Tipu Daya Iblis Terhadap Aktivis Pembaca Al-Qur’an
Daras TafsirAch Badri Amien
Tulisan ini diambil dari kitab Talbĭs al-Iblĭs salah satu kitab karya al-Imam Ibnu al-Jauzi yang lahir di Bagdad pada tahun 510 H dan wafat pada tahun 597 H. Beliau berafiliasi kepada Ulama besar yaitu Imam Ahmad bin Hambal. Ibnu al-Jauzi dikenal sebagai Ulama yang produktif dalam menulis. Diperkirakan, ia menulis lebih dari 1.000 kitab dalam berbagai disiplin ilmu, seperti tafsir, hadits, sejarah, akhlak, dan tasawuf. Dan beberapa karya terkenal salah satunya adalah Talbĭs al-Iblĭs yang memuat tentang tipu daya Iblis dalam mengirim manusia, termasuk Ulama dan Ahli Ibadah. Selain itu, tulisan ini kami tujukan kepada orang-orang yang senantiasa gemar membaca Al-Qur'an di Masjid dengan melalui pengerasan suara yang tinggi.
Datangnya bulan suci Ramadhan merupakan suatu anugerah dari Allah untuk senantiasa memperbanyak amal ibadah. Suatu kenikmatan yang luar biasa ketika umat Islam mampu memperbanyak amal ibadah di bulan suci Ramadhan. Salah satunya dengan membaca Al-Qur'an, sedekah kepada fakir miskin, anak yatim, memberikan sumbangan untuk buka puasa dan beberapa amal ibadah lainnya, yang berpotensi baik untuk dilakukan. Namun, dibalik itu semua, tidak menutup kemungkinan Iblis telah menipu sekelompok orang yang gemar membaca Al-Qur'an secara berlebihan, justru ibadah yang seperti ini memiliki potensi negatif untuk dilakukan, salah satunya dengan mengumandangkan Al-Qur'an.
Mengumandangkan Al-Qur'an di dalam masjid pada malam hari setelah waktu tambahan malam sampai pagi hari, melalui pengerasan suara tidak diperbolehkan. Mengapa demikian? Karena di waktu tersebut merupakan momen istirahat yang paling nyaman untuk tidur bagi masyarakat sekitar. Sama halnya dengan fenomena di atas, mengumandangkan Al-Qur'an melalui pengerasan suara di luar masjid, maka pelarangannya juga terjadi jauh sebelum jam keluar malam tersebut. Mengapa hal itu bisa terjadi? Karena di momen tersebut, banyak aktivitas yang dilakukan masyarakat, semisal belajar, berdzikir, menghadiri majlis taklim dan berdiskusi tamu, bahkan yang sering terjadi adalah ada orang yang lagi berjuang melawan sakit yang dideritanya, serta aktivitas lainnya yang membutuhkan konsentrasi. Sehingga perlu diperhatikan dengan memberikan batas waktu maksimal, agar orang lain disekitarnya tidak terganggu dengan pembacaan Al-Qur'an yang melalui pengerasan suara.
Dulu Rasulullah saw, saat melakukan aktivitas i\'tikaf di masjid, tiba-tiba ada orang yang membaca Al-Qur'an dengan sangat keras sekali. Saat itu juga, Rasulullah langsung membuka tirainya seraya bersabda, \"Ketahuilah sesungguhnya setiap kalian ini bermunajat kepada Rabb-nya, maka jangan kalian saling mengganggu satu sama lain, dan jangan saling meninggikan volume suara kalian dalam membaca Al Quran atau di dalam shalat.\"
Ibnu Al-Jauzi dalam karyanya, Al-Talbis, mengatakan dengan tegas, \"Sungguh, sebagian para aktivis pembaca Al-Qur'an telah masuk jebakan dan jebakan syetan; yaitu orang-orang yang gemar membaca Al-Qur'an, baik hanya satu atau dua juz di malam hari melalui pengerasan suara dengan volume tinggi di dalam masjid, sehingga selain mengganggu orang lain yang sedang tidur mereka juga menampakkan riya\'nya. Dengan demikian mereka termasuk kasus dua keburukan; pertama orang lain yang sedang tidur, kedua menjerumuskan dirinya masuk dalam perkara riya\'. Selain itu, ada juga di antara mereka yang membaca Al-Qur'an di Masjid pada waktu azan, karena pada saat itu orang-orang sedang berkumpul untuk mengerjakan shalat.
Selain itu, Ibnu Al-Jauzi juga mengatakan bahwa “suatu hal yang paling mencurigakan yang pernah saya saksikan dan temui di antara mereka adalah seorang pria yang selesai mengimami shalat berjamaah subuh pada hari jum'at di masjid, kemudian setelah shalat menoleh-noleh ke arah jama'ah, sambil membaca surah al-Mu'azzatain (surah al-Falaq dan al-Nas) dan diakhiri dengan membaca doa khatam Al-Qur'an dengan tujuan untuk menunjukkan sikapnya pada orang lain bahwa ia baru saja telah menghatamkan Al-Qur'an. Padahal, ini bukanlah suatu ajaran yang dilakukan Ulama salaf. Ulama salaf dulu menyembunyikan ibadah mereka agar tidak ada satupun orang yang mengetahui bahwa ia telah melakukan amal ibadah.
Bahkan pada suatu ketika Rabi\' bin Khaṡĭm mengerjakan amalnya dengan sembunyi-sembunyi. Pernah suatu ketika ada seseorang yang ingin berdiskusi dengan Rabi' bin Khaṡĭm pada saat dia dalam posisi membuka mushaf, maka seketika itu juga dia langsung menutupinya dengan kain pakaiannya. Imam Ahmad bin Hambal juga banyak membaca Al-Qur'an, tetapi orang-orang tidak mengetahui kapan waktu dia membaca dan kapan pula menghatamkannya”.
Referensi
Abdurraḥmān bin \'Alĭ bin Muḥammad Ibn al-Jauzĭ, Talbĭs al-Iblĭs (Beirūt: Dār al-Fikr, 2001), 128.