(Sumber : Lifestyle-bisnis.com)

Dilema Gender: 'Khunsa' Menurut Medis dan Hukum Islam

Riset Sosial

Artikel berjudul “Gender Decision Dilemma of Disorders of Sex Development (Khunsa) in Islamic Law with Medical Approach” merupakan karya Edi Susilo, Ahmad Zahro, Budi Santoso dan Sultana MH Faradz. Tulisan ini terbit di International Journal of Islamic Thought tahun 2022. Tujuan dari penelitian ini adalah kajian dengan metode medis guna memahami lebih lanjut terkait pembaharuan penentuan jenis kelamin ‘khunsa’ dalam Islam. Seperti yang diketahui bahwa Disorder of Sex Development (DSD) adalah kondisi bawaan di mana perkembangan kromosom atau anatomi seks tidak khas. Di dalam Islam, penentuan jenis kelamin khunsa cukup sulit karena masih mengandalkan pendekatan tradisional dengan mengamati ciri fisik yang muncul. Sedangkan, identitas jenis kelamin harus ditentukan sejak dini karena mempengaruhi aktivitas ibadah sehari-hari. Terdapat empat sub bab dalam review ini. Pertama, konsepsi dasar Disorders of Sex Development. Kedua, Disorders of Sex Development dalam sudut pandang medis. Ketiga, Disorders of Sex Development dalam pandangan Islam. Keempat, pembaharuan penentuan jenis kelamin pasien DSD dalam Islam: perspektif medis. 

  

Konsepsi Dasar Disorders of Sex Development 

  

Pada sub bab awal, penulis menjelaskan dengan cukup rinci mengenai pemahaman Khunsa atau Disorders of Sex Development. Istilah Disorders of Sexsual Development (DSD) muncul sejak tahun 2006 yang menggantikan istilah lama yakni interseks dan hemafroditisme. Di Indonesia, DSD diartikan sebagai “kebingunan kelamin” yakni kelainan di mana seseorang sulit diidentifikasi sebagai laki-laki atau perempuan saat lahir. Hal ini isebabkan karena organ seksual yang ambigu. Berdasarkan ilmu medis, DSD biasanya lahir dengan berbagai fenotipe, dari ambiguous genitalia, tidak adanya perkembangan karakteristik seks sekunderm amenore primer, hipospadia, klitoromegali hhingga malformasi genital kongenital kompleks. Di dalam Islam DSD dikenal dengan istilah ‘Khunsa’, meskipun permasalahan ini tidak tercakup secara mendalam dalam fikih. Khunsa berbeda dengan waria, sebab waria memiliki arti laki-laki yang ingin bertingkah laku atau berpakaian seperti perempuan. 

  

Islam menetapkan bahwa laki-laki dan perempuan memiliki tanggung  jawab yang sama dalam menjalankan petunjuk maupun larangan. Namun, keduanya memiliki perbedaan yang signifikan dalam ritual ibadahnya. Misalnya, ketika melakukan salat berjama’ah harus dilakukan sesuai dengan kelompok jenis kelaminnya. Begitu juga aturan barisannya di mana perempuan harus berada di belakang laki-laki. 

  

Disorders of Sex Development dalam Sudut Pandang Medis

  

Disorders of Sex Development (DSD) merupakan kelainan bawaan yang mempengaruhi perkembangan kromosom seks, kelenjar seks, dan anatomi seksual. Artinyam keadaan di mana alat kelamin bayi tidak jelas apakah mereka laki-laki atau perempuan. Mereka yang mengalami DSD akan menunjukkan berbagai gejala, seperti penampilan seperti perempuan namun tidak normal. 

  

Orang awam biasanya menyamakan pasien DSD dengan pelaku transgender, padahal mereka berbeda. Transgender adalah penyakit mental. Alat kelamin mereka tidak berbentuk abnormal dan mudah diidentifikasi, namun jiwa mereka tidak sesuai atau bertentangan dengan jenis kelamin yang mereka miliki. Akibatnya, pelaku transgender bertindak dan berperilaku di bawah emosi mereka. Bahkan, ada yang berusaha mengubah bentuk fisikknya agar sesuai dengan emosi dan keinginannya. Sedangkan, DSD merupakan kelainan bawaan di mana jenis kelamin seseorang tidak diketahui sejak lahir. 

  

Berdasarkan dunia kedokteran, keputusan gender DSD didasarkan pada teknik empiris. Diagnosis dibuat untuk menyelidiki anomali yang mungkin diderita seseorang dengan alat kelamin ambigu. Sulit menentukan jenis kelamin pasien DSD. Terdapat beberapa faktor yang diperlu diperhatikan. Pertama, struktur kromosom. Setiap orang sehat memiliki 46 kromosom atau 23 pasang. Sejumlah 22 kromosom adalah autosomal yang mengkode ciri umum dan spesifik manusia seperti warna mata, bentuk rambut, dan sebagainya. Sepasang kromosom adalah kromosom seks yang terdiri dari dua jenis berbeda secara genetik. Laki-laki memiliki satu kromosom X dan Y, sedangkan wanita memiliki dua kromosom X.


Baca Juga : Tradisi Baru Menyambut Hari Raya: Tonglek di Pedesaan

  

Kedua, jenis gonad (tetis atau ovarium). Jenis kelamin gonad, serta perkembangan testis atau ovarium ditentukan oleh jenis kelamin genetik. Di bawah pengaruh informasi genetik disebut faktor penentu testis (TDF) dari kromosom Y. Jaringan gonad pada pria mulai berdiferensiasi menjadi testis, sedangkan pada wanita menjadi ovarium. 

  

Ketiga, morfologi genitalia internal dan eksternal. Saluran Wolffian dan saluran Mullerian adalah dua sistem saluran dasar yang berkembang di semua embrio pria dan wanita. Pada laki-laki, jika saluran reproduksi berkembang dari duktus Wolffian, duktus Mullerian berdegenerasi, sedangkan pada wanita, jika duktus Mullerian berkembang menjadi saluran reproduksi, duktus Wolffian mengalami regresi. Saluran Wolffian kemudian menjadi saluran reproduksi pria, yaitu epididimis, vas deferens, saluran ejakulasi, dan vesikula seminalis, sedangkan saluran Mullerian berkembang menjadi sistem reproduksi wanita, yang meliputi saluran tuba, rahim, dan bagian atas vagina. kanal. Organ reproduksi eksternal pria adalah penis dan skrotum, sedangkan organ reproduksi eksternal wanita adalah semua struktur yang terlihat di luar, dari pubis hingga perineum.

   

Keempat, hormon reproduksi. Testosteron adalah hormon pria yang memiliki dampak signifikan pada spermatogenesis dan pertumbuhan sekunder. Demikian pula estrogen dan progesteron adalah hormon yang mempengaruhi perkembangan wanita.

  

Kelima, penderita DSD. Sangat penting untuk melibatkan pasien DSD dalam proses penentuan jenis kelamin. Hal ini dikarenakan perlunya kesiapan dalam menjalani aktivitas medis bagi pasien DSD untuk menghindari hal-hal yang tidak diinginkan, seperti kesalahan dalam menentukan jenis kelamin pasien dan kesiapan menghadapi segala akibat dari tindakan medis yang dilakukan. Akibatnya, nasihat psikiater dapat membantu dalam proses mengidentifikasi jenis kelamin pada pasien DSD.

  

Disorders of Sex Development dalam Pandangan Islam

  

Menurut Islam, DSD disebut sebagai khunas. Berdasarkan definisinya, khunsa berarti seseorang yang berwajah laki-laki tapi bertingkah laku perempuan, atau yang memiliki kelamin ganda. Sedangkan, menurut hukum Islam, khunsa adalah orang yag memiliki dua alat kelami, zakar dan farji. Tumbuhnya kedua alat kelamin tersebut baik yang berkembang atau tidak, menyebabkan kelainan pada tubuh. Akibatnya, sulit menentukan apakah ia laki-laki atau perempuan. 

  

Ulama menggunakan ijtihad untuk mendefinisikan identitas gender khunsa sebagai laki-laki atau perempuan berdasarkan ciri fisik khunsa.  Ketika seorang anak lahir dalam kondisi yang unik, upaya dilakukan untuk melihat mana dari dua jenis kelamin yang lebih unggul dalam hal bentuk dan fungsi. Setelah itu, disarankan untuk memperhatikan bagaimana seorang khunsa buang air kecil. Jika khunsa buang air kecil melalui organ laki-laki, khunsa diklasifikasikan sebagai laki-laki; namun demikian, jika khunsa buang air kecil melalui organ reproduksi wanita, maka khunsa tersebut tergolong wanita. Sedangkan jika khunsa buang air kecil dengan kedua organ reproduksinya secara bersamaan, langkah selanjutnya adalah pemeriksaan organ reproduksi yang mengeluarkan air. Selama pubertas, jenis kelamin khunsa ditentukan dengan mengamati ciri-ciri seksual yang berkembang. Khunsa dapat dianggap sebagai laki-laki jika karakter fisiknya tumbuh seperti laki-laki, seperti tumbuhnya janggut, tubuh yang berotot, dan jakun di leher. Sedangkan jika khunsa mengalami pertumbuhan payudara, haid, atau hamil maka disebut perempuan. 

  

Pembaharuan Penentuan Jenis Kelamin Pasien Disorder of Sex Development dalam Islam: Perspektif Medis

  

Pembaharuan dalam Islam merupakan upaya menyesuaikan pemikiran Islam dengan kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi serta implikasinya. Jadi, pembaharuan dalam Islam tidak berarti mengubah, mengurangi atau menambah, seperti al-Qur’an dan hadis. Melainkan, melakukan revisi interpretasi seseorang terhadap keduanya. Hal ini dilakukan sejalan dengan perkembangan zaman, karena secemerlang apa pun pemikiran akademisi di masa lalu, akan selalu ada kurangnya karena pengaruh keadaan, kecenderungan dan sebagainya. Artinya, guna menentukan jenis kelamin dalam khunsa yang mengacu air kencing, maka diperlukan pertimbangan lain dari ilmu kedokteran. Hal ini disebabkan masalah khunsa dapat ditangani lebih tepat dan akurat oleh ilmu kedokteran karena kmajuan teknologi.

  

Pembaharuan penentuan jenis kelamin khunsa melalui teknis medis adalah keharusan saat ini. Penyebab kelainan pada khunsa, baik kelainan pada organ reproduksi, masalah hormon atau kelainan kromosom, dapat diketahui dengan menggunakan metode medis. Misalnya, laboratorium yang dapat digunakan untuk mengidentifikasi jenis kromosom pada tubuh manusia. Sementara itu, hukum Islam berupaya mengidentifikasi hukum dari suatu keadaan sebenarnya seperti melakukan istinbat hukum berdasarkan kesimpulan dokter spesialis, sehingga penentuan jenis kelamin dapat dilakukan secara cepat dan tepat. 

   

Kesimpulannya

  

Penelitian mengenai dilema gender ini dituliskan dengan sangat rinci dan jelas. Para pembaca tidak perlu menerka-nerka hasil penelitian tersebut. Namun, terlepas dari rinci dan jelasnya kepenulisan, artikel ini akan lebih sempurna apabila dituliskan pula metodologi yang digunakan dalam penelitian. Artikel ini sangat menarik untuk dibaca karena ‘mengawinkan’ aspek agama dan kesehatan secara menyeluruh. Pembaca akan disuguhi dengan solusi atas salah satu masalah yang sering dihadapi di era modern ini dari pandangan medis dan Islam. Selain itu, klaim keunggulan lain dari artikel tersebut adalah penelitian DSD menyeluruh pertama dari perspektif hukum Islam dan kedokteran.