(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Dr. Kiai Haji M.A. Sahal Mahfudz: Ulama Multi Talenta

Khazanah

Kiai Sahal, begitulah kita semua menyebutnya, adalah seorang kiai dengan pengabdian kepada organisasi yang luar biasa. Bagi para aktivis, maka Kiai Sahal adalah teladan yang sangat gigih dalam menjalankan ajaran agamanya dengan pemahaman Islam wasathiyah, serta dalam berorganisasi adalah teladan bagi umat Islam tentang perjuangannya untuk mengembangkan organisasi Nahdlatul Ulama (NU) dan menegakkan Bangsa dan Negara Indonesia agar terus berada di jalur yang benar.

  

 Kiai Sahal merupakan tipe  yang memiliki ketegasan sikap dan kepribadian yang luhur. Ketegasan sikapnya bisa dilihat dari keteguhannya untuk membela negara dan bangsa yang harus terus berada dalam jalur yang benar sesuai dengan pemahaman, sikap dan Tindakan para founding fathers negeri ini, yaitu dengan menegakkan Pancasila sebagai dasar negara, UUD 1945 sebagai landasan yuridis negara dan bangsa, NKRI sebagai bentuk final negara bangsa dan kebinekaan sebagai realitas empiris negara bangsa.

  

Pidato iftitah Kiai Sahal pada waktu pembukaan Munas Alim Ulama di Surabaya, tepatnya di Asrama Haji Sukolilo, tahun 1983 dengan menyatakan bahwa Pancasila dan NKRI adalah final bagi Bangsa Indonesia menjadi tonggak bagi perubahan sikap pemerintah terhadap umat Islam. Berdasarkan pidato tersebut, kemudian NU pada tahun 1984, Muktamar NU di Situbondo menetapkan Pancasila sebagai satu-satu asas bagi NU dan pemerintah kemudian mengubah pandangan politiknya yang semula antagonistik menjadi dialog. Suatu perubahan yang sangat signifikan dalam kerangka berbangsa dan bernegara.

  

Kiai Sahal jauh dari hiruk pikuk politik praktis. Kiai Sahal menerapkan politik etik atau high politics dalam melihat relasi antara agama, negara dan partai politik. Kiai Sahal menjadi penyangga dan jembatan dalam relasi ketiganya, sehingga menghasilkan pemahaman dan sikap pemerintah menjadi lebih lentur bagi umat Islam dan pada tahap berikutnya kita bisa melihat relasi yang bercorak integrated melalui peran Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) yang dipandegani oleh Prof. Dr. B.J. Habibie, M.Eng., yang pada waktu itu memiliki relasi yang sangat dekat dengan Presiden Soeharto. Saya kira melalui peran Kiai Sahal untuk membuka kotak pandora relasi antara Islam dan pemerintah pada pertengahan pertama tahun 1980-an itulah akhirnya pemerintah juga membuka keran reorientasi relasi antara Islam dan pemerintah.

  

Kiai Sahal tentu memiliki basis pemahaman agama yang sangat luar biasa. Sebagai seorang Kiai yang belajar dari satu pesantren ke pesantren lainnya –santri kelana—maka beliau memiliki pemahaman ilmu-ilmu keislaman yang mendalam. Namun yang menarik adalah Kiai Sahal bisa mendialogkan ilmu keislaman tersebut dengan dunia sosial di sekelilingnya. Di tangan Kiai Sahal, integrasi ilmu itu telah terjadi, yaitu mendialogkan ilmu fikih dengan dunia sosial, sehingga melahirkan fikih sosial, yang kemudian menjadi cikal bakal bagi tumbuhnya berbagai fikih yang berkaitan dengan dunia sosial lainnya, misalnya fikih gender, fikih tenaga kerja, fikih perempuan, fikih minoritas, fikih tata negara dan sebagainya. Karya Kiai Sahal, fikih sosial menjadi basis bagi kelahiran fikih lainnya pada fase berikutnya. 

  

Melalui fikih sosial itulah, maka Kiai Sahal dianugerahi Doktor Kehormatan (Dr.Hc.) di Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta. Peraihan gelar Dr. Kehormatan ini menandakan akan rekognisi akademis atas peran serta dan sumbangan Kiai Sahal dalam belantara dunia akademik integrasi ilmu, yang memang menjadi lahan baru bagi pengembangan ilmu keislaman dalam relasinya dengan ilmu sosial, humaniora, sains dan teknologi. Dengan demikian, Kiai Sahal memiliki saham besar dalam program Pendidikan tinggi Islam di Indonesia, melalui konsep baru yang dikembangkannya, yaitu Fikih Sosial.

  

Concern Kiai Sahal dengan dunia pendidikan tentu tidak diragukan. Kiai Sahal menjadi pimpinan Pondok Pesantren Maslakul Huda dalam rentang waktu yang lama dan banyak kemajuan yang dihasilkannya. Tidak hanya penguasaan atas kitab kuning dan tradisi keilmuan Islam, akan tetapi pengembangan masyarakat atau community development (CD) dan pendidikan sistem sekolah,  madrasah dan  pesantren.  Ketiganya dipadukan secara integrative, sehingga menghasilkan lulusan Pendidikan yang memiliki kemampuan yang distingtif dengan Lembaga Pendidikan lainnya. 

  

Kiai Sahal memang aktivis organisasi, jabatan Rais ‘Aam PBNU selama dua periode, Ketua MUI dan jabatan lainnya yang seabrek, tetapi tidak pernah memalingkannya dari kecintaannya terhadap dunia pendidikan. Meskipun Kiai Sahal sudah memiliki kharisma umum bertaraf nasional, tetapi Kiai Sahal tetap menjaga kharisma tradisionalnya di wilayah sekitar lembaga pendidikannya. Makanya, Kiai Sahal tidak pernah kehilangan basis kharisma tradisionalnya meskipun Kiai Sahal sudah menjadi aset nasional. Inilah yang sangat sulit diduplikasi oleh pemimpin lainnya, sebab ketika seseorang sudah memiliki basis kharisma umum di tingkat nasional, kemudian melupakan basis kharisma tradisionalnya. Kiai Sahal merupakan teladan dalam menjaga antara basis kharisma tradisional dengan kharisma umumnya. 

  

Pesantren Maslakul Huda Kajen Pati merupakan pesantren yang memadukan antara Pendidikan Islam dengan pemberdayaan masyarakat, pengembangan ekonomi dan program kewirausahaan. Misalnya di Pesantren ini dikembangkan BMT, Perbankan Syariah, Unit-Unit Usaha Syariah (UUS), dan juga program peternakan, serta pengembangan pesantren digital. Lalu untuk Pendidikan formalnya mengembangkan sistem  pendidikan madrasah, Ma’had Aly dan juga pendidikan Tinggi Islam. Semua upaya ini dilakukan sebagai antisipasi atas perubahan sosial yang terus terjadi di dalam kehidupan umat Islam.

   

Kiai Sahal merupakan tipe kiai yang sangat dibutuhkan umat pada saatnya. Beliau tidak hanya berpikir untuk pengembangan pesantrennya sendiri, akan tetapi juga pemikir kebangsaan. Melalui kepemimpinannya di lembaga-lembaga Islam di tingkat nasional, menunjukkan betapa besarnya peran beliau dalam keterlibatannya dalam menjawab tantangan umat termasuk tantangan kebangsaan.

  

Bagi kita semua, beliau adalah tipe kiai yang terus mengumandangkan Islam wasathiyah atau Islam rahmatan lil ‘alamin yang tidak pernah berhenti untuk memperjuangkannya baik dalam area lokal, regional, nasional bahkan di dunia internasional.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.