Masa Depan Gerakan Gulen di Turki
Riset SosialOleh: Rohmania Citra
Tulisan berjudul “The Future of the Gulen Movement in Transnational Political Excile: Introduction to the Special Issue” merupakan karya Simon P. Watmough dan Ahmet Erdi Ozturk. Tulisan ini diterbitkan oleh Routledge Tylor and Francis Group: Politics, Religion and Ideology. Karya Watmough dan Ozturk tersebut mencoba mengulas “nasib” Gerakan Gulen di Turki pasca terjadinya kudeta militer tahun 2016. Review ini akan membahas tulisan Watmough dan Ozturk dalam dua sub bab. Pertama, ulasan singkat Gerakan Gulen. Kedua, kontribusi Gerakan Gulen: kehancuran atau ketangguhan.
Ulasan Singkat Gerakan Gulen
Di antara perdebatan keterlibatan Gerakan Gulen dalam kudeta militer Turki pada 15 Juli 2016, tulisan Watmough dan Ozturk menunjukkan posisinya secara jelas. Mereka meyakini adanya keterlibatan Gerakan Gulen dalam kudeta Presiden Erdogan. Selain itu, tulisan tersebut menjelaskan bahwa Gulen hanya pemimpin simbolis. Hal ini dikarenakan meskipun Gulen semakin bertambah usia, namun jaringan Gulen yang kuat akan terus bertahan bahkan semakin kuat. Jika tulisan Watmough dan Ozturk ditinjau lebih dalam, maka nampak ulasan tentang Gerakan Gulen lebih banyak mengarah pada sisi negatif daripada positif.
Ketika Turki berada pada kendali Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) yang dipimpin oleh Recep Tayyip Erdogan tahun 2002, Gerakan Gulen membangun koalisi dengan AKP. Kader-kader Gerakan Gulen mendapatkan posisi-posisi penting dalam pemerintahan. Namun, hal tersebut tidak bertahan lama karena pada tahun 2013, keretakan hubungan Erdogan dan Gulen terkuak di publik.
Kader Gulen didapatkan melalui strategi mengumpulkan jaringan sukarelawan berbasis agama yang “seolah” terbuka untuk umum. Selain itu, Gerakan Gulen menekankan misi kemanusiaan serta komitmen dialog damai. Sebenarnya, dibalik niat baik menjadi sukarelawan dan misi kemanusiaan, Gerakan Gulen juga berkecimpung dalam dunia politik. Menurut Watmough, keterlibatan Gerakan Gulen dalam politik dibuktikan dengan upaya “penggulingan” pemerintahan Erdogan yang terpilih secara demokratis. Selain itu, Gerakan Gulen juga terlibat dalam runtuhnya proses perdamaian Kurdi tahun 2014 dan pembunuhan jurnalis Armenia yang terkenal, yakni Hrant Dink tahun 2007.
Watmough dan Ozturk menunjukkan bahwa terdapat beberapa literatur yang mendukung Gerakan Gulen kearah positif, namun hanya mereka yang memiliki hubungan dekat dengan gerakan tersebut. Secara garis besar Watmough dan Ozturk ingin menyampaikan bahwa Gerakan Gulen tidak lebih dari kumpulan warga sipil biasa yang diilhami secara religius dan berpikiran tinggi berdasarkan pada komitmen terhadap pendidikan, dialog antar agama, kesukarelaan dan layanan kemanusiaan.
Kontribusi Gerakan Gulen: Kehancuran atau Ketangguhan
Gerakan Gulen terkenal cepat dalam merespon peluang politik. Hal tersebut menjadi salah satu alasan keberhasilan gerakan ini di Turki. Selain itu, di bawah kepemimpinan Fethullah Gulen, gerakan ini berkembang pesat akibat jumlah dan pengaruh sekolah, perusahaan, perdagangan, asosiasi, kepemilikan media dan penerbitan, serta pusat budaya yang digunakan sebagai sarana dialog antar agama di seluruh dunia. Fakta ini menunjukkan bahwa Gerakan Gulen mengambil peluang atas tawaran globalisasi neo-liberal. Watmough dan Ozturk meminjam pemikiran Caroline Tee dan David Tittensor bahwa “dunia membutuhkan model Islam moderat yang kompetibel dengan kapitalis ekonomi pasar dan demokrasi liberal”, untuk disandingkan dengan Gerakan Gulen. Gerakan tersebut memproklamirkan dirinya sebagai sukarelawan berbasis agama, yang berkomitmen pada pendidikan dan layanan kemanusiaan. Hal itu membuat banyak orang-orang di seluruh dunia tertarik untuk bergabung dengan Gerakan Gulen.
Gerakan Gulen telah memiliki banyak kontribusi tidak hanya di Turki, namun di beberapa negara. Salah satunya adalah Indonesia. Gerakan Gulen memanfaatkan narasi “Radikalisme pasca 11 September” untuk menyebarkan dakwah. Gerakan Gulen menjadi salah satu gerakan yang menyuarakan Islam di Indonesia, terutama dalam konteks memerangi radikalisasi.
Negara lain yang juga merasakan kontribusi Gerakan Gulen adalah Australia. Gerakan Gulen berhasil memperoleh legitimasi sekolah yang mereka dirikan melalui asosiasi dengan beberapa institusi berpengaruh dalam politik Australia. Selain itu, gerakan ini memanfaatkan peluang dengan sangat baik. Mereka mampu mengendalikan “narasi” di lingkungan akademisi dan LSM di Australia. Para kader Gerakan Gulen juga terlibat secara aktif dalam diplomasi melalui budaya serta pembelajaran mengenai politik dan diplomasi.
Kesimpulan
Tulisan Simon P. Watmough dan Ahmet Erdi Ozturk telah menunjukkan posisinya dengan jelas. Mereka lebih banyak mengkritik Gerakan Gulen dan mengafirmasi keterlibatan gerakan tersebut dalam kudeta militer tahun 2016. Watmough dan Ozturk berusaha menunjukkan bahwa Gerakan Gulen adalah “singa berbulu domba” karena dianggap memiliki maksud terselubung. Gerakan Gulen mendeklarasikan diri sebagai gerakan Islam moderat, namun memiliki tujuan politik yang tersembunyi. Gerakan Gulen seolah menawarkan jalan tengah antara sekulerisme dan Islam sehingga banyak orang dari seluruh dunia tertarik untuk bergabung dengan Gerakan Gulen. Gerakan Gulen sangat mudah dalam menguasai dan menggiring opini publik. Hal ini dikarenakan mereka memiliki pengikut hampir di seluruh lapisan pemeritah. Fakta ini dibuktikan dengan pasca gagalnya kudeta militer pada tahun 2016, banyak sekali orang-orang yang berkecimpung dalam pemerintahan “diberantas” oleh Erdogan. Imbasnya, citra Gerakan Gulen dipertaruhkan.