(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Meneguhkan Islam dengan Etika

Riset Agama

Tulisan berjudul “Observing Islam with Ethics: From Hatred Theology to Religious Ethics” merupakan karya Aksin Wijaya dan Suwendi. Artikel tersebut terbit di Qudus International Journal of Islamic Studies tahun 2021. Latar belakang penelitian ini adalah maraknya fenomena keagamaan yang mengarah pada kelompok muslim di Indonesia yang dianggap menyebarkan kebencian karena anggapan pemahaman agama mereka menjadi satu-satunya teologis yang benar, namun mengabaikan etika dalam pluralitas agama di masyarakat. Terdapat dua pertanyaan yang berusaha dijawab oleh penelitian Aksin Wijaya dan Suwendi. Pertama, apa yang dimaksud dengan struktur konseptual Islam? Kedua, apa yang Islam ajarkan mengenai hidup bersama di antara pemeluk agama yang berbeda? Metode etika digunakan untuk menganalisis dua pertanyaan tersebut dengan menggambarkan dan mengkritisi sikap gerakan Islam yang menyebarkan kebencian. Terdapat tiga sub bab yang akan dibahas dalam resume ini. Pertama, dimensi etika dalam struktur konseptual. Kedua, etika keagamaan dalam Islam. Ketiga, etika koeksistensi antar umat beragama di Indonesia. 

  

Pendahuluan

  

Para pendiri negri ini menciptakan istilah Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan mencetuskan semboyan Bhineka Tunggal Ika sebagai tanda bahwa bangsa Indonesia itu majemuk dalam hal ras, suku, golongan dan agama. Artinya, terdapat etika hidup dalam masyarakat yang plural secara agama. Etika memiliki tiga makna yang saling terkait yakni sebagai nilai dan norma moral, sebagai kode etik dan sebagai pengetahuan tentang baik dan buruk dari sudut pandang moral. Istilah etika berkaitan dengan moral yang diartikan sebagai nilai yang dijunjung tinggi oleh seseorang untuk mengatur perilaku dan berkaitan dengan perilaku baik atau buruk manusia. 

  

Dimensi Etika dalam Struktur Konseptual

  

Secara konseptual istilah Islam mengandung dua makna.  Pertama, Islam sebagai sikap penyerahan total kepada Allah SWT. Kedua, Islam sebagai nama yang merupakan manifestasi sikap ketundukan yang dibawa oleh para nabi dan dikenal dalam syariat. Islam memang tidak hanya merujuk pada penyerahan, namun juga bimbingan Tuhan melalui para nabi dan kitab sucinya yakni kepercayaan kepada Allah SWT, akhirat dan amal sholeh. 

  

Kelompok Sunni (Ahl al Sunnah wa al-Jama’ah) mengategorikan ajaran nabi Muhammad SAW menjadi tiga unsur (trilogi) yakni Islam, iman dan ihsan. Menurut Nurcholish Madjid dalam bukunya berjudul Islam, doktrin dan peradaban menyatakan bahwa ketiga konsep tersebut saling melengkapi. Islam adalah penyerahan kepada Tuhan yang tidak ada artinya atau tidak masuk akal tanpa iman (keyakinan). Iman yang sempurna tidak akan tercapai tanpa ihsan (perbuatan baik). Ihsan tidak mungkin tidak mungkin tanpa iman, dan iman harus disertai dengan identitas seorang muslim. 

  

Ulama Sunni memberikan penjelasan terkait trilogi tersebut melalui ilmu teologi, fikih dan tasawuf. Beberapa ulama juga membedakan antara tasawuf dan akhlak, disebabkan tasawuf menekankan pada bangunan hubungan spiritual dengan Tuhan, sedangkan etika mengacu pada interaksi sosial dunia. Demikian juga beberapa ulama membedakan antara akhlak dan etika berdasarkan sumber dan metode yang mereka gunakan. Etika berasal dari bahasa Yunani yakni peradaban yang berbasis filosofis, sedangkan Akhlak berasal dari Arab yakni peradaban yang berbasis teks. 

  

Di Indonesia, tasawuf, akhlak dan etika banyak dipelajari dan dipraktikkan setiap harinya di pesantren ‘tradisional’, sebab amalan ketiganya lebih penting dibandingkan pemahaman teoritis. Selain itu, akhlak dan etika adalah manifestasi pengetahuan. Jauh berbeda dengan kelompok Khawarij-Wahabi yang mengabaikan tasawuf baik secara fisik, verbal atau tertulis dengan menyebarkan kebencian, akhlak dan etika. Mereka melakukan kekerasan, kebohongan, provokasi, agitasi, fitnah, pandangan misoginis bahkan manipulasi atau hoaks. 


Baca Juga : Hubungan Toxic : Lari Jika Kamu Berada dalam Situasi Ini!

  

Etika Keagamaan dalam Islam

  

Terdapat tiga kategori etika dalam al-Qur’an yakni etika ketuhanan, etika agama dan etika sosial. Etika ketuhanan mengacu pada karakter Tuhan sepeti Maha Penyayang, Maha Adil dan lain sebagainya. Etika agama dan sosial dikenal sebagai etika manusia. Etika sosial merupakan nilai dan norma sosial yang mengatur interaksi manusia. 

  

Ketiga bentuk etika al-Qur’an tersebut sebenarnya telah menjadi acuan dalam masyarakat Indonesia dengan beragam agama. Perbedaan adalah Sunnah Allah dan manusia tidak memiliki hak dan kuasa untuk menolaknya. Oleh sebab itu, umat Islam harus menghormati perbedaan sesama manusia. Namun, ada beberapa muslim tidak bertanggung jawab yang menekankan kebenaran teologis dan eksklusif sehingga NKRI mendapatkan tantangan dengan banyaknya teror yang diberikan. Alhasil, konflik sering kali terjadi. 

  

Etika Koeksistensi antar Umat Beragama di Indonesia

  

Terdapat tiga bentuk etika sosial dalam kehidupan bermasyarakat di Indonesia. Pertama, etika terhadap otoritas politik. Politik merupakan kebajikan tertinggi karena memiliki tujuan memakmurkan rakyat. Namun, kekuatan politik sering kali memikat banyak orang kemudian lalai untuk memberikan manfaat bagi publik. Alhasil, partisipasi masyarakat diperlukan melalui ‘kritik’ dengan dua cara yakni keras atau elegan. Reaksi keras sering kali menimbulkan korban dan condong menciptakan masalah baru, sedangkan kritik elegan dapat dilakukan dengan bijak melalui nasehat dan dialog. 

  

Kedua, Etika bagi pemeluk agama Islam. Nabi Muhammad SAW memberikan contoh yang baik untuk memperlakukan orang lain dengan lembut, termasuk mereka yang memiliki keyakinan agama yang berbeda. Selain itu, al-Qur’an menganjurkan umat Islam untuk menggunakan istilah yang ‘tidak peka’ terhadap orang lain meskipun itu benar, misalnya penggunaan istilah kafir. Disarankan untuk menggunakan istilah ‘persaudaraan kemanusiaan’ atau ukhuwah insaaniyah untuk menunjuk warga negara yang berbeda agama karena hakikatnya mereka tetap manusia. 

  

Ketiga, etika terhadap sesama muslim. Hadist Nabi Muhammad SAW menekankan bahwa orang beriman adalah saudara. Artinya, jika seorang muslim terluka maka yang lainnya juga akan merasakan sakit. Oleh sebab itu, sesama muslim tidak diperbolehkan berbuat zalim, justru harus saling membantu. Umat Islam tidak bisa dianggap mukmin sebelum ia mencintai sesama seperti dirinya sendiri. 

  

Kesimpulan

  

Secara garis besar penelitian tersebut berhasil menjawab dua pertanyaan yang diajukan. Pertama, struktur konseptual Islam terdiri dari Islam, Iman dan ihsan yang berujung pada ihsan tasawuf dan etika. Kedua, Islam pada hakikatnya menghubungkan kebenaran agama dan teologi ghingga etika agama yang menggabungkan tiga unsur etika yakni etika ketuhanan, etika agama dan etika sosial. Etika agama dan sosial harus merujuk pada ‘afirmatif’ Tuhan. Misalnya sifat ketuhanan sepeti Maha pengasih dan Maha Adil. Begitu juga dengan manusia yang pada dasarnya harus melakukan hal yang sama dalam hubungannya dengan Tuhan maupun sesama.