Meneliti Ecosufisme, Abdullah Haq Al Haidary Meraih Gelar Doktor
Kelas Metode PenelitianProf. Dr. Nur Syam, MSi
Disertasi yang berjudul “Ecosufisme Dalam Perspektif Seyyed Ḥossein Nasr” berhasil dipertahankan dalam Sidang Ujian Promosi disertasi oleh penulisnya Abdullah Haq Al Haidary, pada hari Senin, 27/12/2023 di UIN Syekh Ali Rahmatullah Tulungagung. Sebagai promotor adalah Prof. Syamsun Ni’am, MAg., dan co-promotor adalah Dr. Rizqon Khammami, Lc, MA. Sebagai penguji disertasi adalah Prof. Dr. Akhya’, MAg (ketua), Prof. Dr. Syamsun Ni’am, M.Ag, Dr. Rizqon Khammami, Lc, M.A, Prof. Dr. Nur Syam, MSi (penguji Utama UINSA), Prof. Dr. Mujamil, MAg., Prof. Dr. Ngainun Na’im, MHI., Prof. Dr. Syamsu Ni’am, MAg., Dr. Teguh, MAg dan Prof. Dr. Khojin.
Promovendus Abdullah Haq Al Haidary berhasil mempertahankan disertasinya dengan sangat baik. Penguasaan atas konten disertasi sangat memadai demikian pula penguasaan metodologi penelitian teks juga memadai. Saya sungguh mengapresiasi atas capaian gelar doctor yang dapat diraih oleh promovendus. Setelah ujian ini, maka Abdullah Haq Al Haidary dapat memasang gelar di depan namanya, yaitu gelar tertinggi dalam dunia akademik sebagai Doktor.
Di dalam tulisan ringkas ini, saya akan menjadikan abstrak disertasi sebagai konten tulisan. Adapun abstraknya adalah sebagai berikut: “Tujuan dari penelitian ini adalah untuk memberikan penjelasan tentang perspektif ekosufisme Seyyed Hossein Nasr dalam menangani masalah ekologi yang dihadapi oleh peradaban kontemporer. Peneliti menyatakan bahwa mentalitas yang menempatkan manusia di atas alam dan menganggap alam sebagai sesuatu yang harus ditaklukkan adalah sumber masalah. Karena dasar metafisik yang salah, manusia menjadi diktator. Selain itu, berdasarkan paradigma antroposentris, yang menempatkan manusia sebagai pusat alam semesta, dampak negatif lingkungan tersebut secara dominan berakar pada perilaku konsumtif dan eksploitatif manusia.
Untuk menangani krisis, kesadaran baru telah muncul akhir-akhir ini, terutama untuk menggali kembali prinsip-prinsip agama. Seyyed Ḥossein Nasr menganggap kerusakan alam saat ini sebagai bentuk arogansi manusia terhadap alam. Nasr mengatakan bahwa krisis religiositas dan spiritualitas manusia adalah penyebab kerusakan alam saat ini. Krisis religiositas dan spiritualitas manusia ini disebabkan oleh sikap melalaikan kebenaran abadi (perrenial truth).
Dalam hal ini, Nasr ingin mengingatkan manusia modern bahwa pada hakikatnya mereka adalah bagian penting dari Alam. Alam berfungsi sebagai representasi kehadiran Allah, dan manusia berfungsi sebagai khalīfatullāh fī al-arḍ (wakil Allah di muka bumi). Alam dan manusia adalah satu entitas kosmos. Untuk mengatasi konsekuensi dari krisis lingkungan yang disebutkan di atas, Nasr juga menawarkan dua agenda yang harus dipertimbangkan dan diterapkan oleh dunia Islam. Yang pertama adalah menghidupkan kembali kearifan Islam tentang tatanan alam, termasuk pemahaman tentang alam, hubungannya dengan manusia, dan analisis kritis ilmu pengetahuan modern. Ilmuwan Islam tradisional harus dilihat sebagai lebih dari sekadar sumber data. Agenda yang kedua adalah meningkatkan kesadaran akan ajaran syariah tentang cara berperilaku etis terhadap lingkungan alam. Ini akan mencakup aplikasinya sesuai dengan prinsip-prinsip syariah, seperti perintah untuk menjaga dan melestarikan alam, serta menumbuhkan rasa persahabatan dengan makhluk hidup yang diciptakan Allah, seperti binatang dan tumbuh-tumbuhan.”
Manusia modern ditandai dengan prilaku konsumtif dan eksploitatif yang sangat tinggi. Berdasar atas filsafat hidup yang mengedepankan materi dan hedonism, maka manusia melupakan bahwa tidak hanya manusia yang dapat dinyatakan sebagai subyek akan tetapi alam dan seisinya adalah subyek. Manusia modern menempatkan alam sebagai obyek sehingga menjadikan alam sebagai barang atau materi yang dapat dieksploitasi secara berlebihan. Alam dimanfaatkans secara membabi buta untuk memenuhi nafsu serakahnya. Alam dijadikan sebagai obyek semata untuk kepentingan hedonism di dalam kehidupan. Di seluruh dunia terjadi illegal logging, terjadi pencemaran laut, terjadi pencemaran udara, yang semua memiliki akibat tidak baik bagi kehidupan manusia.
Seyyed Hossein Nasr mengajarkan kepada kita tentang ecosufisme untuk menyadarkan manusia agar menjadikan alam sebagai subyek. Melalui memosisikan alam sebagai subyek maka manusia tidak bisa melakukan ekploitasi atas alam secara berlebihan. Manusia akan dapat mengerem nafsunya untuk merusak alam tanpa batas. Ecosufisme yang dicita-cita oleh Nasr adalah perlakuan manusia atas alam berbasis pada ajaran Islam secara substansial. Ajaran Islam substansial tersebut adalah ajaran Islam yang dapat memberikan kerahmatan bagi alam, dan tidak hanya kemaslahatan atas manusia. Binatang, tumbuh-tumbuhan, air, udara dan seluruh alam harus memperoleh perlakuan yang sesuai dengan prinsip Islam sebagai rahmatan lil alamin.
Akhir-akhir ini masyarakat semakin religious, dan khususnya masyarakat Indonesia religiositasnya juga semakin meningkat. Keyakinannya atas Tuhan juga menjadi yang terbaik di dunia dengan persentase kepercayaan kepada Tuhan sebesar 97 persen, maka peningkatan religiositas harus diikuti dengan upaya untuk menjaga melestarikan alam bagi manusia berbasis pada prinsip ecosufisme yang sungguh menjadi sangat relevan dan penting. Kiranya beragama Islam yang berbasis pada ecosufisme sungguh sangat diperlukan di era sekarang.
Wallahu a’lam bi al shawab.