istrinya atau menyakitinya dengan cara lain tanpa alasan yang dapat dibenarkan. Ketiga, jika istri khawatir terjerumus dalam dosa durhaka kepada suaminya dengan tidak menaati perintahnya yang tidak disukainya. Keempat, apabila ada sesuatu pada diri suaminya yang dibencinya. 

  

Adapun beberapa hal yang menjadi syarat diperbolehkannya seorang suami memaksa istrinya untuk menuntut khulu’ dan meminta tebusan, yaitu: 1] Terjadi pertikaian yang terus menerus antara istri dan suami dan tidak menemukan jalan keluarnya; b] Istri melakukan perbuatan keji (zina); c] Istri melakukan nusyûz (maksiat) atau tidak menaati perintah suami dan melakukan sesuatu yang membuat suami marah.

  

Khulu’ dalam Hukum Perkawinan Indonesia

  

Menurut Pasal 73 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1989 tentang Pengadilan Agama, gugatan cerai (khulu') adalah gugatan yang diajukan oleh penggugat (istri) atau kuasa hukumnya ke pengadilan untuk menceraikan tergugat (suami). Gugatan cerai (khulu') merupakan salah satu bentuk perceraian yang bersifat kelembagaan, yaitu istri mengakhiri ikatan perkawinan dengan suaminya dengan memberikan iwâdl (tebusan). Konsep iwâdl berdasarkan undang-undang telah berubah menjadi taqnîn, iwâdl. Di sini, uang tebusan yang semula diberikan kepada pihak laki-laki dialihkan ke pengadilan berdasarkan Keputusan Menteri Agama Republik Indonesia Nomor 411 Tahun 2000 tentang Penetapan Besaran Iwâdl (sebesar Rp. 10.000,-). Pengadilan menilai bahwa biaya khulu' mengandung unsur keadilan gender. 

  

Selain itu, hukum perkawinan di Indonesia juga menganut asas preventif yang bertujuan untuk menjaga keutuhan rumah tangga. Asas preventif ini dilaksanakan dengan cara mempersulit proses perceraian sehingga pihak yang mengajukan gugatan cerai akan berpikir dua kali untuk meneruskan gugatan atau bahkan membatalkan niatnya untuk bercerai.  Selain itu , proses perceraian hanya diakomodir jika dilakukan  di sidang pengadilan, di mana pemeriksaan perkaranya dilakukan setelah hakim telah melakukan upaya perdamaian melalui forum mediasi. Ketentuan ini sebagaimana tercantum dalam Pasal 115 KHI bahwa, “perceraian hanya dapat dilakukan di depan sidang pengadilan setelah pengadilan yang bersangkutan telah berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak.” Selain itu, gugatan cerai akan diterima jika alasan-alasan yang diajukan cukup kuat dan menggambarkan bahwa suami istri tidak dapat lagi hidup rukun dalam rumah tangga. 

  

Kasus Khulu’ di Kabupaten Jember dan Implikasi Perceraian

   

Faktor terbesar yang mendorong perceraian di Pengadilan Agama Jember adalah ekonomi, dengan jumlah perkara selama 3 (tiga) tahun sebanyak 10.865 perkara. Dominasi faktor ekonomi ini disebabkan oleh pandemi COVID-19 yang melanda Indonesia pada tahun 2021 dan berdampak besar pada kegiatan ekonomi baik perdagangan, investasi, maupun pariwisata. Kedua, konflik rumah tangga yang terus menerus dan tak kunjung usai, hal ini sangat erat kaitannya dengan faktor ekonomi, terutama masalah nafkah.

  

Talak artinya mantan suami wajib memberikan nafkah mut'ah Selain itu, sebagaimana disebutkan sebelumnya, penggunaan al-Tafrîq al-Qadlâ\'i nafkah kepada mantan istri, agar hak-hak istri yang selama ini diabaikan oleh mantan suami dapat terpenuhi. Nafkah, nafkah iddah , kiswah (pakaian), dan melunasi biaya mahar dan hadlânah (penghidupan) anak-anaknya. Selain itu, selama masa iddah , suami berhak rujuk dengan istrinya. Sebaliknya, dalam hal khulu, mantan istri tidak berhak menerima nafkah iddah dari mantan suaminya dan mantan suami tidak berhak menerima nafkah iddah. Mereka memiliki hak untuk rujuk kembali. Jadi jika pasangan tersebut ingin hidup bersama lagi, mereka harus mengulang pernikahan sesuai dengan syarat dan ketentuan. 

  

Pada khulu’ penyelesaian perkaranya akan sepenuhnya bergantung pada pandangan hakim terhadap kepentingan kedua belah pihak, seperti status perkawinan yang berakhir dengan status talak ba’in sughrâ (semi permanen), kewajiban suami untuk menunaikan nafkah ‘iddah , menanggung biaya hadlânah bagi anak, dan sebagainya. Maka, di sini, peran hakim penting sebagai pengambil keputusan. Hakim bukan hanya sekedar corong hukum, tetapi berfungsi sebagai figur yang akan menghasilkan putusan yang bernilai, dan adil, memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, serta menjamin kepastian hukum.

  

Solusi Alternatif Mengurangi Kasus Perceraian

  

Faktor ekonomi menjadi penyebab tingginya angka perceraian. Jadi, Keterlibatan pihak ketiga dalam membantu mencarikan solusi sementara khususnya dalam bidang ekonomi sangat diharapkan dan dapat diyakini mampu menekan angka perceraian yang bersumber dari permasalahan keterbatasan ekonomi rumah tangga. Untuk itu, keterlibatan pemerintah dan lembaga pengelola zakat seperti Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS), Lembaga Penghimpun Zakat (LAZ), lembaga sosial, dan lembaga filantropi lainnya sangat diharapkan. Solusi selanjutnya yang juga diharapkan dapat menekan tingginya angka perceraian adalah dengan membekali pasangan suami istri dengan soft skills dan hard skills. Banyak pasangan suami istri yang mengalami permasalahan rumah tangga karena kurang memperhatikan masalah pekerjaan. Misalnya, dengan memaksimalkan peran Balai Latihan Kerja dan lembaga sejenisnya. Ketiga, memaksimalkan program pembinaan keluarga sakinah KUA bagi para calon pengantin dan keluarga yang telah lama menikah untuk meningkatkan spiritualitas masing-masing pasangan sehingga dapat menghadapi permasalahan rumah tangga dengan bijak.

  

Kesimpulan

  

Tingginya perkara khulu\' atau gugatan cerai di Pengadilan Agama Jember selama tiga tahun terakhir disebabkan oleh faktor ekonomi yang diikuti dengan perselisihan dan pertengkaran terus-menerus yang berujung pada perceraian. Jika hal itu terjadi, implikasinya tidak hanya bagi pasangan suami istri, tetapi juga hak-hak anak yang dapat terabaikan. Pada kaitannya ketika menangani gugatan perceraian (khulu\') para hakim di Pengadilan Agama Jember cenderung mengesampingkan skema khulu' dan memilih skema al-Tafrîq al-Qadlâi , untuk memenuhi rasa keadilan dan melindungi kepentingan istri.