Stigma Minoritas Niqab di Area Kampus
Riset SosialArtikel berjudul “The Minority Stigma of Niqabi in Social Communities: A Study of Living Sunnah on Niqab-Wearing Students at the State Islamic University in Lampung” merupakan karya Ahmad Isnaeni, Fauzan, Is Susanto, Abdul Malik Ghozali, dan Edriagus Saputra. Tulisan ini terbit di Qudus Internasional Journal of Islamic Studies (QIJIS) tahun 2024. Studi tersebut fokus pada stigma minoritas yang dihadapi pemakai niqab, khususnya mahasiswa di Lampung, Indonesia. Penelitian tersebut menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan fenomenologis. Subjek penelitian adalah mahasiswa bercadar, mahasiswa umum, dan dosen UIN Lampung. Metode penentuan subjek penelitian dengan purposive sampling. Terdapat empat sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, persepsi mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) terhadap pemakai niqab. Ketiga, stigma dan persepsi komunitas mahasiswa terhadap pemakai niqab. Keempat, persepsi masyarakat terhadap pemakai niqab di beberapa kampus di Indonesia .
Pendahuluan
Islam adalah agama yang sangat memperhatikan seluruh aspek kehidupan umatnya. Kelengkapan aturan ini memudahkan para penganutnya dalam menjalankan aturan syariat Islam. Di antara aturan tersebut adalah tentang cara berpakaian baik pria dan wanita. Ada standar minimum tentang apa yang harus ditutupi sebagai cara menjaga diri dari memperlihatkan bagian tubuh yang bersifat pribadi/aurat. Dewasa ini, selain kewajiban menutup aurat, pakaian wanita kerap menjadi bahan pembicaraan dan dikaitkan dengan adat istiadat sosial masyarakatnya. Seiring perkembangan model pakaian, pakaian dapat melambangkan eksistensi individu, status sosial, ketaatan dan keberagamaan.
Dewasa ini, mengenakan niqab dianggap sebagai penerapan sunnah Nabi Muhammad SAW dalam kehidupan dan sebagai bukti ketaatan seorang wanita muslim. Niqab adalah fenomena sunnah yang hidup dan menyampaikan pesan keagamaan di ruang publik yang berbudaya. Praktik mengenakan niqab sebagaimana diwariskan dari generasi ke generasi melalui wasiat lisan Nabi Muhammad SAW dianggap sebagai tradisi budaya. Di sini perjumpaan ajaran agama dan budaya lokal menjadi hal tak terelakkan. Jadi, mengenakan niqab adalah tradisi di kalangan wanita muslim dengan motif menjalankan sunah, meskipun diperlukan latar belakang dan motivasinya.
Persepsi Mahasiswa Universitas Islam Negeri (UIN) Terhadap Pemakai Niqab.
Beberapa perguruan tinggi negeri Islam di Indonesia telah secara tegas melarang civitas akademika mengenakan niqab saat di lingkungan kampus, salah satunya adalah UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta. UIN Lampung sendiri belum melarang secara tertulis penggunaan niqab bagi mahasiswi saat beraktivitas di lingkungan kampus. Ada pro dan kontra bagi pengambil kebijakan di tingkat universitas, dan ada pemimpin yang secara gamblang menyatakan ketidaksetujuannya.
Hasilnya, cadar bukan menjadi penghalang bagi mereka untuk berinteraksi secara intens dengan mahasiswa dan dosen. Mereka mengikuti kegiatan di dalam dan luar kelas secara rutin. Kelompok minoritas ini menyatakan tidak ada sikap diskriminatif dari teman, tenaga kependidikan, maupun dosen. Bagi mereka, menggunakan niqab adalah upaya memperbaiki diri dengan terus meningkatkan kualitas diri dan menghindari fitnah karena wajah dan penampilan. Mengenakan niqab adalah langkah pertama menuju perbaikan diri. Terdapat perbedaan pula dalam perilaku mereka. Sebelum menggunakan niqab, mereka bebas berinteraksi dengan seluruh individu tanpa membuat perbedaan apa pun. Namun, setelah menggunakan niqab, mereka membatasi interaksi sosialnya hanya dengan individu tertentu. Jadi, niqab seakan menjadi penghalang pelindung terhadap tindakan bermoral dan berfungsi sebagai pengingat untuk selalu berbuat baik.
Stigma dan Persepsi Komunitas Mahasiswa Terhadap Pemakai Niqab
Baca Juga : Naturalisasi Peluang atau Ancaman?
Beberapa narasumber menyatakan bahwa mereka menggunakan cadar karena motivasi dari tempat menuntut ilmu. Selain itu, motivasi lain adalah menghindari pelecehan dari kaum lelaki. Terlebih, mereka merasa tidak nyaman ketika orang-orang menatapnya dengan tajam dan seakan disertai perasaan suka. Namun, mereka juga meyakini bahwa faktor utama yang membuat mengenakan cadar adalah hidayah Allah SWT yang menggetarkan hati. Mereka bersyukur diterima di lingkungan tempat menuntut ilmu.
Mereka memahami bahwa sebagian mazhab fikih secara tegas menganjurkan penggunaan niqab bagi wanita. Mengenai pergaulan sekelas, mereka bergaul sebagaimana anak muda pada umumnya, berbaur, dan berinteraksi tanpa hambatan yang berarti. Hanya saja, ada sebagian orang yang terlalu enggan, sehingga membuat diskusi menjadi datar, formal, dan sangat membosankan. Jadi, mereka mengenakan niqab adalah memelihara diri dan akalnya demi kemaslahatan dirinya sendiri, dan salah satu bentuk pelaksanaan konsep tujuan syariat.
Persepsi Masyarakat Terhadap Pemakai Niqab di Beberapa Kampus di Indonesia
Di UIN Sunan Ampel Surabaya, beberapa mahasiswi memilih mengenakan cadar, bukan semata karena keyakinan agama, melainkan pilihan gaya hidup. Hal ini terkadang berdampak negatif terhadap pergaulan sesama mahasiswa. Tidak jauh berbeda, di UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta, cadar condong dikenakan sebagai aksesori dan gaya hidup. Namun, hal ini menjadi polemik karena salah satu pimpinan rektorat menyatakan adanya larangan mengenakan cadar. Meski terkadang muncul stigma dan kesan negatif, cadar condong eksklusif dari sesama mahasiswa. Di kalangan dosen dan lembaga, tidak ada larangan atau opini negatif bagi pemakai cadar.
Di UIN Batu Sangkar, pengguna Niqab condong eksklusif dan kurang berbaur dengan sesama mahasiswa di lingkungan kampus. Sedangkan, di UIN Imam Bonjol Padang, mahasiswi yang mengenakan cadar aktif mengikuti kajian di antara mereka. Pihak kampus tidak membatasi kegiatan mereka karena kecenderungan pribadi. Di UIN Raden Fatah Palembang, sebagian mahasiswa bercadar tidak membatasi diri bersosialisasi dengan sesama. Mereka terbiasa bersosialisasi. Tidak ada stigma negatif terhadap para pemakai niqab karena bukan semata karena ideologi, melainkan gaya hidup.
Universitas Islam Selangor Malaysia tidak memberlakukan batasan apa pun bagi mahasiswa yang mengenakan niqab. Niqab dianggap sebagai sunnah nabi dan karenanya wajib dikenakan. Mereka berbaur dengan sesama mahasiswa, dan tidak ada stigma negatif dari sesama mahasiswa. Namun, beberapa dosen tidak memperbolehkan mengenakan niqab, sementara di luar kelas diperbolehkan.
Kesimpulan
Para mahasiswa yang mengenakan niqab termasuk dalam upaya menjalankan sunah sebagai identitas keagamaan yang urgensinya adalah mencegah tindakan negatif. Motivasi mengenakan niqab adalah untuk mengikuti tren, gaya hidup, dan hijrah terkini. Komunitas mahasiswa tidak menemui stigma negatif yang signifikan. Namun, ada sindiran dan tuduhan sesekali bahwa mereka termasuk dalam ideologi radikal yang terkait dengan terorisme. Dengan demikian, pemakaian niqab oleh para mahasiswi tidak menghalangi kebebasan berekspresi dan berpartisipasi dalam kegiatan di kampus.