Antara Framing Kebenaran dan Fakta Kebenaran: Mari Berbuat Cerdas
OpiniDrama ijazah Pak Jokowi sudah sampai di Polda Metro Jaya, 30/04/2025. Pak Jokowi sendiri yang melaporkan atas penceramaran nama baik. Selama ini Pak Jokowi memang diam sambil menunggu waktu yang tepat untuk mengambil tindakan. Akhirnya dilaporkanlah beberapa orang yang selama ini membangun framing kebenaran atas kepalsuan ijazah Pak Jokowi. Bahkan Pak Jokowi sendiri yang melakukan pelaporan ke Polda Metro Jaya atas hal tersebut.
Babak baru ijazah telah memasuki era pembuktian yang dilakukan oleh Bareskrim. Pak Jokowi termasuk yang dipanggil oleh Kepolisian. Tentu saja sambil membawa barang bukti selembar ijazah yang dimilikinya. Ijazah yang dimilikinya sebagai pertanda sebagai barang bukti, ijazah asli atau palsu. Sebagaimana lazimnya, maka Kepolisian melalui Bareskrim tentu melakukan uji materiil di Pusat Laboratorium Forensic (Puslabfor) atas ijazah tersebut dengan melakukan uji forensic atas ijazah, baik kertas, tinta, tulisan dan tanda tangan pejabat UGM. Tidak itu saja termasuk tiga ijazah sebagai produk Fakultas Kehutanan yang sama dengan ijazah Pak Jokowi.
Hasil akhirnya, bahwa ijazah Pak Jokowi dinyatakan asli karena memiliki kesamaan dengan tiga ijazah lainnya yang merupakan ijazah keluaran Fakultas Kehutanan UGM pada tahun yang bersangkutan. Fisik ijazah, tinta, kertas, dan tanda tangannya sama, sehingga dapat disimpulkan bahwa ijazah tersebut asli dan bukan ijazah palsu. Dari penelitian secara fisik atas ijazah, maka memberikan penjelasan bahwa tudingan atas ijazah Pak Jokowi yang dinyatakan palsu selama ini merupakan kesalahan. Demikian pernyataan Dirtipidum Bereskrim Polri, Brigjen Pol. Djuhandhani Rahardjo Puro. (BBC News Indonesia, 22/05/2025).
Berdasarkan pemeriksaan laboratorium, atas bahan kertas dan pengamanannya, teknik cetak (handpress/letterpress), tinta tulisan tangan, stempel dan tanda tangan Dekan serta Rector UGM, ternyata memiliki kesamaan dengan tiga ijazah lain seangkatan Pak Jokowi yang dijadikan sebagai pembanding. Hasilnya bahwa tidak ada perbedaan antara satu dengan lainnya. Artinya ijazah Pak Jokowi sah berdasarkan uji forensic di Puslabfor. Selain itu juga dilakukan pelacakan atas 13 bukti-bukti di Rektorat, dan Fakultas di UGM, hingga arsip Koran Kedaulatan Rakyat Edisi Juli 1980, ternyata bukti historis tersebut benar. Jadi ijazah Pak Jokowi adalah sah adanya. Bukan rekayasa dan bukti ijazah palsu. Dengan demikian bukti fisik, digital dan historis menyatakan ijazah Pak Jokowi benar atau asli. (Denny JA, Indonews, 23/05/2025).
Para pelaku yang menyatakan ijazah Pak Jokowi palsu memang mendasarkan atas kajiannya pada foto copi yang beredar di media social. Jadi pemeriksaan dengan menggunakan perangkat teknologi, misalnya telematika dan uji forensik bukan pada ijazah aslinya tetapi pada foto copian dimaksud. Tidak puas dengan uji atas ijazah tersebut, maka dikembangkan oleh beberapa orang, Roy Suryo, Tifa dan Rismon Sianipar tentang skripsi Pak Jokowi yang juga dinyatakan palsu. Beberapa tuduhan dialamatkan kepada skripsi tersebut, misalnya penggunaan computer dan ketidakaslian tanda tangan pejabat dan pembimbing dan sebagainya. Padahal Font huruf “seperti” Time New Roman itu sudah lama digunakan, bahkan diidentifikasi semenjak tahun 1931.
Dari berbagai diskusi dan pembicaraan di media social dan televisi, maka dapat diperoleh kebenaran framing, yaitu kebenaran yang dipilih dan ditentukan sesuai dengan tema yang dijadikan sebagai obyeknya. Berdasarkan teori framing, bahwa ada proses pemilihan, penekanan dan penentuan atas aspek-aspek tertentu dari isu atau peristiwa penting. Ijazah Pak Jokowi tentu sangat menarik untuk diframingkan. Sebagai mantan presiden, tentu apa saja yang terkait dengannya tentu menjadi isu yang viral. Apalagi ini ijazah yang begitu penting di dalam proses pemilihan presiden. Makanya, begitu informasi ini didapatkan, maka berlomba-lomba media social mengunggahnya. Tiga orang yang dianggap bisa membangun imaje kuat untuk framing. Roy Suryo dikenal sebagai tokoh vocal, ahli telekomunikasi, lalu Sianipar orang Batak yang ahli digital forensic dan Tifa yang semenjak semula berkeinginan membangun framing ijazah palsu.
Banyak stasiun televisi yang juga mengundangnya dan dengan kekuataan media social lain, maka terbangunlah framing kebenaran berbasis unduhan media social dan tayangan di televisi bahwa ijazah Pak Jokowi palsu. Rakyat kadung mempercayai atas framing kebenaran. Oleh karena itu seandainya dilakukan survey atas keabsahan ijazah Pak Jokowi menurut netizen, maka hasilnya pasti sesuai dengan framing kebenaran versi media social. Apalagi kepercayaan masyarakat terhadap polisi juga belum menggembirakan. Dianggapnya bahwa Keputusan Kepolisian itu tidak berbasis fakta. Fakta adalah framing.
Kasus ini memberikan pelajaran kepada kita semua tentang “kebenaran harus factual” dan “kebenaran bukan hasil produk framing”. Jika dianalisis lebih jauh, maka tindakan untuk framing kebenaran atas kepalsuan ijazah Pak Jokowi tersebut mengandung cacat secara empirik sensual, empirik logis dan empirik etis. Untuk menentukan kebenaran tentu harus mendasarkan pada empiris sensual atau mengobservasi atau memeriksa dengan berbagai peralatan yang relevan atas bukti-bukti otentik ijazahnya. Tidak bisa kiranya menjadikan barang bukti bukan benda aslinya untuk membangun opini. Hasilnya bisa menyesatkan. Kemudian juga menggunakan kebenaran atas empiric rasional. Kebenaran empiric logis diperoleh setelah pembuktian secara empiris sensual benar atau salah. Rasio kita akan membenarkan yang benar dan menyalahkan yang salah. Dan yang terakhir adalah kebenaran berbasis empiris etis atau secara etika pantas atau tidak. Sebagian masyarakat Indonesia memang telah kehilangan orientasi etika. Etika sudah tidak dijadikan sebagai pedoman di dalam menjalankan kehidupan.
Tiga hal ini semestinya dijadikan sebagai cara untuk menganalisis dan menyimpulkan atas apa yang menjadi keraguan. Jika hasilnya salah tentu semua harus legowo dan jika hasilnya benar juga semua harus menyadarinya. Jangan sampai kita jatuh pada sikap dan tindakan bullying dan character assassination, yang agama apapun melarangnya.
Wallahu a’lam bi al shawab.