(Sumber : Muslimah News)

Identitas Muslim di Negara Sekular

Riset Sosial

Artikel berjudul “Constructing Muslim Identity in a Secular State: The Strategic Role of Two Singapore Islamic Organizations” merupakan karya Zulkifli, Syafiq Hasyim, M. Zaki Mubarak, Husnul Khitam dan Muhammad Ishar Helmi. Tulisan ini terbit Al-Ihkam: Jurnal Hukum dan Pranata Sosial tahun 2023. Penelitian tersebut mengkaji profil dan peran strategis dua organisasi Islam yakni Majlis Ugama Islam Singapura (MUIS) dan Persatuan Ulama dan Guru-Guru Agama Islam Singapura (PERGAS) dalam mengakomodasi ekspresi dan rekonstruksi identitas muslim Singapura. Studi ini menggunakan pendekatan interdisipliner dengan perspektif konstruktivisme sosial dan fikih minoritas. Terdapat tiga sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, ekspresi identitas Islam di Singapura dan respons dua organisasi. Ketiga, konstruksi identitas Islam umat Islam Singapura menurut MUIS dan PERGAS.

  

Pendahuluan

  

Identitas adalah pemahaman mengenai siapa diri sendiri dan orang lain. Hal ini sangat penting guna menunjukkan eksistensi seseorang, terutama bagi kelompok Muslim Singapura yang sering kali menjadi pusat perhatian. Orang Melayu dan Muslim memiliki status khusus dalam kerangka hukum Republik Singapura yang memberikan perhatian khusus terhadap kepentingan kelompok etnis minoritas sebagaimana tercantum dalam Pasal 152 (2) dalam konstitusi. Jumlah umat Islam sekitar 14,9% dari total 5.637 juta penduduk pada tahun 2022. Mayoritas Muslim Singapura adalah orang Melayu, sehingga Melayu diidentikkan dengan Islam. 

  

Masyarakat Melayu/Muslim sering kali dikenal dengan istilah Dilema Melayu dan Masalah Melayu yang identik dengan keterbelakangan ekonomi dan permasalahan sosial. Selain permasalahan sosio-ekonomi, perkembangan umat Islam di Singapura saat ini terlihat mengalami peningkatan dalam hal religiusitas. Selain itu, sejak tahun 1980-an, lembaga dan aktivitas Islam di Singapura semakin berkembang. Terdapat peningkatan minat terhadap institusi/aksesori Islam di kalangan umat Islam termasuk profesional Muslim kelas menengah, seperti pertemuan keagamaan di masjid, pendidikan Islam, organisasi Islam bahkan mengenakan pakaian Islami. Artinya, meskipun di negara sekular sebagian besar Muslim Singapura cukup religius. 

  

Pada pasal 153 dalam Konstitusi Singapura menyebutkan bahwa negara mengatur urusan agama Islam dan membentuk Majlis Ugama Islam Singapura atau Dewan Agama Islam Singapura (MUIS) guna memberikan nasehat kepada presiden mengenai hal yang berkaitan dengan agama Islam. MUIS adalah sebuah badan hukum sebagai ciri khas Islam di Singapura dan relasinya dengan negara. Badan hukum ini didirikan pada tahun 1968 dan memainkan peran penting pada perkembangan Islam di Singapura karena fungsi konstitusionalnya terutama berkaitan dengan pengelolaan warga Muslim. Pengelolaan agama merupakan perhatian utama Republik Singapura meskipun negara tersebut mengklaim sebagai negara sekular. Hal ini disebabkan oleh multi-etnis dan sifat keagamaan penduduk Singapura, terutama dalam rangka menjaga ketertiban dan kerukunan umat beragama. 

  

MUIS memiliki enam tugas utama yakni 1) memberikan nasihat kepada Presiden Singapura mengenai hal yang berkaitan dengan umat Islam; 2) pengelolaan penyelenggaraan haji dan sertifikasi halal; 3) mengelola seluruh wakaf dan dana umat Islam; 4) mengelola pengumpulan zakat dan sumbangan amal lain untuk dukungan, promosi atau kemaslahatan umat Islam; 5) mengelola seluruh masjid dan sekolah agama Islam; 6) melaksanakan tugas dan kewajiban tambahan seperti yang dikonsultasikan pada Majlis berdasarkan Undang-Undang.

  

Jauh sebelum MUIS berdiri, sudah ada Persatuan Ulama dan Guru-Guru Agama Islam Singapura (PERGAS) sejak tahun 1957. Tujuannya adalah menyediakan dan menghasilkan kepemimpinan Islam yang kredibel dan mendorong pengembangan guru agama Islam. Mereka mendorong guru agama Islam menjadi ulama, pendakwah dan pemimpin masyarakat yang secara aktif berkontribusi meningkatkan kesehatan spiritual komunitas Muslim. Oleh sebab itu, PERGAS adalah kelompok terorganisir atau masyarakat sipil yang paling penting dalam pertumbuhan komunitas muslim dan Pembangunan identitas Islam di Singapura, selain MUIS.

  

PERGAS mengawasi lima inisiatif ulama yakni: 1) pengembangan guru agama Islam, penyebaran pendidikan Islam, distribusi zakat, promosi dakwah komunitas lokal, dan kemajuan penelitian. Mereka membuat program bernama Asatizah Recognition Scheme (ARS) yang dibentuk pada tahun 2005. Program ini menyediakan daftar guru agama yang terlatih dan diakui. Tujuannya adalah memberantas ajaran agama yang menyimpang di Singapura. Mereka yang dianggap memenuhi syarat secara legal dapat mengajarkan ajaran Islam kepada anggota komunitas Muslim di negara tersebut. 


Baca Juga : Politik Uang: Problem Transisi Demokrasi

  

Ekspresi Identitas Islam di Singapura dan Respon Dua Organisasi

  

Religiositas mengalami peningkatan di kalangan komunitas muslim di Singapura. Di sisi lain, proyek perang global melawan teror pasca serangan 9/11 menjadikan pemerintah Singapura mengamati tingkat religiositas umat Islam. Terdapat beberapa isu yang berkembang ke publik yang melibatkan MUIS dan PERGAS. Pertama, isu mengenai madrasah atau pendidikan Islam yang menjadi salah satu komponen penting identitas Islam di Singapura. Hal ini disebabkan sejarah dan pertumbuhan komunitas Muslim di Singapura terkait erat. Pasca kemerdekaan, orang Melayu condong menyekolahkan anak mereka ke sekolah nasional, sehingga mengurangi popularitas madrasah. Namun, pasca tren Islamisasi di seluruh dunia pada pertengahan 1980-an, murid di sekolah madrasah meningkat secara signifikan. 

  

Saat ini Singapura memiliki 6 (enam) madrasah penuh waktu dan 27 madrasah paruh waktu. Tujuan utama madrasah penuh waktu adalah menghasilkan spesialis akademisi, instruktur, dan administrator Islam yang dibutuhkan negara, terutama Pengadilan Syariah. Para siswa akan diberikan pengajaran di tingkat dasar, menengah, dan persiapan universitas. Mereka tidak hanya diberikan pelajaran Studi Islam, melainkan juga Bahasa Inggris, matematika, sains dan Bahasa Melayu. Oleh sebab itu, setiap madrasah penuh waktu akan memberikan mata Pelajaran agama 305 dan sekular 60% ke dalam kurikulumnya. 

  

Madrasah dianggap sebagai sekolah swasta, sehingga berada lingkup MUIS bukan Kementerian Pendidikan. PERGAS sedikit berbeda dengan MUIS dalam merespon sistem dalam madrasah. Mereka menunjukkan respons negatif pada wajib belajar. Bagi PERGAS, pemerintah hanya peduli soal kelangsungan tenaga kerja dan sosial. Argumen lainya adalah umat Islam di Singapura membutuhkan pendidikan madrasah karena sudah menjadi bagian dari komunitas muslim, melainkan harga diri dan kepercayaan diri untuk berintegrasi dengan sesama muslim di negara sekular. PERGAS juga menegaskan memberi dukungan penuh tentang kepedulian terhadap integrasi warga muslim tanpa menghilangkan ciri agama dan budaya muslim.

  

Kedua, persoalan jilbab. Secara historis, jilbab memainkan peran penting dalam pengembangan identitas muslim Singapura sama halnya seluruh muslim dunia. Meskipun terdapat landasan agama yang jelas mengenai penggunaan jilbab, MUIS sudah mengeluarkan fatwa mengenai kewajiban perempuan muslim untuk mengenakan hijab. Masalah mulai timbul ketika negara mengeluarkan kebijakan bahwa siswi tidak diperkenankan menggunakan jilbab di sekolah umum.    

  

MUIS berpendapat bahwa siswi yang bersekolah umum tanpa mengenakan jilbab di usia muda dapat diterima secara agama. Sikap keagamaan ini bisa dilihat sebagai implementasi fikih kelompok minoritas. Berbeda dengan MUIS, PERGAS memperbolehkan pelajarya mengenakan jilbab meskipun ada larangan untuk memakainya di sekolah umum. Mereka beranggapan, ajaran Islam mengenai aurat jelas dan tidak dapat disangkal. 

  

Konstruksi Identitas Islam Umat Islam Singapura Menurut MUIS dan PERGAS

  

Terdapat peran dinamis yang condong diikutsertakan MUIS dan PERGAS dalam konstruksi identitas umat Islam. MUIS meluncurkan proyek Singapore Muslim Identity (SMI) tahun 2003 sebagai strategi menyebarkan ide modern yang berpusat pada Muslim di Singapura. Terdapat sepuluh kualitas Islam didasarkan pada pembentukan komunitas unggulan dan kemajuan berdasarkan cita-cita Islam yang harus dijunjung tinggi oleh Muslim Singapura. 

  

Pertama, menjaga komitmen kuat terhadap cita-cita Islam sambil menyesuaikan diri dengan perubahan kondisi. Kedua, kuat secara moral dan spiritual untuk mampu menghadapi tantangan masyarakat modern. Ketiga, progresif dalam mengamalkan Islam melampaui bentuk/ritual dan wahana gelombang modernisasi. Keempat, mengapresiasi budaya dan sejarah Islam dengan tetap memiliki pemahaman kuat terhadap masalah. Kelima, menghargai budaya yang berbeda dan merasa nyaman berbicara dan belajar dari komunitas lain. Keenam, menganggap umat Islam yang baik sebagai warga negara yang baik. Ketujuh, mampu menyesuaikan diiri dengan baik sebagai anggota masyarakat multi-agama dan negara sekular. Kedelapan, menjadi berkat bagi semua orang dan mengedepankan prinsip serta nilai universal. Kesembilan, bersikap inklusif dan mengamalkan pluralisme tanpa bertentangan dengan Islam. Kesepuluh, menjadi teladan dan inspirasi bagi semua orang. Hal yang ditekankan oleh MUIS adalah prinsip, nilai, hukum dan tradisi dalam konteks Singapura.

  

Sedangkan PERGAS menjelaskan beberapa ciri moderasi dalam Islam. Pertama, Islam merupakan agama yang mudah diamalkan dengan mengutamakan kesederhanaan. Kedua, toleransi adalah ciri penting Islam. Ketiga, Islam mengutamakan kelembutan, dan mengedepankan etika luhur. Keempat, Islam lebih menyukai pendekatan damai. 

   

Oleh sebab itu, umat Islam di Singapura diharapkan menjalankan agama sesuai dengan kerukunan beragama. Misalnya, dengan menerima negara sekular, mengedepankan toleransi, rasa hormat, pengertian, dan kepercayaan. Karakteristik rinci Muslim Moderat di Singapura disimpulkan sebagai penolakan terhadap Islam politik dan radikalisme, ekstremisme, terorisme dan Islam militan, selain interpretasi Islam yang kaku dan sempit, memiliki pendirian yang benar terhadap penerapan syariah, fleksibel, bebas dan terbuka dalam interaksi sosial serta siap beradaptasi dengan gaya hidup saat ini, serta setia pada negara. Selain itu, umat Islam yang moderat dituntut untuk menghindari salah tafsir terhadap ajaran Islam seperti jihad dan dakwah. Mereka juga dituntut untuk menolak gaya Islam ala Wahabi dan gaya Islam Syiah di Iran, Arab, dan Timur Tengah. Rumusan Islam moderat yang diusung PERGAS sebagai antitesis terhadap potensi agresif agama Islam dalam rangka merespon perang global melawan terorisme. 

  

Kesimpulan

  

Secara garis besar studi tersebut mengungkapkan bahwa kontestasi dan kerja sama yang dinamis antara MUIS sebagai lembaga hukum dan PERGAS sebagai masyarakat sipil sangat penting dalam melegitimasi identitas muslim Singapura. Meskipun MUIS memiliki peran ganda dalam melaksanakan kebijakan negara terkait umat Islam dan dalam membimbing umat Islam, PERGAS condong berpihak pada kepentingan umat Islam dan bersikap kritis terhadap MUIS dan negara. Namun, MUIS dan PERGAS bersatu dalam sudut pandang dan sikap keagamaan termasuk perumusan muslim Singapura yang ideal. PERGAS bahkan kemudian mendeklarasikan dirinya sebagai sekutu pemerintah. Berdasarkan fungsi fikih kaum minoritas, proses perubahan konstruk identitas Islam menjadi efektif karena universalitas dan adaptabilitas ajaran Islam seperti penerimaan terhadap sekularisme dan kesetiaan penuh terhadap pemerintah Singapura. Hubungan dialektika antara otoritas agama dan negara ini mungkin bisa menjadi pembelajaran dan model bagi komunitas muslim minoritas lainnya di negara lain.