(Sumber : Dokumentasi Penulis)

In Memoriam Prof. HM. Ridlwan Nasir: Pendidik Generasi Penerus (Bagian Kedua)

Khazanah

Pada suatu kesempatan, saya bertemu Beliau dalam satu undangan dalam pembukaan Program Doktor Pendidikan Agama Islam pada Universitas Kiai  Abdullah Faqih, di Pondok Pesantren Mambaush Shalihin Suci Gresik. Acara ini menghadirkan para Guru Besar dari UINSA dan UIN Maliki Malang. Yaitu Prof. Dr. HM. Ridlwan Nasir, Prof. Mas’an Hamid, Prof. Abdul Haris, Prof. Djunaidi Ghoni, Prof. Arief Furqan, Prof. Imam Suprayogo dan saya. 

  

Seharusnya yang menjadi narasumber utama adalah Habib Luthfi dari Pekalongan. Akan tetapi karena satu dan lain hal, maka Beliau berhalangan hadir. Panitia meminta Prof. Ridlwan untuk menggantikannya, maka Prof. Ridlwan meminta saya untuk menjadi narasumber. Maka saya nyatakan: “karena yang menyuruh ini Senior, maka saya tidak berani menolaknya”. Jadilah saya mewakili Habib Luthfi pada acara ini. 

  

Sebagaimana biasa dipastikan UNKAFA memberikan honor, tidak saya sebutkan jumlahnya, maka kala sampai di Maspion Surabaya, saya telepon Prof. Ridlwan. “Prof, saya dapat honor gimana dibagi dua ya”. Maka dengan cepat disampaikannya: “sudah gak usah itu haknya Prof. Nur Syam”. Tentu di dalam hati saya bersyukur. Begitulah persahabatan saya dengan Prof. Ridlwan, meskipun saya juniornya, akan tetapi jika sudah gegojegan atau guyonan pasti sudah gak ada jarak antara saya dengan Beliau. Dan yang begini sungguh dirasakan oleh sesama professor di UINSA. Prof. Zahro, Prof. Juwariyah, dan lainnya pasti mengamini. Saya menjadi teringat pada saat kami bertiga: saya, Prof. Ridlwan dan Prof. Syafiq dalam satu mobil menuju Semarang, maka sepanjang perjalanan,  lebih dari tiga jam, tidak ada waktu jeda untuk tidak tertawa lepas. 

  

Prof. Ridlwan merupakan sedikit orang yang memiliki jiwa besar untuk meminta maaf atas kesalahan yang mungkin dilakukannya, meskipun kesalahan itu tidak dilakukannya. Bisa saja hanya persepsi orang tersebut. Karena khawatir terjadi kesalahpahaman, maka didatangi ke rumahnya untuk meminta maaf dan menjelaskan duduk perkaranya. Ketika saya nyatakan: “ngapain harus datang”, maka Beliau dengan ikhlas menyatakan: “biar semuanya selesai”. Begitulah akhlak Beliau seorang professor senior dengan pengalaman bejibun. Akan tetapi  menempatkan dirinya bukan sebagai orang yang  harus dimintai maaf tetapi justru meminta maaf.

  

Sebagai aktivis, beliau memang luar biasa. Pengalaman sebagai Ketua KPU Nasional, menjadi Rector IAINSA dalam dua periode, 2000-2008, dan juga malang melintang dalam kiprah di organisasi keagamaan, NU dan Pesantren Tebuireng, dan seabrek pengalaman lainnya tentu dapat menjadi contoh tentang bagaimana Beliau menempatkan dirinya dalam relasi social yang seimbang. Saya banyak belajar dari Beliau tentang bagaimana membangun relasi social, baik horizontal maupun vertical. Ilmu komunikasi asah, asih, asuh dari Beliau yang seharusnya menjadi fondasi dalam membangun relasi social di masa sekarang dan akan datang.

  

Saya mengagumi tentang kehebatannya dalam menulis dengan tangan. Jika akan memberikan ceramah, maka dituliskannya gagasannya itu dengan tulisan yang rapi. Makanya, kertas dan pulpen selalu disakunya. Generasi sekarang sudah sulit berkemampuan menulis dengan tangan tersebut. Kira-kira pada waktu ada pelajaran menulis halus pada waktu di Sekolah Dasar dan Sekolah Menengah, dipastikan Beliau mendapatkan nilai sangat bagus. Ada satu lagi yang jarang orang bisa melakukannya, yaitu daimul wudhu. Terjaga dalam berwudu. Waktu bersama saya, pasti kalau ke toilet lama waktunya, lalu saya goda: “ngapain saja di toilet kok lama”, maka dijawab dengan tersenyum: “wudlu dulu”. Ini yang saya tidak mampu melakukannya. 

  

Ada juga yang selalu menjadi kenangan saya. Pakaian jas. Kemanapun Beliau pergi yang ada kaitannya dengan dinas perkantoran, maka jas pasti dipakainya. Sewaktu menjadi anggota Komisi Seleksi Calon Rektor di Ditjen Pendis, maka selalu jas hitam atau biru yang menemaninya. Bukan karena takut masuk angin, akan tetapi begitulah ciri khasnya. Beliau memang orang yang rapi dalam hal berpakaian. Beliau sangat menghargai budaya Jawa, ajining saliro soko busono,  bahwa harga diri secara fisik itu ditentukan oleh pakaian yang rapi. 

  

Pada waktu menjadi Rector IAINSA periode kedua dan saya menjadi Pembantu Rector Bidang Administrasi Umum, maka nyaris setiap hari Beliau menggunakan pakaian putih,  dasi dan  sepatu hitam. Perihal sepatu hitam itu dibelinya di Toko  Sepatu Buchery di Pasar Baru. Begitulah jika kami pergi ke Jakarta berdua, maka jujugannya adalah Pasar Baru. Meskipun tidak selalu membeli sesuatu tetapi jalan-jalan di situ sungguh menyenangkan. Meskipun di Era Pak Jokowi terjadi dekonstruksi cara berpakaian pejabat, misalnya dengan sepatu kets, tetapi Prof. Ridlwan selalu tampil dengan elegan. Nyaris tidak saya lihat menggunakan sepatu Kets kecuali untuk olahraga. Beliau lelaki yang konsisten.

  

Secara akademik beliau juga menjadi contoh. Ada banyak karya yang dihasilkannya. Berdasarkan Google Scholar dapat diketahui bahwa citasinya sangat banyak. Di antara buku yang citasinya tinggi adalah Mencari Tipologi Format Pendidikan Ideal Pondok Pesantren di Tengah Arus Perubahan, sebanyak 1023 citasi, Ulumul Qur’an sebanyak 333 citasi, Memahami Alqur’an Perspektif Baru  Metodologi Tafsir Muqarin sebanyak 139 citasi, Hukum Acara Perdata sebanyak 114 citasi dan lain-lain. Secara keseluruhan ada sebanyak 1921 citasi dengan Indeks-H sebanyak 10 citasi  dan Indeks -i10 sebanyak 10 citasi. 

   

Pada waktu dilakukan Salat Jenazah di Masjid Ulul Albab UINSA banyak sekali pelayat. Ada banyak aktivis politik, aktivis organisasi social dan keagamaan, dosen, dan juga pimpinan PTKIN dan PTKIS. Mereka hadir untuk memberikan penghormatan terakhir kepada guru dan pendamping para aktivis, Prof. Dr. HM. Ridlwan Nasir, MA.  Kharisma Beliau ternyata tidak hanya eksis pada waktu Beliau masih hidup,  tetapi juga di saat Beliau sudah menghembuskan nafas terakhirnya. 

  

Prof. Ridlwan lahir di Tegal Jawa Tengah pada 17 Agustus 1950. Dan wafat pada tanggal 15 Januari 2025. Berusia 75 tahun 4 bulan. Selain disalatkan di Masjid Ulul Abab UINSA, juga disalatkan di Masjid Al Akbar Surabaya, dan setelah itu dikebumikan di Pondok Pesantren Alif Lam Mim Surabaya. Selamat jalan untuk menghadap ke hadirat Ilahi Rabbi Prof. Ridlwan. Kita semua meyakini panjenengan orang yang baik dan sangat layak untuk menghuni surganya Allah SWT. Amin. Lahu al fatihah…

  

Wallahu a’lam bi al shawab.