(Sumber : Detik.com)

Bjorka: Pahlawan atau Kriminal?

Horizon

Oleh: Ahmad Khairul Hakim

(Mahasiswa Program Doktor Ekonomi Syariah, UIN Sunan Ampel Surabaya)

  

Beberapa minggu terakhir, kehadiran Bjorka telah jadi bahan perbincangan hangat dan selalu trending di twitter dan media sosial lainnya. Kehadirannya cukup menghebohkan karena Bjorka, sang hacker, membeberkan informasi penting termasuk data rahasia milik pemerintah. Dari hasil peretasan tersebut, Bjorka telah membocorkan nomor induk kependudukan milik Johnny G. Plate, sang menteri Kominfo. Kominfo di-hack. Kok bisa? Bukankah itu adalah bidang yang mereka dikuasai, kok bisa di-hack? Ibarat Rommy Rafael kena hipnotis. Selain itu, data pribadi sejumlah menteri juga dibeberkan. Menteri BUMN Erik Thohir, Mendagri Tito Karnavian, Menko Marves Luhut Panjaitan, Menko Polhukam Mahfud MD, hingga ketua DPR Puan Maharani. Dan yang paling m, klaim Bjorka telah meretas surat pribadi Presiden Jokowi yang seharusnya menjadi milik Badan Intelijen Negara dan bersifat rahasia.

  

Namun, seperti biasa, pemerintah membantah klaim Bjorka tersebut. Kepala Sekretariat Presiden mengatakan kalau pun bisa masuk, hanya ke daftar isi saja, kalaupun bisa meretas paling masuk ke window awal dan window awal banyak pagarnya. Hal ini diperkuat oleh juru bicara BIN bahwa setelah diverifikasi, tidak ada data dokumen yang bocor, makanya klaim tersebut tentu saja tidak benar. 

  

Bjorka kemudian menantang pemerintah Indonesia melalui grup telegramnya, “i’m still waiting to be raided by the Indonesian government”

  

Menurut pengakuannya, hacker tersebut berhasil meretas 150 juta data penduduk Indonesia yang berasal dari data KPU dengan data diri yang lengkap dari warga Indonesia dan 1,3 miliar data dari pengguna SIM card yang diunggah pada 31 Agustus 2022 lalu yang berisi NIK, nomor ponsel, nama provider dan tanggal registrasi.

  

Namun lagi-lagi pemerintah melalui kominfo dan operartor seluler membantah ada kebocoron sampai milyaran data pemilik SIM card. Herannya, kominfo menyampaikan pesan kepada sang hacker untuk jangan menyerang, karena itu data masyarakat, justru itu menyerang masyarakat. Kalau mau mempermalukan (pemerintah), dengan cara yang lain, jangan menyebarkan datanya masyarakat.. Bjorka kemudioan menulis pesan pada brigde forum, “MY MESSAGE TO INDONESIAN GOVERMENT: STOP BEING AN IDIOT”.

  

Sebelum itu, pada tanggal 20 Agustus, Bjorka memosting data 26 juta riwayat pencarian yang diduga milik pengguna indihome di situs Breach Forums. Informasi yang disajikan diantaranya domain, lokasi pengguna, email, hingga nomor induk kependudukan. Kebocoran data pribadi pribadi penduduk sebetulnya sudah menjadi keksalan publik sejak lama. Selama ini, sikap pemerintah dinilai kurang serius menangani lemahnya perlindungan data masyarakat. Menkopolhukam Mahfud MD, dalam konferensi persnya, menilai Bjorka tidak mempunyai keahlian membobol. Padahal aksi peretas tersebut sudah menimbulkan keresahan akan keamanan data pribadi penduduk Indonesia.

  

Bayangkan, jika seseorang mengetahui data pribadi orang lain termasuk nama ibu kandungnya yang biasa dirtanyakan oleh bank untuk verifikasi data untuk memperoleh pelayanan. Bukankah hal tersebut sangat besar kemungkinannya untuk membobol dana nasabah?Walaupun profil hacker Bjorka masih belum diketahui setelah meretas situs-situs penting milik pemerintah, namun warganet justru memandang Bjorka ini sebagai pahlawan dan memberikan dukungan kepadanya. Hal ini merupakan salah satu bentuk kekecewaan masyarakat terhadap lemahnya sistem keamanan yang diterapkan oleh pemerintah Indonesia untuk melindungi informasi pribadi warganya.

  

Bjorka menjadi sosok yang dikagumi, karena berhasil menyebarkan data pribadi pejabat negara dan semuanya seolah dibuat khawatir. Bagi sebagian orang yang mendukung, ia merupakan sosokpahlawan yang berani mengkritik, dan menyuarakan aspirasi dari rakyat Indonesia yang tertindas oleh pemerintah melalui caranya sendiri.

  

Namun, bagi sebagian yang lain, Bjorka merupakan hacker penjahat spesialis pencurian data, yang telah meretas data pribadi dan menyebarkan ke publik. Apapun alasannya, pencurian data merupakan tindakan kriminal apalagi sampai menyebarkannya ke publik. Akan banyak kasus yang akan merugikan masyarakat jika datanya tersebar luas.

  

Lalu, ketika dia dianggap sebagai pelaku kejahatan, bisakah kepolisian menangkapnya? Dalam keterangan di twitternya, hacker ini menuliskan lokasi tempat tinggalnya di Warsawa, Polandia yang berada di Kawasan Eropa Tengah. Tentu saja, klaim ini tidak bisa serta merta diyakini. Teknologi yang canggih, bisa menempatkan seseorang seolah-olah di tempat tertentu di belahan dunia paling ujung, sedangkan faktanya, ia tidak berada di tempat tersebut. Sementara kepolisian mengklaim sudah mengantongi sosok di balik akun tersebut. Klaim polisi ini mungkin saja benar karena peralatan teknologi yang dimiliki instansi ini sangat canggih. Namun, lagi-lagi, ketika polisi menangkap seseorang yang diyakini sebagai Bjorka, ternyata salah orang. Ketika orang tersebut ditangkap, Bjorka masih bisa men-twit di akun twitternya dan mengejek pemerintah di akun telegramnya.

  

Terlepas apapun yang dilakukan oleh Bjorka, kita harus lebih bijaksana dan hati-hati dalam melabeli dia sebagai pahlawan yang harus disanjung atau sebagai penjahat yang perlu ditakuti. Kita jangan terlalu mudah terpancing, karena bisa jadi itu semua adalah settingan pihak tertentu untuk mengalihkan perhatian dari peristiwa besar yang terjadi. Kasus Sambo, misalnya.