(Sumber : BeritaSatu.com)

Program Pembelajaran Kampus Hijau Berbasis Tauhid: Bangunan Karakter Insan Kamil

Riset Sosial

Artikel berjudul “Tawhid-Based Green Learning in Islamic Higher Education: An Insan Kamil Character Building” adalah karya Masturin, Mhd. Rasid Ritonga dan Siti Amaroh.  Tulisan ini terbit di Qudus International Journal of Islamic Studies (QIJIS) tahun 2022. Penelitian ini bertujuan untuk mengintegrasikan pembelajaran hijau ke dalam kurikulum dan mengusulkan kerangka konseptual holistik untuk Perguruan Tinggi Islam. Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif. Data diperoleh melalui wawacara terstruktur dengan empat informan Perguruan Tinggi Islam mengenai program kampus hijau. Informan dipilih dengan teknik snowball sampling. Terdapat dua sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, implementasi kampus hijau. 

  

Pendahuluan

  

Pemanasan global berdampak pada lingkungan, kesehatan dan ekonomi yang berdampak pada timbulnya banyak masalah, seperti perubahan curah hujan yang disertai angin kencang, banjir dan tanah longsor. Menurut Diddenbaugh dan Burke dalam tulisannya yang berjudul “Global Warming has Increased Global Economic Inequality” melaporkan bahwa perubahan iklim telah meningkatkan ketimpangan ekonomi, di mana produk domestik bruto rendah di negara-negara dengan pemanasan global. Selain itu, Freije dalam tulisannya berjudul “Global Warming Awareness Among the University of Bahrain Science Students” merekomendasikan untuk mengintegrasikan konsep lingkungan ke dalam kurikulum perguruan tinggi untuk meningkatkan kesadaran akan pemanasan global. Pembelajaran hijau dapat diwujudkan melalui strategi “insan kamil” (individu yang sempurna), di mana manusia berusaha mewujudkan statusnya sebagai hamba Tuhan untuk menjaga ketertiban alam dan kesejahteraan lingkungan.

   

Insan kamil adalah karakter manusia tertinggi di mana sumber daya manusia merupakan perwujudan dari nilai ketuhanan di bumi. Perguruan Tinggi perlu mengintegrasikan nilai pelestarian alam untuk mengurangi dampak pemanasan global. Ulya dalam tulisannya berjudul “Analisis Maqasid al-Shariah Terhadap Peran Pemerintah Kota Surabaya dalam Mewujudkan Kota Layak Anak” mencontohkan peran pemerintah Surabaya dalam mengelola lingkungan hidup sesuai dengan maqashid syariah karena memperhatika kesejahteraan anak yang meliputi kebijakan publik mengenai hak dan kebebasan sipil serta perlindungan anak. 

 

Pelestarian lingkungan harus didasarkan pada beberapa hal utama. Pertama, alam merupakan tanda kekuasaan Tuhan yang harus dijaga dan dilestarikan. Kedua, keseimbangan lingkungan menekankan pada tujuan syariah yaitu mendorong perbuatan baik bagi seluruh makhluk dan lingkungan. Ketiga, adanya konsep rehabilitasi lingkungan yang berkelanjutan. Keempat, manusia sebagai wakil Tuhan di muka bumi memiliki tanggung jawab wajib dalam menjaga kelestarian lingkungan. Kelima, keyakinan merupakan pilar manusia dalam menyeimbangkan kesalehan sosial dan lingkungan sebagai wujud keimanan kepada Allah SWT.

  

Perguruan tinggi Islam didirikan untuk menjawab tantangan masa depan yakni menghasilkan lulusan yang memiliki kualifikasi di bidang keislaman. Alumni perguruan tinggi Islam adalah sarjana yang termasuk dalam tingkatan keilmuan teoritis dan implementatif. Selain itu, para-alumni diarahkan untuk memiliki kemampuan konseptual dan analitis untuk melakukan perubahan karena berkaitan dengan berbagai masalah kehidupan seperti pendidikan, politik, ekonomi, sosial, budaya, lingkungan, dan ilmu pengetahuan. Oleh sebab itu, membangun pembelajaran hijau sebagai kepedulian lingkungan sangat penting dalam mewujudkan tujuan ketakwaan dan syariah. 

  

Implementasi Kampus Hijau

  

Implementasi pembelajaran kampus hijau di perguruan tinggi Islam diwujudkan dalam kebijakan dan pandangan yang berbeda dalam memaknainya. Pertama, kurikulum berbasis lingkungan. Komitmen untuk mewujudkan pembelajaran kampus jijau direpresentasikan dengan tagline “Kampus Insani (Indah, Rukun Aman, Nyaman dan Islami)”. Komitmen ini merupakan bentuk implementasi nilai-nilai Islam yang ada dalam visi UIN Raden Fatah Palembang. Alhasil, setiap fakultas harus memunculkan satu mata kuliah yang berkaitan dengan lingkungan, seperti Fikih Lingkungan, Ilmu Lingkungan, Ekologi Budaya, Komunikasi Lingkungan, Pengelolaan Lingkungan dan lain sebagainya. 


Baca Juga : Takdir

  

Implementasi kampus hijau ini berdampak pada alumni dengan mengubah pola pikir bahwa menjaga lingkungan sangat penting di mana pun mereka bekerja dan berada di masyarakat. Membangun kesadaran ini dimulai dari proses kurikulum, proses pembelajaran, dan out put yang dihasilkan. Alhasil, mahasiswa dapat menjadi “corong” kampanye kampus hijau berkelanjutan di masyarakat. Sedangkan bagi dosen, mengimplementasikan kampus hijau adalah keterlibatan mereka dalam mempersiapkan Rencana Pembelajaran Semester (RPS) mata kuliah yang berkaitan dengan tema lingkungan. 

  

Kedua, reboisasi dan kelestarian lingkungan. Menurut Hong dan Cords dalam tulisannya berjudul “Implementing Green Education of Urban Families: An Action Research project in Beijing, China” menunjukkan bahwa negar-negara barat telah menggunakan berbagai cara untuk engurangi emisi karbon. Di Indonesia, Gade dalam tulisannya berjudul “Islamic Law and the Environment in Indonesia: Fatwa and Da’wa in Worldviews: Environment, Culture, Religion” menyatakan bahwa keputusan ekologi Islam, seperti fatwa MUI sangat dibutuhkan untuk mengisi celah dalam persuasi global ketika pesan lingkungan non-agama gagal. 

  

Di UIN Raden Mas Said Surakarta, implementasi kampus hijau dimulai pada tahun 2018 dengan penanaman 1000 bibit pohon. Kegiatan ini kerja sama antara pihak kampus dengan Dinas Lingkungan Hidup Surakarta dan Dinas Kehutanan Jawa Tengah. Kampus hijau ini bertujuan untuk mengedukasi masyarakat agar mencintai lingkungan sekitar. 

  

Ketiga, kesadaran lingkungan dan pancacita. Islam memandang bahwa ekonomi hijau dapat dilihat melalui maqashid syariah dalam perspektif yang menitikberatkan pada kualitas pertumbuhan ekonomi, efisiensi lingkungan dan pertumbuhan sosial. Hal ini diimplementasikan oleh UIN Alauddin Makassar melalui regulasi non-akademik yang dikenal dengan Pancacita yakni kampus yang asri, Upayanya ditandai dengan penanaman pohon, pembangunan bank sampah yang ramah lingkungan dan pengelolaan air. 

  

Keempat, visi wasathiyyah hijau. Peran perguruan tinggi Islam dalam pembinaan nilai karakter mahasiswa dilakukan melalui perumusan visi dan misi, kurikulum, program, aturan, fasilitas dan pelaksanaan kegiatan perkuliahan yang berorientasi pada karakter mahasiswa. Berbeda dengan perguruan tinggi Islam lainnya yang menerapkan kampus hijau, IAIN Salatiga memilih istilah kampus hijau moderat atau green wasathiyyah yang berwawasan lingkungan. 

  

Terdapat beberapa variabel yang harus dipenuhi dalam pemenuhan visi wasathiyyah hijau yakni setting dan infrastruktur; energi dan perubahan iklim; pengelolaan sampah; interogasi ekologi dalam mata kuliah; pendanaan untuk penelitian, pengabdian dan publikasi tentang kelestarian lingkungan; kegiatan ilmiah tentang lingkungan; beberapa organisasi kemahasiswaan yang terkait dengan lingkungan; digitalisasi layanan kampus. Pencanangan kampus hijau moderat merespon disrupsi dan pandemik untuk meningkatkan kesadaran lingkungan. 

  

Kelima, kerangka pembelajaran hijau berbasis tauhid. Secara khusus, UIN Raden Fatah Palembang telah mengarahkan kampus hijau tidak hanya sebatas pengelolaan lingkungan tetapi juga mengembangkan kurikulum, mata kuliah dan rencana pembelajaran semester, meskipun hanya pembelajaran tertentu. menurut Munju dalam tulisannya berjudul “Tauhid dan Etika Lingkungan: Telaah atas Pemikiran Ibn ‘Arabi” menyatakan bahwa tauhid menegaskan bahwa Tuhan telah menciptakan manusia terbaik di antara makhluk lain untuk mengabdi kepada-Nya. Menurutnya, salah satu bukti pengabdian tersebut adalah menunjukkan bahwa manusia sebagai hamba dapat berinteraksi dengan lingkungan sesuai tuntutan sang pencipta. 

  

Kesimpulan

  

Pada dasarnya perguruan tinggi Islam didirikan dengan tujuan yang mulia yakni menyelenggarakan pendidikan di bidang agama agama dan umum dengan menekankan aspek religiositas. Berdasarkan penelitian tersebut diketahui bahwa kurikulum perguruan tinggi Islam yang berlaku menekankan pada aspek filosofis, sosiologis, organisasional, dan psikologis serta belum menampilkan aspek humanistik dan lingkungan. Oleh sebab itu, pembelajaran hijau berbasis tauhid adalah model yang diusulkan untuk mempertimbangkan pentingnya pembangunan lingkungan berkelanjutan yang terintegrasi ke dalam sistem kurikulum pendidikan tinggi Islam. Kurikulum holistik ini perlu dikembangkan untuk membentuk lulusan insan kamil yang intelektual, religius, berakhlak mulia dan memperhatikan lingkungan alam, ekonomi, sosial, budaya, politik, komunikasi dan hukum berdasarkan ketakwaan kepada Allah SWT.