(Sumber : Liputan6.com)

Tren Antara Poligini dan Monogami

Riset Sosial

Artikel berjudul “Between Polygyny and Monogamy: Marriage in Saudi Arabia and Beyond” merupakan karya Sumanto al-Qurtuby. Tulisan ini terbit di Al-Jami’ah: Journal of Islamic Studies tahun 2022. Penelitian tersebut membahas kajian fenomena sosial kontemporer masyarakat Arab Saudi mengenai konsep dan praktik pernikahan, khususnya poligini dan monogami. Tujuannya adalah mengilustrasikan perubahan dan kemajuan Arab Saudi melalui perubahan pola dan praktik pernikahan. Data diperoleh dari temuan penelitian lapangan dan wawancara dengan 20 pemuda Arab Saudi berusia 20-25 tahun di berbagai wilayah kerajaan.  Terdapat empat sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, monogami dan poligami di masyarakat. Ketiga, poligini serta monogami dalam Islam dan Arab Saudi. Keempat, anggapan pemuda Saudi tentang pernikahan. 

  

Pendahuluan

  

Beberapa tahun terakhir, Arab Saudi mengalami perubahan sosial budaya keagamaan besar-besaran di berbagai domain seperti pendidikan, pariwisata, industri hiburan, olahraga, pakaian, praktik keagamaan, sistem perkawinan, bahkan peran dan hubungan gender. Perubahan produktif ini bukan hanya untuk memenuhi ‘arahan’ Saudi Vision 2030 yakni sebuah kerangka kerja strategis untuk mengurangi ketergantungan Arab Saudi pada minyak, mendiversikan ekonomi dan mengembangkan sektor layanan publik, melainkan juga hasil proses panjang modernisasi, globalisasi, developmentalisme dan rasionalisasi masyarakat. Salah satu perkembangan sosial budaya yang baru adalah fenomena praktik, pilihan sekaligus perspektif mengenai pernikahan di kalangan generasi muda Arab Saudi. 

  

Arab Saudi adalah salah satu negara mayoritas muslim di mana poligami masih legal. Negara lain yang secara resmi mengizinkan poligami adalah Afrika Selatan, Mesir, Eritrea, Maroko, dan Malaysia. Iran dan Libya juga melegalkan dengan syarat mendapatkan persetujuan tertulis dari istri pertama. Di Indonesia umumnya tidak mengizinkan poligami khususnya bagi pegawai negeri sipil (PNS). Pada dasarnya Undang-Undang Perkawinan Indonesia yakni UU Nomor 1 Tahun 1974 menganut asas perkawinan monogami. Namun, tetap memberikan ruang bagi poligami dalam kondisi atau keagaan tertentu dengan proses pengadilan. 

  

Monogami dan Poligami di Masyarakat 

  

Poligini adalah praktik pernikahan di mana seorang pria menikahi beberapa wanita secara bersamaan, sedangkan poligami adalah praktik pernikahan di mana seorang pria menikahi lebih dari satu wanita dengan kurun waktu tertentu/berbeda. Menurut Pew Research Centre, di era modern saat ini praktik poligami, poligini dan poliandri jarang terjadi. Padahal, di beberapa negara Kawasan Asia dan Timur Tengah memperbolehkan, meskipun tidak dipraktikkan secara luas. 

  

Secara historis, poligami telah lama menjadi praktik pernikahan yang dapat diterima oleh berbagai agama dan etnis di hampir seluruh dunia. Mungkin banyak yang beranggapan bahwa poligini dan poligami tidak sesuai dengan citra masyarakat modern. Namun, di beberapa wilayah seperti Afrika, poligini adalah bagian dari menunjukkan rasa hormat terhadap budaya dan adat istiadat mereka. Beberapa muslim yang mempraktikkan pernikahan poligami juga melihatnya sebagai ajaran, prinsip dan devosi agama. 

  

Di era modern, menurut sosiolog Remi Clignet dalam tulisannya berjudul “Many Wives, Many Powers: Authority and Power in Polygynous Families” poligini lebih tersebar luas di Afrika dibandingkan benua lain. Hal ini didukung oleh pakar Afrika lain seperti Hanan Jcoby dan James Fenske yang menegaskan bahwa negara Afrika dari Senegal hingga Tanzania akan umum menemukan lebih dari sepertiga wanita memilih hidup berpoligami. Laporan terbaru Pew Research Center juga menegaskan bahwa 11% penduduk di Afrika Sub Sahara hidup dengan lebih dari satu pasangan. 


Baca Juga : Sengketa Patung Dewa: Politisasi Agama, Intoleransi dan Perlawanan

  

Secara antropologis pada abad sebelumnya menunjukkan bahwa praktik pernikahan poligini banyak diakui masyarakat dunia dan berlanjut di beberapa masyarakat hingga kini. Menariknya, umat Islam bukan satu-satunya kelompok yang mempraktikkan poligini. Meskipun begitu, di era kontemporer ini masyarakat non-muslim juga umunya mengetahui poligini karena muslim mempraktikkannya. 

  

Poligini serta Monogami dalam Islam dan Arab Saudi 

   

Di Arab Saudi, seorang pria melakukan poligami dengan alasan nilai dan prinsip agama Islam, serta sebagai dukungan atas kebijakan pemerintah. Dasar hukum pernikahan yang digunakan pemerintah Saudi adalah hukum Islam mazhab Hanbali. Namun, meskipun agama dan politik mendukung atau tidak mencegah poligini, tidak semua masyarakat Saudi mempraktikkannya. Bagi umat Islam Saudi yang mempraktikkan poligini, Islam adalah sumber inspirasi yang penting. Meski tidak menganjurkan, penjelasan dalam al-Qur’an tidak melarang poligami. Secara teoretis, sebagaimana dinyatakan dalam al-Qur’an (4:3), seorang pria dapat menikah hingga empat wanita jika memenuhi syarat, salah satunya adalah memperlakukan mereka dengan adil. Artinya, konsep poligini dalam Islam adalah untuk kondisi tertentu dan khusus. 

  

Media sering kali menyoroti Arab Saudi sebagai salah satu pusat praktik poligini di negara dengan mayoritas muslim. Banyak yang keliru menganggap bahwa menikah dengan lebih dari satu wanita di Arab Saudi adalah norma, meskipun memang hingga saat ini sejumlah besar orang Saudi masih mempraktikkan poligami. Pada tahun 2016, Otoritas Statistik Umum Saudi telah menyatakan bahwa sekitar 500.000 orang Saudi melakukan poligami dengan dua bahkan lebih istri. 

  

Menurut Mansour al-Duhaiman, terdapat lima alasan poligini dilakukan terutama dalam lingkup kerajaan. Pertama, terkait dengan nilai dan ajaran agama Islam yang tidak mencegah umat Islam memiliki lebih dari satu istri. Kedua, tanggungan kebutuhan emosional, psikologis, intelektual, sosial serta seksual suami yang tidak terpenuhi dalam pernikahan pertama. Ketiga, kurangnya rasa hormat dan penghargaan dari istri pertama. Keempat, masalah anggapan ketidaksuburan istri. Kelima, pria yang berasal dari keluarga poligami. 

  

Anggapan Pemuda Saudi tentang Pernikahan

  

Secara garis besar terdapat sepuluh alasan mengapa para pemuda Saudi condong memilih hidup monogami. Pertama, meskipun poligami diperbolehkan, namun Islam menganjurkan monogami. Selain itu, jika melakukan poligini takut jika melakukan ketidakadilan terhadap istri baik secara finansial, seksual maupun psikologis. Kedua, monogami lebih masuk akal, sebab memiliki banyak istri akan lebih rumit. Ketiga, monogami akan condong menyebabkan hubungan rumah tangga kurang kompleks, poligini justru menyebabkan pemborosan. Keempat, biaya pernikahan monogami lebih murah. Kelima, monogami lebih meringankan ekonomi dan beban keuangan. Keenam, monogami lebih mudah untuk mengurus istri dan anak, sedangkan poligini berpotensi membuat kecemburuan dan perselisihan di antara istri dan anak. Ketujuh, monogami lebih meminimalisir perselisihan. Kedelapan, monogami dianggap lebih bermakna, bermanfaat dan lebih cocok bagi keluarga. Kesembilan, monogami meningkatkan kepercayaan dan kesetiaan satu sama lain. Kesepuluh, anak-anak bisa memiliki lebih banyak waktu dengan orang tua mereka. 

  

Kesimpulan

  

Secara garis besar, penelitian di atas menyimpulkan bahwa banyak alasan, faktor, motif dan alasan yang mendorong pria muda Saudi memilih monogami. Nilai-nilai agama bukan menjadi satu-satunya faktor dalam proses pengambilan keputusan, termasuk pernikahan di kalangan orang Saudi kontemporer. Hal ini disebabkan faktor lain berupa ekonomi, finansial dan psikologis yang membuat mereka berpikir bahwa monogami lebih realistis. Pandangan para pemuda Saudi di Era kontemporer ini tentu bertentangan dengan pandangan Salafi Indonesia yang mendukung bahkan mempromosikan pernikahan poligami untuk mencapai ‘amanat al-Qur’an’ dan praktik Nabi Muhammad.