Haji Madzhab Corona
OpiniMungkin tidak terbayangkan sepanjang hidup saya bahwa ibadah haji nyaris ditiadakan. Tahun 2020 M atau 1441 H menjadi momentum yang tidak akan pernah terlupakan bagi umat Islam, sebab penyelenggaraan haji dalam jumlah jutaan orang itu ditiadakan. Otoritas pemerintah Saudi Arabia hanya memperkenankan jumlah jamaah haji sebanyak 10.000 orang saja, dengan protokol kesehatan yang sangat ketat. Haji pun hanya diperuntukan bagi warga Arab Saudi dan para mukimin yang sudah lama menetap di Saudi Arabia.
Memang haji pernah ditiadakan. Terhitung semenjak tahun 865 M, terdapat sebanyak 40 kali haji ditiadakan. Haji pertama kali dibatalkan tahun 930 M yang disebabkan oleh penyerangan Bani Qarmati penganut Syiah Qaramithah yang menyerang Mekkah dan menodai kesucian air Zamzam dengan mayat dan juga membunuh jamaah haji. Semenjak itu, kemudian 10 tahun lamanya Haji dibekukan karena masalah di luar kendali otoritas Haji. Bani Qarmati melakukan pemberontakan terhadap kekhalifahan Abbasiyah. (ihram.co.id, 18/07/2020).
Wabah penyakit, tahun 1831, otoritas penyelenggara haji juga meniadakan ibadah haji karena wabah penyakit dari India yang menyebabkan 75 persen jamaah haji meninggal dunia. Kemudian tahun 1837-1858 juga terdapat tiga kali pembatalan pelaksanaan haji juga karena pandemi, lalu serangan wabah kolera tahun 1846-1850. Lalu, juga tahun 1865-1883 di Mekkah juga terdapat wabah kolera yang juga menyerang penduduk dunia, dan peziarah dari Mesir melarikan diri ke pantai Laut Merah untuk menjalani karantina. (JPNN.com, 18/07/2020).
Sebelum tahun 2020, jumlah jamaah haji tidak kurang dari 4,5 juta orang. Mereka datang dari berbagai negeri di dunia ini untuk menjalankan rukun Islam yang kelima. Mereka datang dari berbagai penjuru dunia untuk mengikuti proses ibadah haji, yang dikenal dengan ibadah fisik, seperti: tawaf, sa’i, melempar jumrah, wukuf di Arafah dan sebagainya. Jumlah jamaah haji yang mencapai angka 4,5 juta tersebut, maka kerumunan tidak terhindarkan. Bisa dibayangkan sejumlah orang tersebut berada di dalam tujuan, tempat dan ritual yang sama, sehingga kerumunan tentu sangat tidak bisa dihindarkan.
Pandemi Covid-19 dikenal sebagai penyakit kerumunan. Artinya, di mana terdapat kerumunan, maka di situlah akan terdapat penularan yang tinggi. Di waktu lalu, wabah ini hanya menular karena sentuhan dan jarak kurang dari satu meter dengan orang terpapar bisa karena bersin atau meludah namun sekarang ternyata bahwa wabah ini bisa menular lewat udara terutama di tempat berpendingin atau air condition dalam durasi waktu lebih dari setengah jam. Makanya, banyak pegawai perkantoran yang terpapar Covid-19 disebabkan ventilasi udara yang tidak baik dengan ruang berpendingin. Pemerintah sudah mengingatkan agar ruang perkantoran jangan sampai menjadi cluster baru Covid-19.
Baca Juga : Dakwah Islam di Kabukicho Tokyo Jepang
Kenyataan wabah Covid-19 menyebabkan pemerintah Saudi Arabia hanya menetapkan kuota yang sangat terbatas untuk orang yang berhaji dan juga akan menutup Masjidil Haram pada saat Hari Raya Idul Adha 1441 H. Masjidil Haram dirancang untuk dijaga dengan sangat ketat, sebab dikhawatirkan akan terjadi kerumunan dan bahkan pemerintah juga menghimbau agar warga Saudi Arabia menyelenggarakan shalat di rumah masing-masing.
Keputusan pemerintah Saudi Arabia untuk tetap menyelenggarakan ibadah haji meskipun dengan kuota terbatas tentu menggembirakan, sebab ada kekhawatiran sebelumnya bahwa pemerintah Saudi Arabia akan menutup aktivitas haji tahun ini. Sungguh tidak terbayangkan bahwa ada suatu tahun di mana penyelenggaraan haji ditiadakan. Dan penyebabnya adalah wabah Corona yang menyesakkan dunia.
Biasanya, pada hari-hari begini tentu di Mekkah dan Madinah sudah hiruk pikuk dengan jamaah haji. Semua hotel berbintang tiga sampai lima sudah penuh sesak dengan calon jamaah haji. Namun tahun ini suasana Mekkah dan Madinah sangat sepi dan yang lalu lalang hanya para petugas di masjidil Haram dan masjid Nabawi. Sebuah pemandangan yang sangat kontras yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. Hotel, pertokoan, rumah makan dan lain-lain semuanya tutup. Keadaan ini yang menyebabkan “perekomian” Arab Saudi seperti berhenti. Jamaah haji yang memadati seluruh hotel, tempat perbelanjaan dan rumah-rumah makan tentu tidak ada tahun ini. Uang Riyal tidak lagi berputar di Arab Saudi pada musim haji 1441 H.
Pandemi Covid-19 memang meluluhlantakkan semua keteraturan social. Orang beribadah di masjid, gereja, Vihara, Kelenteng dan lain-lain harus semua mematuhi “keperkasaan” Covid-19. Presidenpun harus swab pasca bertemu Wawali Solo, yang ternyata positif Covid-19. Banyak juga kyai dan ulama serta akademisi yang meninggal karena Covid-19. Wabah ini tidak membeda-bedakan strata social yang selama ini dijadikan sebagai modal relasi sosial.
Covid-19 memang sangat digdaya di dalam menghadapi segala keteraturan social. Seluruh keteraruran social dilawannya, bahkan juga keteraturan social yang berbasis agama, misalnya upacara ritual. Bayangkan jika selama ini shaf di dalam shalat berjamaah itu ditata dengan rapi dan berhimpitan, maka Covid-19 melonggarkannya dengan jarak 1-2 meter. Jika selama ini selesai shalat para jamaah saling bersalaman, Covid-19 menghancurkan tradisi tersebut, bahkan yang lebih mengerikan kemudian muncul kesalingcurigaan antara satu dengan lainnya.
Ibadah Haji sangat terdampak serius. Tidak hanya jumlah jamaahnya yang harus menyusut hanya tinggal kurang dari satu persen, akan tetapi juga hal lain-lain yang terkait dengan penyelenggaraan ibadah. Mulai dari KBIH, biro travel haji dan umrah, maskapai, hotel, pertokoan dan sebagainya. Jadi terdapat kerugian yang sangat besar bagi para pengusaha dan perusahaan bahkan pemerintah.
Selain itu yang juga sangat merugi adalah calon jamaah haji yang mestinya berangkat tahun ini, dengan sangat terpaksa harus berangkat tahun depan. Berdasarkan Surat Keputusan Menteri Agama, maka ditetapkan bahwa haji tahun ini akan diberangkatkan tahun depan. Padahal mereka yang akan berangkat tahun ini sudah membeli oleh-oleh, sudah persiapan menyembelih kambing bahkan sapi dan juga sudah siap lahir dan batin untuk berangkat ke tanah suci, Makkah al Mukarramah.
Namun demikian, Covid-19 menghancurkan semuanya. Semua rencana, semua usaha, semua kebijakan hancur berantakan karenanya. Maka yang berhaji tahun ini, sebanyak 10.000 orang itu layak disebut sebagai Haji Madzab Corona.
Wallahu a’lam bi al shawab.