(Sumber : Dokumentasi Peneliti )

Asosiasi Dosen Pergerakan: Merenda yang Terserak

Opini

Gelombang perubahan tentu tidak bisa ditolak. Perubahan itu akan terus berjalan sesuai dengan peran waktu yang juga terus terjadi. Selama kehidupan di dunia masih berlangsung, maka perubahan juga akan terus terjadi. Secara sosiologis, perubahan tersebut akan mengambil sesuatu yang baru, kembali ke pola lama atau menggabungkan antara pola lama dan baru dalam kemasan yang lebih prospektif. Demikianlah juga dunia institusional. Organisasi juga mengalami proses perubahan. Ada kalanya mengambil kembali masa lalu, dan ada kalanya mengambil sesuatu yang baru dengan tetap mengambil hal-hal penting dari masa lalu tersebut.

  

Sebagai organisasi yang memiliki keterkaitan ideologis, historis, dan kultural dengan NU, maka PMII juga dapat dilihat dari perspektif keajegan dan perubahan. NU  juga terus berubah menjadi organisasi modern dengan fungsi-fungsi social dan religiusnya.  NU juga terus mengalami perubahan menuju ke nuansa organisasi yang lebih fungsional bagi masyarakat secara khusus maupun umum. Secara khusus bagi warga NU dan secara umum untuk kepentingan Nusa dan Bangsa. 

  

PMII tentu terlahir dari Rahim NU dengan ciri khas yang menandai dinamika di dalam dirinya. Kala NU memasuki  tarikan gerbong dalam gelombang pengembangan Sumber Daya Manusia, maka PMII tentu dapat mengambil bagian tak terpisahkan dari dinamika dimaksud. Secara historis, NU pernah mengalami masa-masa suram dalam dinamika politik kebangsaan, kala NU secara langsung atau tidak langsung berada di pinggiran atau dipinggirkan. Akan tetapi melalui dinamika politik kebangsaan juga akhirnya personal-personal NU dapat menjadi pemain di dalam kancah politik kebangsaan. 

  

Titik tolak bagi perkembangan keterlibatan NU dalam politik kebangsaan adalah kala reformasi kemudian memberikan peluang bagi eksponen NU baik secara institusional dan personal dapat bermain di dalam politik, tidak hanya di dalam politik kebangsaan tetapi juga di dalam politik praktis dengan memasuki area yang selama ini warga NU tidak bisa mengaksesnya. Bahkan banyak pula konsep-konsep yang selama itu hanya menjadi khazanah ke-NU-an akhirnya menjadi khazanah kebangsaan. Misalnya pernyataan “wallahul muwaffiq ila aqwamith thariq” yang di masa lalu hanya menjadi khazanah local di kalangan NU tetapi sekarang menjadi khazanah kebangsaan.

  

PMII sebagai organisasi kemahasiswaan juga mengalami masa “pasang”, artinya juga memasuki putaran arus pemerintahan dan birokrasi. Jika di masa lalu hanya menjadi kelompok “luar” maka sekarang juga memasuki dan menjadi kelompok ”dalam”. Baik di dalam birokrasi kampus, birokrasi pemerintah, perusahaan, angkatan bersenjata dan kepolisian serta politisi.  Di masa lalu, banyak  institusi yang tidak bisa dimasuki oleh alumni PMII. 

  

Jika perbincangan ini lebih difokuskan pada birokrasi kampus, maka tentu sudah cukup banyak alumni PMII yang berada di dalamnya. Ada yang telah masuk di dalam “ring pertama” atau di “ring kedua”. Semenjak telah terbuka pintu akses kepada pendidikan lebih tinggi, maka semakin banyak alumni PMII yang berstatus sebagai dosen, dengan gelar doktor dan professor. Mereka telah mewarnai kehidupan kampus secara optimal. Di masa pemerintahan Orde Baru, nyaris tidak dijumpai warga PMII yang berada di dalam dunia birokrasi kampus, birokrasi pemerintahan dan dunia politik. Nyaris semua pintu akses tertutup, sehingga nyaris tidak dijumpai kiprah signifikan dari warga PMII. 

  

Dewasa ini semua pintu akses sudah terbuka.   Tidak ada rintangan bagi para Sahabat PMII untuk berkiprah secara lebih optimal. Di dalam berbagai level kehidupan akan didapati peran mantan aktivis PMII yang menonjol. Semua yang dilakukannya itu tentu ada kaitannya dengan kiprah dan aktivitas yang dilakukannya di masa sebelumnya. Menjadi aktivis PMII dan menjadi aktivis dalam dunia yang sekarang dilakoninya. Tidak bisa dibayangkan di masa lalu hanya mengurus “komisariat” lalu sekarang menjadi “Komisaris” perusahaan besar. Tidak bisa diimajinasikan di masa lalu adalah aktivis yang tidur di kantor PMII dan sekarang menghuni rumah dinas pemerintahan. Semua ini adalah mobilitas vertical yang bisa terjadi karena keterlibatan secara intensif dan partisipatif dengan perubahan social dan politik yang terus bergerak cepat. 

  

Dewasa ini, bagi para dosen sudah memiliki rumah besar organisasi, Asosiasi Dosen Pergerakan (ADP),  yang memasuki tahun ketiga dalam kiprahnya sebagai organisasi social professional  religious, yang tentu diharapkan akan dapat menjadi rumah besar bagi warga pergerakan yang mengabdi di dalam dunia akademik.  Di dalamnya berhimpun pada dosen dengan berbagai jabatan di dalam dunia akademik, baik di dalam birokrasi kampus maupun dalam dunia pendidikan, riset dan pengabdian masyarakat. 

  

Yang penting tentu adalah lahirnya pengakuan dari dunia akademik tersebut. Di mana warga ADP melakukan pengabdian, maka di situ ada tuntutan untuk mengembangkan profesionalitas, baik dilakukan secara terstruktur oleh ADP maupun dilakukan secara mandiri personal. Tuntutan itulah yang dirasakan mendesak untuk dilakukan oleh warga ADP. Setiap warga ADP memiliki etos pengembangan diri yang mendasar. Tidak bertanya tentang apa yang bisa dilakukan oleh ADP kepadanya, akan tetapi apa yang bisa disumbangkan untuk mengembangkan ADP bagi kepentingan umum maupun khusus. 

  

Kita tentu tidak ingin ADP menjadi kelompok eksklusif dengan hanya memikirkan jaringan internal, akan tetapi ADP harus menjadi kekuatan inklusif yang memiliki jaringan kuat dengan berbagai institusi dan personal,  untuk kepentingan berkembang bersama dan berdaya bersama. Warga ADP dapat menjadi kekuatan untuk menjadi simpul bagi pengembangan kapasitas professional di dalam dunia pendidikan. Setiap dosen ADP dapat menjadi kekuatan pengembang untuk warga ADP lainnya.

  

Dewasa ini di tengah dunia kompetisi yang sedemikian kuat, maka yang bisa bertahan dan berkembang adalah yang memiliki kapasitas diri yang baik. Ibarat survival of the fittest, maka siapapun yang memiliki kapasitas yang hebat maka dialah yang akan bisa bertahan di tengah gempuran kompetisi yang ketat. Melalui talenta yang dimiliki oleh aktivis PMII yang terus berkembang tentu ke depan akan didapatkan warga ADP yang berkapasitas hebat. Yang penting adalah bagaimana personal ADP bisa terlibat di dalam proses membuka akses dan jaringan dimaksud. 

   

Dengan demikian, yang sungguh diperlukan adalah keterlibatan para personal ADP dalam memberikan peluang untuk maju di dalam kancah kompetisi dimaksud. Jadi, setiap warga ADP adalah satu kesatuan fungsional yang saling terkait secara sistemik dengan visi untuk berkembang bersama dan maju bersama. Kiranya, tidak ada orang yang bisa berkembang sendirian tanpa adanya campur tangan lainnya. Selalu ada washilah di dalam kehidupan itu, dan kita berharap yang menjadi mediatornya adalah warga ADP. 

  

Selamat berulang tahun ke tiga, semua berharap ADP dapat menjadi organisasi social professional religious yang dapat membangun ikatan solidaritas organis untuk merenda yang terserak. Dan kita semua yakin bersama ADP kita bisa.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.