Hakikat Menjadi Muslim yang Baik
Riset SosialTulisan berjudul “Middle East and African Student (MEAS) Perceptions of Islam and Islamic Moderation: A Case Study” merupakan karya Mansoureh Ebrahimi, Kamaruzaman Yusoff dan Rozmi Ismail. Artikel ini terbit di Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies tahun 2021. Tujuan dari penelitian ini adalah berusaha untuk menginspirasi studi yang mendalam terkait Islam moderat di kalangan muslim, khususnya pada aspek sosial dan politik yang mempengaruhi umat muslim secara global. Penelitian ini melibatkan 192 responden yakni para pelajar Timur Tengah dan Afrika (MEAS) yang belajar di Malaysia. Kajian ini difokuskan pada tiga hal, yakni sejauh mana para narasumber memahami Islam secara umum; Islam moderat dan karakteristik yang mendefinisikan seorang muslim dianggap baik. Metode penelitian yang digunakan adalah mix methods, tepatnya metode kualitatif dan kuantitatif. Terdapat lima sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, apa itu Islam moderat? Ketiga, faktor dan masalah. Keempat, ekstremisme. Kelima, analisis persepsi terkait Islam Moderat.
Pendahuluan
Berdasarkan sejarah, peradaban Islam pernah menyumbangkan banyak ilmu pengetahuan sekaligus teknologi kepada dunia. Para tokoh muslim membangun jembatan dan mendobrak penghalang antara bangsa dan agama guna menciptakan kesamaan. Artinya, sifat moderat dimiliki oleh para perintis. Misalnya, pada peradaban Andalusia yang membuktikan bahwa para umat Islam, Yahudi dan Kristen pernah hidup damai di bawah pemerintahan Islam. Hasilnya, ikatan kuat antar peradaban seperti sains, seni, pendidikan, kesehatan dan lain sebagainya lebih maju.
Menurut Nydell dalam tulisannya yang berjudul “Understanding Arabs: A Contamporary Guide to Arab Society” menyatakan bahwa saat ini pengkotakan budaya antara orang Arab dan non arab lebih spesifik. Kemudian, hal yang menjadi tantangan adalah penanaman prinsip dan etika Islam pada setiap generasi. Jika hal ini tidak dilakukan, maka kekuatan intoleransi bisa menebal dan semakin menyebar ke dunia. Pondasi agama yang kuat sangat penting untuk para pemuda, namun tetap dengan keseimbangan antara tujuan hidup di dunia dan kehidupan setelah kematian.
Apa Itu Islam Moderat?
Menurut Yaakub dan Othman dalam artikelnya yang berjudul “A Textual Analysis for the Term ‘Wasathiyyah’ (Islamic Moderation) in Selected Quranic Verses and Prophetic Tradition” menyatakan bahwa Islam moderat adalah keadaan netral dari perilaku sosial budaya. Artinya, menjadi moderat itu ‘di tengah’ yakni mengambil jalan tengah atau memposisikan diri di tengah. Wasathiyyah secara khas, termanifestasi dalam akidah dan akhlak dalam kehidupan umat Islam. Selain itu, wasathiyyah adalah konsep Islam fundamental yang mengharuskan umat Islam tetap berada ‘di tengah’ agar tidak melampaui batas ifrat (ekstrem). Islam memperkenalkan manhaj atau pendekatan metodologis kepada aspek usaha manusia untuk mencapai ‘titik tengah’ tanpa unsur ekstremis.
Faktor dan Masalah
Saat ini, Islam moderat sedang mengalami tantangan. Hal ini disebabkan kebanyakan muslim tidak memiliki pemahaman yang benar tentang wasathiyyah, sehingga gagal dalam praksisnya. Misalnya, kegagalan dalam membedakan antara jihad dan terorisme. Sebenarnya, terdapat dua hal yang menajadi masalah utama. Pertama, kesalahpahaman tentang Islam. Epistemologis pertimbangan secara efektif melibatkan semua prinsip Islam. Hal yang perlu ditekankan adalah toleransi. Kedua, salah menafsirkan konsep yang menyangkut dogma konvensional pada prinsip Islam. Misalnya, kaum ekstremis yang menolak pluralisme agama.
Baca Juga : Pilwali Surabaya di Tengah Pandemi
Ekstremisme
Menurut Yusuf al-Qaradawi dalam tulisannya yang berjudul “Islamic Awakening Between Rejection and Extremism, International Institute of Islamic Thought” menyatakan bahwa, secara harfiah ekstremisme berarti berada sejauh mungkin dari ‘titik pusat’. Secara kiasan, menunjukkan keterasingan agama dan pikiran, termasuk sikap manusia. Hal yang perlu diingat adalah, muslim merupakan orang yang adil dan berhati-hati dengan menjauhkan diri dari setiap kemungkinan yang menyimpang.
Ekstremisme memiliki beberapa ciri-ciri. Pertama, ekstremisme merupakan intoleransi yang fanatik di mana seseorang berpegang teguh pada opini dan prasangka. Mereka yang fanatik akan condong enggan berdialog, sebab mereka terobsesi dengan suatu ideologi dan hampir tidak pernah setuju dengan orang lain. Kedua, ekstremis cenderung memiliki komitmen kuat yang bermanifestasi dengan memaksakan kehendak kepada orang lain. Ketiga, ekstremisme adalah membesar-besarkan agama atas hal yang tidak pantas. Misalnya, memaksakan prinsip Islam kepada non muslim atau orang yang baru saja masuk Islam. Keempat, ekstremisme adalah kekerasan terhadap masyarakat umum. Misalnya, memiliki hati yang keras serta melakukan dakwah dengan pendekatan yang kekerasan. Kelima, selalu curiga dan tidak percaya. Orang yang fanatik akan condong menuduh orang tanpa pandang bulu sekaligus cepat merespon dengan norma yang tidak sesuai.
Analisis Persepsi Terkait Islam Moderat
Hasil penelitian tersebut menunjukkan rendahnya tingkat pemahaman Islam moderat. mereka memahami Islam sebagai dominasi Arab yang condong pada konsep Salafisme. Selain itu, mereka juga berpikir bahwa secara global para muslim harus mengikuti kepemimpinan Arab. Fakta ini menunjukkan adanya indoktrinasi sistematis yang bertentangan dengan posisi muslim. Bagi mereka, Islam moderat justru menciptakan kecurigaan di kalangan umat Islam; salah mengartikan jihad; dan kesalahpahaman tentang Islam. Persepsi ini mencerminkan pemahaman yag rendah tentang Islam dengan menyatakan sikap negatif atau buruk terhadap Islam Moderat.
Kesimpulan
Islam moderat merupakan konsep fundamental. Umat Islam tidak boleh melewati batas (tafrit) dan terjebak dalam ranah ekstremis (ifrat). Secara inheren, moderasi adalah solusi bagi ketidakadilan dan pelanggaran hak asasi manusia. Namun, terdapat anggapan adanya mazhab fikih yang mengikuti ideologi ekstremis, tepatnya memiliki ‘cita rasa’ Timur Tengah. Anggapan ini telah menyebabkan adanya sebaran semangat intoleransi dan membuat citra buruk bagi Islam dengan memilih menyangkal moderasi khas Islam. Mereka memarginalkan penerapan Islam autentik yang tepat dan ‘memblokir’ semua wacana politik korektif.