(Sumber : Krisan Online)

Penghormatan Terhadap Bendera Negara: Kafir kah?

Riset Sosial

Artikel berjudul “Flag Respect in Indonesia: A Study of Islamic Literature and Legislation in Indonesia” merupakan karya Bakhrul Huda, Nur Syam dan Achmad Safiudin R. Tulisan ini terbit di Al-Daulah: Jurnal Hukum dan Perundangan Islam tahun 2023. Tujuan penelitian ini adalah menjawab betapa keberagamaan umat manusia tidak perlu dipertanyakan lagi dalam literatur Islam, bagaimana urgensi bendera dalam literatur Islam, dan bagaimana urgensi penghormatan bendera dalam negara hukum. Metode yang digunakan untuk menjawab pertanyaan adalah studi kepustakaan. Terdapat empat sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, keanekaragaman manusia yang tak terelakkan. Ketiga, urgensi bendera dalam negeri. Keempat, urgensi penghormatan bendera negara. 

  

Pendahuluan

  

 Perdebatan mengenai keabsahan pengibaran bendera Negara Syariat Islam selalu digaungkan di media sosial. Terutama, ketika upacara peringatan 17 Agustus diadakan. Media sosial menjadi salah satu alat propaganda yang paling banyak digunakan, salah satunya mempromosikan isu di atas. Kelompok yang berafiliasi denngan Wahabi Saudi atau mantan simpatisan Hizbut Tahrir Indonesia (HTI) sangat tidak sepakat dengan upacara. Mereka menganggap momen seremonial ini sebagai “pemujaan” terhadap bendera. Selain itu, berdiri dan memberikan penghormatan terhadap bendera dianggap melanggar hukum. Bagi kelompok-kelompok di atas, hormat terhadap bendera adalah bid’ah karena tidak pernah dilakukan oleh Rosulullah SAW. Kekaguman harus tertuju hanya pada Allah SWT saja, jika masih melakukan penghormatan terhadap bendera, maka dianggap tauhidnya tidak sempurna. Hormat terhadap bendera juga dianggap syirik dan musyrik. 

  

Keanekaragaman Manusia yang Tak Terelakkan

  

Keberagaman umat manusia adalah sebuah keniscayaan. Terbentuknya suku, rasa dan bangsa adalah fitrah manusia. Hal ini tercantum dalam firman Allah SWT pada Q.S Al-Hujarat: 13. Artinya: “Wahai umat manusia! Sesungguhnya Kami menciptakan kamu dari seorang laki-laki dan perempuan, dan menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku agar kamu saling mengenal. Sesungguhnya orang yang paling mulia di sisi Allah SWT adalah orang yang paling bertakwa di antara kamu. Allah SWT sebenar-benarnya Maha Mengetahui.”

  

Berdasarkan ayat di atas, salah satu ulama, Quraish Shihab menafsirkan bahwa tujuan penciptaan berasal dari pria dan wanita yakni Adam dan Hawa. Tujuan dibentuknya bangsa dan suku bukan seperti yang kita jumpai saat ini. Sebab, pada saat ayat tersebut turun, belum ada konsep kewarganegaraan seperti saat ini. Ayat tersebut juga menyebutkan tentang mengenal satu sama lain. Quraish Shihab menambahkan bahwa saling mengenal adalah cara mencapai tujuan bersama yakni saling menghargai yang diawali dengan pengakuan. Pengakuan akan keberadaan adalah kebutuhan dan saling menghargai adalah tujuan. 

  

Pada konteks Indonesia, masyarakat bersifat majemuk. Kemajemukan ini dikarenakan kondisi internal bangsa itu sendiri, salah satunya letak geografis. Pluralitas ini adalah salah satu citi multikulturalisme, di mana dapat diartikan sebagai keyakinan bahwa kelompok etnis dapat hidup berdampingan secara damai dengan saling menghargai dan menghormati. Multikulturalisme juga dianggap sebagai formasi sosial yang membuka jalan bagi penciptaan ruang identitas yang beragam, serta jembatan yang menghubungkan ruang tersebut untuk integrasi. Keberagaman yang tidak dapat dielakkan ini bukan menjadi alasan untuk saling memecah belah dengan alasan kepentingan masing-masing kelompok. Seharunya, justru menjadi semangat saling memahami perbedaan dan memperkuat persatuan, terutama pada konteks negara. 

  

Urgensi Bendera dalam Negeri


Baca Juga : Menenun Solusi Membangun Kemandirian Ekonomi di Tengah Pandemi

  

Keberadaan bendera sebagai simbol dan identitas masyarakat, sudah ada sebelum munculnya Islam. Bendera pada masa pra-Islam digunakan oleh bangsa Arab dalam berbagai warna dan bentuk. Kemudian diikatkan tombak yang tinggi dan dibawa oleh komando pasukan perang. “Rayat Al-Uqab (Panji Elang) adalah nama bendera yang pertama kali digunakan oleh Nabi Muhammad SAW sebagai identitas kekuatan Islam. Bendera ini menggunakan kain wol, berbentuk kotak berwarna hitam dengan tulisan “La Ilaha Illallah Muhammad Rosulullah” yang ditulis warna putih ala huruf arab kuno. Pasca wafatnya Nabi Muhammad SAW, para Khulafaurrasyidin menggunakannya dalam pemerintahan. Jadi, dapat dipahami bahwa Nabi pertama kali menggunakan bendera ini sebagai identitas pasukan perang. 

  

Saat ini, secara konseptual bendera bagi sebuah negara memiliki makna psikologis yang terikat erat secara emosional. Selain itu, juga mewakili nilai-nilai suatu bangsa, cerminan dari sejarah dan perjuangannya. Bagi sebagian orang, bendera adalah simbol jiwa dalam arti representasi simbolik kesadaran nasional. Bendera nasional sebagai identitas bangsa berakar pada nilai kebangsaan. Artinya, sekelompok orang yang dianggap secara nasional memiliki kesamaan identitas, bahasa, ideologi, budaya, sejarah dan tujuan yang sama. 

  

Bendera merah-putih adalah lambang identitas negara Indonesia yang mencerminkan kedaulatan dan kehormatan negara yang diperoleh dalam perjuangan kemerdekaan. Seluruh komponen masyarakat dari berbagai suku dan budaya bersatu dalam semangat yang sama untuk memperoleh kemerdekaan. Oleh sebab itu, identitas negara seperti bendera, bahasa dan lambang negara, serta lagu kebangsaan juga harus menjadi sarana pemersatu identitas. 

  

Urgensi Penghormatan Bendera Negara

  

Darul Ifta’ Mesir yang saat itu dipimpin oleh Syekh Ali Jum’ah telah secara konkrit menyampaikan bolehnya memberi hormat kepada bendera negara, serta berdiri ketika lagu kebangsaan dikumandangkan. Fatwa ini dimuat dalam website “dar-alifta.org” yang bahkan telah diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia. Mesir adalah salah satu lembaga keagamaan yang terstruktur dengan baik melalui pendidikan agama yang diajarkan bertahap di al-Azhar. Hal ini menjadikan negara ini sebagai rujukan pertama dalam hal pendidikan agama Islam. 

   

Pada dalil fikih, hukum asli untuk semua perkara boleh saja sepanjang tidak ada dalil yang melarangnya. Sebagaimana QS. Al-An’am:119, riwayat Ibnu Majah:33, dan Al-Tirmidzi: 34 yang berbunyi: “Yang halal adalah yang dibolehkan Allah SWT dalam kitab Suci-Nya dan yang haram adalah yang dilarang-Nya dalam Kitab Suci-Nya. Sedangkan, sesuatu yang Dia diamkan, termasuk di antara yang Dia Ampuni.”

  

Jadi, jika seseorang menghormati bendera karena rasa cintanya terhadap tanah air, maka dapat disimpulkan bahwa menghormati bendera adalah salah satu sarana mewujudkan rasa cinta. Hal ini tidak dapat disangkal bahwa mencintai tanah air adalah suatu keharusan, maka otomatis menghormati bendera adalah suatu keharusan. Allah SWT telah menciptakan jiwa manusia dengan mencintai tanah airnya dan merindukannya. Hal ini dapat ditemukan pada sikap Nabi Muhammad SAW. Ketika beliau berdiri di Hazwarah (sudut kota Makkah), Rosulullah SAW mengutarakan keinginannya untuk tinggal di kampung halamannya di kota Makkah. 

  

Perdebatan mengenai penghormatan terhadap bendera kembali menjadi sorotan masyarakat, ketika ada pejabat pemerintah yang oleh sebagian kalangan dianggap tidak menghormati bendera merah-putih. Sejauh ini, ketentuan mengenai penghormatan bendera terdapat dalam Peraturan Pemerintah Pasal 20 Nomor 40 Tahun 1958 tentang Bendera Negara Republik Indonesia dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 tentang Bendera, Bahasa, Lambang Negara serta Lagu Kebangsaan. Pembentukan Undang-Undang ini adalah amanat Pasal 36C UUD 1945. 

  

Setiap warga negara wajib menjunjung tinggi jati diri negara sebagai rasa cinta dan mengakui kedaulatan serta kehormatan negara, salah satunya dengan sikap hormat pada upacara bendera. Tentu, sikap yang mencerminkan penolakan terhadap kehormatan identitas negara patut mendapatkan sanksi karena dianggap tidak pantas. Keberadaan Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009 diharapkan dapat mengatasi berbagai persoalan terkait praktik penggunaan identitas negara dan berbagai hal terkait tata cara penggunaan Bendera, Bahasa, dan Lambang Negara, serta Lagu Kebangsaan. Termasuk juga ketentuan pidana bagi siapa saja yang dengan sengaja melanggar ketentuan yang terdapat dalam undang-undang ini.

  

Kesimpulan

  

Secara garis besar penelitian tersebut menjelaskan bahwa keberadaan manusia yang beragam adalah sunnatullah. Sedangkan, bendera yang menjadi identitas dan mewakili identitas bangsa tercatat dalam sejarah sastra Islam. Penghormatan bendera adalah ungkapan rasa syukur, cinta tanah air, dan juga simbol mengenang jasa para pahlawan. Sikap menghormati bendera juga tertulis dalam Peraturan Perundang-Undangan Peraturan Pemerintah Pasal 20 Nomor 40 Tahun 1958 dan Pasal 15 Undang-Undang Nomor 24 Tahun 2009. Menghormati berarti menjunjung tinggi jati diri negara sekaligus ciri khas negara. Selain itu, sebagai wujud rasa cinta, serta pengakuan akan kedaulatan negara.