(Sumber : detikcom)

Sambutan Masyarakat Atas Ajakan Poligami di Media Sosial

Riset Sosial

Artikel berjudul “Indonesian Muslim Society’s Reception of Sensation Language and Invitation to Polygamy on Social Media” merupakan karya Rika Astari, Djamaluddin Perawironegoro, Muhammad Irfan Faturrahman, dan Hanif Cahyo Adi Kastoro. Tulisan ini terbit di Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies tahun 2023. Tujuan dari penelitian ini adalah memetakkan bentuk persepsi, faktor yang melatarbelakanginya, dan dampaknya terhadap wacana publik tentang hukum poligami. Penelitian ini adalah jenis kualitatif dengan teknik analisis interpretatif yang dimulai dari penyajian data, deskripsi dan diakhiri dengan interpretasi data. Terdapat empat sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, penerimaan hegemoni yang dominan terhadap bahasa ajakan poligami. Ketiga, penerimaan yang dinegosiasikan atas ajakan poligami. Keempat, penerimaan pihak oposisi terhadap ajakan poligami. 

  

Pendahuluan

  

Kampanye mengenai seruan poligami semakin marak di media sosial. Bentuknya adalah postingan video, membuat kelompok poligami, bahkan pelatihan dengan bahasa yang beragam sekaligus sensasional. Bahasanya condong ekspresif dengan tujuan mengajak dan menarik minat menggunakan bahasa gaul yang berkarakter ramah, mudah bergaul, modern, dan canggih. 

  

Salah satu contoh kampanye poligami lewat media sosial adalah Channel Poligami Asyik milik Ustaz Awan (UA). Selain memberikan pelatihan pada kelas online mengenai poligami, ia membuat group pro poligami, dan channel Youtube yang diperankan dirinya sendiri dan kedua istrinya. UA merupakan mubaligh muda yang berdakwah melalui media sosial dan di masjid-masjid. Topik yang sering ia bawakan adalah pernikahan, mencari jodoh, dan poligami. Bahasa yang digunakan condong gaul dan sensasional. 

  

Penerimaan Hegemonik yang Dominan Terhadap Bahasa dan Ajakan Poligami

  

Dakwah poligami yang dibawakan oleh UA condong mudah dipahami, bahkan dianggap menginspirasi. Akibatnya audiens akan condong menginspirasi mereka untuk melakukan poligami dan kemudian menyampaikan pada orang terdekat. Penerimaan dakwah mengenai poligami dipetakan menjadi dua yakni mereka yang menerima Undang-Undang poligami karena menguntungkan keluarga yang berpoligami; serta menerima Undang-Undang poligami karena mengurangi kasus perselingkuhan dan perzinahan. 

  

Bagi UA, terdapat beberapa persepsi yang salah mengenai poligami. Pertama, asal muasal poligami yang sah boleh (mubah) tidak wajib. Kedua, adanya pandangan bahwa poligami adalah mencari pertukaran isi pertama. Hal ini disebabkan adanya anggapan bahwa istri pertama memiliki banyak kekurangan. Misalnya, istri pertama mengalami kecelakaan dan menjadi lumpuh sehingga tidak mampu melayani suaminya. Melalaui poligami, suami memiliki istri kedua, sehingga istri pertama mendapat pahala dengan mengizinkan suaminya menikah lagi. Istri kedua dapat melayani suaminya dan mengurus istri pertama. Poligami adalah tanda kesempurnaan hukum Islam. Ketiga, persepsi yang salah adalah istri kedua merupakan pelaku. 

  

Penerimaan yang Dinegosiasikan Atas Ajakan Poligami


Baca Juga : War Takjil Nonis Vs. Muslim: Ramadhan Seru Tahun Ini

  

Penerimaan terhadap posisi negosiasi menunjukkan bahwa masyarakat mencampuradukkan penafsirannya dengan pengalaman sosial tertentu. Kelompok yang termasuk pada kategori ini berbeda antara menerima dan menolak. Pertama, mereka menerima dengan syarat istri harus Ikhlas dan memahami hukum poligami. Kedua, mereka menerima dengan syarat memenuhi materi keluarga poligami secara mencukupi. Ketiga, menerima poligami dengan syarat laki-laki bisa bertindak adil. 

  

Salah satu video UA menjelaskan mengenai apa yang perlu dipersiapkan bagi istri kedua, ketiga dan keempat selain mental. Pasca perkawinan poligami, ketika suami bersama istri pertama, maka istri kedua, ketiga dan keempat harus mampu mengelola perasaan dan rasa cemburu, dan cemoohan orang lain. Kedua, ketika memasuki rumah istri pertama, istri kedua harus menyesuaikan diri dengan aturan suami dan istri pertama. Jangan melawan arus. Ketiga, istri kedua harus banyak memberikan manfaat, misalnya menambah keuangan rumah tangga.

  

Penerimaan Pihak Oposisi Terhadap Ajakan Poligami

  

Penerimaan terhadap penolakan masyarakat dapat dipetakan menjadi tiga. Pertama, penolakan akibat lemahnya sahnya perkawinan. Lemahnya legalitas perkawinan terlihat dari suami yang melakukan poligami dengan diawali nikah siri. Akibatnya, tidak hanya muncul dampak psikologis tapi psikososial terhadap anak. Mereka menjadi sakit hati, marah, kecewa dan tidak nyaman berada di rumah.

  

Kedua, penolakan karena peningkatan jumlah penduduk. Data sensus penduduk Indonesia menunjukkan terjadi peningkatan jumlah penduduk lima tahun terakhir. Sebagian menolak poligami dengan pertanyaan interogatif, serta ada pula sindiran bahwa poligami menyebabkan banyak wanita usia subur hamil dan berdampak pada peningkatan jumlah penduduk. 

  

Ketiga, penolakan poligami karena dampak psikologis terhadap istri. Menurut UA, hal ini dapat diminimalisir dengan suami yang harus menjelaskan hukum poligami terhadap istri. Jangan tiba-tiba ingin berpoligami, melainkan melihat kesiapan mental istri. Selain itu, suami juga harus melakukan pembicaraan awal dengan ibunya untuk membahas poligami secara bertahap. Begitu pula dengan masyarakat setempat, jadi tidak ada yang disembunyikan agar tidak terkesan sebagai istri simpanan. Terakhir, suami harus bisa memastikan istri mendapat manfaat dari program poligami. 

  

Kesimpulan

  

Secara garis besar penelitian ini menjelaskan bahwa penerimaan masyarakat terhadap ajakan poligami di media sosial lebih disebabkan oleh ekspresi personal, interpersonal yang dibicarakan di media sosial. Kemudian dipresentasikan di media. Perbedaanya presepsi yang dibicarakan kemudian menjadi hybrid berupa postingan tentang poligami yang didramatisasi sehingga tidak sejalan dengan syariat Islam. Ajakan poligami dengan bahasa sensasional dapat menarik perhatian publik sehingga mendapatkan viewers yang cukup banyak. Selain itu, ada dua fakta mengenai penerimaan masyarakat terhadap bahasa sensasional ajakan poligami di media sosial. Pertama, penerimaan masyarakat tidak hanya dilatarbelakangi pengalaman personal dan interpersonal dalam mengutarakan alasan penerimaan poligami, melainkan media yang membentuk wacana publik. Tentu saja, wacana ini dilatarbelakangi budaya yang beragam sehingga penerimaan juga beragam. Kedua, penelitian ini memberikan perspektif baru bahwa penerimaan masyarakat juga dipengaruhi media sosial bukan hanya faktor pengetahuan