Penelitian Komunikasi Dakwah: Metode Kuantitatif dan Kualitatif
Kelas Metode PenelitianPuasa tentu tidak boleh mengurangi program pembelajaran. Hal ini sudah ditentukan di dalam kalender akademik bahwa puasa tetaplah sebagaimana hari-hari biasa bahwa kita harus melakukan aktivitas atau bekerja sebagaimana biasanya. Puasa bukanlah hari-hari untuk bermalas-malasan akan tetapi justru harus menjadi hari-hari bekerja keras. Harus dibuktikan bahwa puasa bukan hambatan untuk bekerja keras.
Oleh karena itu saya juga tetap mengajar sebagaimana biasa, hanya saja melalui daring. Namun tentu saja tidak mengurangi makna pembelajaran sebab harus ada kegiatan interaktifnya, misalnya harus diketahui bahwa apakah mahasiswa sekedar menyalakan laptop dan masuk ke dalam jaringan atau berada di depan kamera. Proses pembelajaran berlangsung secara interaktif dan juga terdapat tanya jawab antara dosen dan mahasiswa.
Tema perkuliahan pada klas Metode Penelitian Komunikasi Dakwah, 21/03/2024, adalah penelitian kuantitatif dan kualitatif untuk Dakwah Communication Studies. Ada tiga topik yang saya bicarakan di dalam perkuliahan ini, yaitu:
Pertama, mereview kembali ciri khas yang terdapat di dalam penelitian kuantitatif dan kualitatif. Di antara ciri khas penelitian kuantitatif, di dalam versi lain disebut sebagai unsur penelitian kuantitatif adalah: konsep, proposisi, teori, variable, hipotesis dan definisi operasional. Untuk memperkuat hal ini, maka saya wajibkan untuk mendengarkan rekaman di Youtube NSC tentang penelitian kuantitatif. Penjelasan secara rinci di dapatkan di dalam tayangan Youtube dimaksud. Kemudian ciri khas atau boleh juga dinyatakan sebagai unsur di dalam penelitian kualitatif adalah bersifat holistic atau sistemik, latar natural, unit analisis individu, emic view atau disebut juga sebagai from the native’s point of view dan mikro.
Selain itu juga terdapat perbedaan mendasar bahwa penelitian kuantitatif untuk menguji teori atau theory testing, dan penelitian kualitatif untuk membangun teori atau theory building. Mereka saya minta untuk mendengarkan penjelasan saya melalui kanal Youtube dalam topik penelitian kualitatif. Di sini dijelaskan secara cukup memadai tentang What is kualitatif research dimaksud.
Kedua, berdasarkan atas prosesnya, maka penelitian kuantitatif berawal dari teori kemudian melalui logika deduktif menjadi hipotesis dan dari hipotesis kemudian melalui instrumentasi dilakukan penelitian empiris kemudian melalui proses pensekalaan, measurement dan analisis sample kemudian menjadi generalisasi empiris atau mengubah hasil analisis atas sample menjadi populasi dan kemudian melalui logika induksi akan menjadi teori kembali baik yang merevisi, menerima atau menolak teori lama yang diuji. Bergerak dari teori ke teori (Walter Wallace, 1994). Berbeda dengan penelitian kualitatif yang teori dibangun dari data. Melalui tahapan condensasi atau reduksi data dalam konsep, kemudian data display, conclusion drawing maka jadilah teori baru.
Tesis atau terlebih disertasi tentu harus menghasilkan novelty atau temuan teoretik atau konseptual baru yang berbasis pada hasil diskusi atas temuan empiric dengan teori atau konsep yang sudah ada dan kemudian menghasilkan revisi atas teori yang sudah ada, menambah teori baru. Yang paling bagus tentu adalah menambahkan konsep baru, misalnya Islam kolaboratif (Nur Syam, 1985) merupakan varian baru dari Islam akulturatif dan menolak atas konsep Islam sinkretik, dengan proposisi: “Islam kolaboratif merupakan hasil dialog jangka panjang antara Islam dan tradisi lokal dalam penggolongan social religious Abangan, NU dan Muhammadiyah melalui ruang budaya Sumur, Makam dan Masjid untuk menghasilkan Islam khas tradisi Islam local.” Sekurang-kurangnya menghasilkan tipologi, misalnya NU structural NU memiliki tipologi NU Struktural fundamentalis, NU Struktural moderat dan NU structural fragmatis. (Sahid HM, 2011).
Beberapa catatan tentang tesis atau disertasi kita adalah ketidakberanian untuk melakukan review atas teori yang sudah ada yang akan dijadikan sebagai perspektif. Seharusnya di dalam signifikansi teoretik atau kegunaan akademis itu harus diungkapkan teori siapa yang akan diuji (metode Kuantitatif) atau teori siapa yang akan direview atau dicabar. Jelaskan teorinya siapa, apa nama teorinya dan apa bunyi proposisinya. Misalnya, mereview atas teori Komodifikasi Vincent Moscow (Arini, 2024), atau mencabar teori Islam sinkretik (Nur Syam, 2005) dan sebagainya. Selain itu juga kelemahan metodologis seperti tujuan penelitian yang tidak taat atas metode yang digunakannnya. Harus dibedakan antara to explain atau menjelaskan (metode kuantitatif) dan to understand atau memahami (metode kualitatif). Menjelaskan hubungan antar variable (fakta social dalam fakta sosial) atau memahami realitas social (social action dalam definisi sosial).
Ketiga, kajian Islam dalam sasarannya yang berupa Komunikasi Dakwah Islam tentu bisa dikaji dengan menggunakan metode penelitian kuantitatif atau kualitatif. Di tengah kecenderungan semakin kuatnya media social maka penelitian kuantitatif maupun kualitatif menjadi penting. Misalnya kajian tentang jaringan social tentang diksi radikalisme atau moderatisme, maka akan dapat diketahui bagaimana bekerjanya jaringan social media. Misalnya melalui jaringan drone emprit maka akan diketahui bagaimana jaringan kerja tersebut beroperasi dari ke dan terus berlanjut dalam jejaring social. Bisa juga dengan menggunakan analisis jaringan Netlitik untuk memahami bagaimana jaringan tersebut eksis di dalam media social. (Fasha UMH Rizki, 2023), kemudian juga penelitian Faridah Amiliyatul Qur’ana “Dinamika Sosio-Religius dalam Moderasi Beragama, 2024). Termasuk di dalamnya juga penelitian tentang Komunitas Yuk Ngaji oleh Angga Nur Rohman (2024). Termasuk juga kajian Nur Syam (2024) tentang US Doublespeak, Islam dan Terorisme.
Di dalam praktik penelitian, misalnya menempatkan sasaran atau subyek penelitian media social dengan pisau analisis, seperti discourse analysis (Mevi Eka Nurhalizah, 2021 dan Eva Putriya Hasanah, 2022). Penelitian ini menggunakan metode analisis wacana kualitatif. Sayangnya bahwa hingga sekarang masih belum ada yang melakukan studi dalam corak analisis wacana yang menggunakan metode penelitian analisis wacana kuantitatif. Untuk sekedar contoh, maka bisa dibaca analisis wacana kuantitatif tersebut di dalam karya Fathurin Zen tentang NU Politik Analisis Wacana Media (2004).
Sesungguhnya yang menjadi sasaran kajian cabang ilmu Komunikasi Dakwah adalah what is the subject matter of dakwah communication, yaitu seperangkat subyek atau sasaran penelitian yang berupa proses penyebaran dan penerimaan pesan social budaya, politik, ekonomi dan yang dapat diatribusikan dengan segala pesan yang berbasis pada pesan keislaman. Dengan demikian ada sekurang-kuranggnya empat ciri khas penting yaitu proses penyebaran gagasan, ide, atau pengetahuan, sikap dan tindakan atau prilaku yang terjadi antara pemberi pesan dan penerima pesan. Kemudian wujud pesan tersebut sangat variative dalam berbagai aspek dalam kehidupan manusia, komunitas dan masyarakat, kemudia hal-hal yang dapat diatribusikan dengan pesan-pesan yang berbasis keagamaan atau keislaman, dan yang penting juga bagaimana respon dan feedback yang didapatkan atas pesan-pesan variative yang bebasis keislaman dimaksud.
Sebagai bagian dari Islamic Studies, yang menjadi sasaran kajiannya adalah pesan-pesan keislaman, maka cabang ilmu komunikasi dakwah merupakan integrasi ilmu dalam pendekatan cross-disiplinary, sebab merupakan integrasi antara ilmu agama dan ilmu social. Pesan dakwah adalah sasaran ilmu keislaman sedangkan komunikasi adalah cabang ilmu social (Nur Syam, Integrasi Ilmu Madzab Indonesia, 2024). Sampai di sini saya meyakini tidak ada pro-kontra, sebab memang begitulah adanya. Hanya apakah disebut sebagai crossdisipliner atau interdisipliner saja yang bisa berbeda pendapat. Akan tetapi hakikatnya adalah integrasi ilmu.
Oleh karena itu, cabang ilmu komunikasi dakwah bukanlah bagian dari bidang ilmu social tetapi cabang dari ilmu agama sebab yang menjadi sasaran kajiannya adalah pesan-pesan dakwah yang merupakan bagian dari ilmu agama. Ilmu komunikasi hanya dijadikan sebagai pendekatan saja. Sama dengan ilmu sosiologi Islam adalah cabang ilmu agama dan bukan ilmu social sebab yang dijadikans sebagai sasaran kajiannya adalah hal-hal yang terkait dengan dimensi-dimensi keislaman atau teks Islam yang hidup di dalam individu, komunitas atau masyarakat Islam. Di sini dipastikan akan terdapat pro-kontra sebab masih banyak yang beranggapan bahwa sosiologi agama dan sosiologi Islam adalah derivasi dari sosiologi.
Wallahu a’lam bi al