Mengapa Menolak Ikhwanul Muslimin?
Riset SosialTulisan berjudul “Why Did We Disdown the Muslim Brotherhood?” merupakan karya Omar Gomaa dan Mehmet Ozalp. Artikel ini terbit di International Journal of Islamic Thought tahun 2022. Data dari penelitian ini didapatkan melalui wawancara dengan lima informan mantan anggota dan pemimpin Ikhwanul Muslimin yang memiliki peran vital dalam organisasi tersebut. Seperti yang diketahui bahwa gerakan-gerakan Islam ada di mana-mana, namun beberapa Gerakan Islam dianggap sebagai kelompok Islam Perantara, Misionaris atau Teroris, salah satunya adalah Ikhwanul Muslimin. Penelitian ini membahas mengenai “jati diri” Ikhwanul Muslimin di Mesir. Catatan pentingnya adalah saat ini Ikhwanul Muslimin dilarang di Mesir. Siapa pun yang menjalin komunikasi dengan mantan anggota dan anggota organisasi tersebut akan langsung berujung pada penahanan. Terdapat tiga sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, ideologi Ikhwanul Muslimin. Ketiga, masalah yang terlupakan.
Pendahuluan
Pasca terjadi peristiwa Arab Spring, politik Mesir mengalami perubahan secara signifikan. Hal ini membawa ketertarikan tersendiri bagi para peneliti politik dan sosiologi untuk lebih mengeksplorasi pengaruh para pemain politik di Mesir. Terutama, runtuhnya Rezim Mubarak tahun 2011 setelah adanya demonstrasi selama 18 hari. Salah satu pemain politik penting adalah Ikhwanul Muslimin. Organisasi ini tersebar di mana-mana seperti Eropa, Afrika, Asia dan sebagainya. Namun, Ikhwanul Muslimin di Mesir bisa dianggap sebagai induk dari semua organisasi Islam lain. Bahkan, Ikhwanul Muslimin memberikan pengaruh tidak langsung terhadap organisasi lainnya termasuk al-Qaeda dan ISIS. Oleh sebab itu, Ikhwanul Muslimin sering kali dianggap dan disebut organisasi teroris.
Sejarah Ikhwanul Muslimin seakan mendukung kesengsaraan dan perampasan politik. Terdapat dua momen yang dianggap sebagai masa kesengsaraan organisasi Islam di Mesir. Pertama, Ikhwanul Muslimin yang didirikan oleh Hassan al-Bana dan Ahmed Al-Sokari sebagai sumber pendanaan organisasi mengalami perpecahan. Al-Sokari memilih meninggalkan Ikhwanul Muslimi yang berdampak pada keraguan beberapa anggotanya, apakah Hasan al-Bana masih mampu memimpin tanpa Al-Sokari. Kedua, ketika Gamal Abdel Nasser memimpin Mesir. Ia mendirikan organisasi “tandingan” untuk membatasi ekspansi Ikhwanul Muslimin di tengah masyarakat Mesir. Tujuannya jelas untuk membubarkan Ikhwanul Muslimin dan menggantinya dengan organisasi sosial-nasional yang ia dirikan.
Ideologi Ikhwanul Muslimin
Ideologi Ikhwanul Muslimin menitikberatkan pada perpaduan antara politik dan Islam sebagai satu tubuh, keduanya tidak boleh bercabang. Ideologi ini menekankan bahwa agama dan politik bersifat dikotomis. Hassan al-Banna adalah pendiri Ikhwanul Muslimin. Fokusnya berada di sekitar pengaruh ajaran Islam di masyarakat setelah menghilang karena pengaruh Barat yang jelas di Mesir. Bagi al-Banna, tidak ada pengaruh Islam dalam masyarakat, organisasi Islam gagal menyatukan orang-orang Mesir di bawah bendera Islam.
Politik Islam yang didirikan oleh al-Banna berhasil disebarluaskan di kalangan masyarakat Mesir dan mampu membuat para hakim, perwira militer dan masyarakat untuk mengikutinya. Dominasi politik Islam di Mesir seolah menjadi contoh politik yang disandingkan dengan ideologi politik lain seperti liberalisme dan sosialisme. Perbedaan antara politik Islam yang dianut oleh Ikhwanul Muslimin dengan doktrin Islam lain seperti Wahabisme, al-Qaeda dan ISIS adalah kesadaran akan demokrasi pada wacana politik sebagai pendekatan untuk mencapai agenda politik. Wahabisme di Arab Saudi meyakini bahwa penguasa negara adalah Raja. Di sisi lain, al-Qaeda dan ISIS menganggap bahwa wacana politik dan demokrasi sebagai musuh Islam. Namun, ideologi politik Islam juga telah menemukan “musuhnya,” terutama di Timur Tengah. Sebagian besar rezim Arab menyatakan perang politik terhadap Islam yang dipimpin oleh Ikhawanul Muslimin. Akibatnya, Ikhwanul Muslimin menghadapi pencabutan hak politik ketika kepemimpinan Presiden Nasser. Sebaliknya, Islam politik dan Ikhwanul Muslimin sangat disambut baik di Eropa dan Asia, khususnya Malaysia dan Indonesia. Ikhwanul Muslimin memiliki banyak cabang di mana mereka melakukan kegiatan sosial dan politik di Eropa. Inggris terus menganggap Ikhwanul Muslimin sebagai aliansi politik. Sampai saat ini, Inggris menolak mempertimbangkan organisasi tersebut sebagai organisasi teroris.
Masalah yang Terlupakan
Kudeta militer tahun 2013 sebagai ambisi Ikhwanul Muslimin untuk memerintah Mesir berdasarkan ajaran Islam menjadi mimpi buruk bagi para anggota organisasi tersebut. Kudeta militer telah menjadi masalah bagi Ikhwanul Muslimin dan seluruh rakyat Mesir dalam berbagai aspek, termasuk ekonomi dan politik. Pasca kudeta militer, praktik politik Ikhwanul Muslimin menghilang di mana organisasi tersebut gagal membuka wacana politik dengan pemimpin kudeta, al-Sisi.
Ikhwanul Muslimin mengambil langkah dengan memanfaatkan media massa dengan menyiarkan saluran TV dari Turki untuk menentang kudeta militer di Mesir. Paradoksnya adalah apa yang dilakukan oleh Ikhwanul Muslimin dilemahkan oleh berbagai hal. Salah satunya adalah para pemimpin Ikhwanul Muslimin yang lebih fokus pada bisnis dengan membuka sekolah, perusahaan bahkan universitas dengan mengabaikan isu “qadiyah” untuk menggulingkan rezim militer.
Masalah yang terjadi di Mesir, membuat beberapa anggota Ikhwanul Muslimin keluar dari organisasi tersebut. Situasi tersebut telah mengubah organisasi Islam tersebut secara internal. Pertama, para pemimpin Ikhwanul Muslimin yang mulai berubah haluan dan fokus menjadi pengusaha. Mereka seakan hanya fokus menghidupi keluarga mereka, lupa dengan tujuan awal organisasi tersebut. Kedua, pengabaian yang disengaja dari para pemimpin terkait masalah sosial mereka. Terdapat beberapa mantan anggota Ikhawanul Muslimin yang menderita secara psikologi selama kudeta Mesir terjadi. Sebaliknya, para pemimpin organisasi tersebut mengabaikan tekanan psikologis anggotanya.
Kesimpulan
Secara garis besar, penelitian ini berusaha menjelaskan mengapa Ikhwanul Muslimin tidak diakui keberadaannya. Meskipun Ikhwanul Muslimin dianggap sebagai gerakan Islam paling berpengaruh di seluruh dunia, namun secara politik gagal dalam menyatukan anggotanya. Sayangnya, artikel tersebut tidak menjelaskan poin-poin penting secara detail, seperti sejarah Ikhwanul Muslimin di Mesir, kudeta yang terjadi di Mesir, pengaruh signifikan kudeta terhadap Ikhwanul Muslimin, dan bagaimana organisasi Ikhwanul Muslimin saat ini. Namun dibalik sedikit kekurangan di atas, artikel ini tetap memberikan informasi yang cukup banyak mengenai Ikhwanul Muslimin.