(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Wawasan Kebangsaan

Opini

Saya tentu menjadi orang yang harus bersyukur sebab pada  era diselenggarakannya Program Penataran Pedoman Penghayatan dan Pengamalan Pancasila (P4) saya termasuk yang memperoleh kesempatan untuk mengikutinya. Bahkan termasuk golongan penataran P4 120 jam plus. Dua kali saya mengikuti penataran ini, yaitu ketika menjadi aktivis mahasiswa, Sekretaris Umum Badan Pelaksana Kegiatan Mahasiswa (BPKM) sebanyak 40 jam dan kemudian sewaktu menjadi dosen di Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel memperoleh kesempatan untuk ikut penataran sebanyak 120 jam plus. Di antara yang memberikan penataran adalah Prof. Dr. Bisri Afandi, MA (alm),  guru saya, yang sekaligus juga menjadi Rektor IAIN Sunan Ampel. 

  

Tulisan tentang Wawasan Kebangsaan ini bukan dipicu oleh ramainya masalah yang terkait dengan ketidaklulusan sejumlah pegawai di KPK di dalam Test Wawasan Kebangsaan (TWK) untuk diangkat menjadi Pegawai Negeri Sipil (PNS), akan tetapi tentu terkait dengan betapa wawasan kebangsaan merupakan hal yang sangat penting bagi negara bangsa di tengah semakin menguatnya ideologi-ideologi dunia yang semakin berkeinginan kuat untuk mencengkeram sejumlah negara. 

  

Masyarakat sekarang sedang hidup di dalam pertarungan ideologi dunia yang saling berebut untuk berkuasa. Dan ideologi dunia ini di dalam banyak hal juga telah mempengaruhi sejumlah anak bangsa, sehingga dikhawatirkan akan terjadi masalah di kelak kemudian hari. Bukankah tahun 2045 adalah genap 100 tahun kemerdekaan Indonesia, yang sering dikonsepsikan sebagai tahun Emas Indonesia. Hal ini tentu terkait dengan Bonus Demografi, di mana negara-negara lain sedang naik menjadi semakin senja, karena usianya penduduknya semakin tua, tetapi Indonesia justru sebaliknya, bahwa penduduk Indonesia semakin muda dan produktif. Itulah keunikan dan keuntungan Indonesia dibandingkan negara lain, sebab pada usia emasnya justru populasinya semakin muda dan diharapkan tentu semakin produktif.

  

Ideologi new communist juga banyak mempengaruhi generasi muda. Ideologi ini tidak pernah mati dan akan terus berkembang seirama dengan semakin suksesnya model komunisme ala China. Keberhasilan China dalam misi pengembangan ekonomi dengan dual system, bisa menjadi pemicu ketertarikan generasi muda. Mereka bisa saja sangat terpengaruh dengan system komunis, yang sering dikonsepsikan sebagai new communist. China yang melesat dalam pembangunan ekonomi dan berekspansi ke negara lain dengan program kemitraan modal dan teknologi akan bisa menggerus terhadap kepercayaan anak bangsa, khususnya generasi muda, untuk latah menganggap bahwa model China adalah sistem terbaik. Tentu kita tidak menginginkannya. Komunis yang di dalamnya terdapat kejelasan sikap anti Tuhan atau atheism tentu tidak relevan dengan masyarakat Indonesia yang selama ini dikenal sebagai masyarakat religius.

  

Ideologi Islamis juga bisa mengancam terhadap persatuan dan kesatuan bangsa. Indonesia yang plural dam multicultural bisa berantakan jika kemudian keinginan untuk menjadikan Indonesia sebagai negara agama. Para pendiri bangsa ini telah bersepakat bahwa yang relevan untuk masyarakat Indonesia yang heterogin adalah Ideologi Pancasila, bukan yang lainnya. His Eminent Cardinal Parolin, pada saat bertemu di Vatican bahkan menyatakan: “Bangsa Indonesia sangat beruntung memiliki Pancasila, sebagai ideologi bangsa yang bisa mempersatukan bangsa Indonesia”. Saya masih ingat Beliau menyatakan Pancasila dengan ucapan “Pankasila”. Maklum lidah orang Italia. 

  

Wawasan kebangsaan merupakan hal yang sangat fundamental bagi warga bangsa. Tanpa memiliki wawasan kebangsaan yang kuat maka dikhawatirkan seseorang akan tidak memiliki prinsip yang kuat di dalam menegakkan kedaulatan negaranya. Seseorang akan sangat mudah terpengaruh oleh ideologi lain yang sangat berbeda dan bahkan bertentangan dengan ideologi bangsanya. Wawasan kebangsaan tentu harus menjadi pattern for behaviour bagi warga negara. Menegakkan ideologi bangsa, Pancasila, dan menegakkan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) tidak bisa ditawar.  Bagi warga negara, keduanya merupakan pilar kebangsaan yang sangat fundamental dan harus ditegakkan kapan saja. Selain itu juga penegakan Undang-Undang Dasar 1945 dan wawasan kebinekaan. Empat hal ini yang kemudian dikenal sebagai pilar konsensus kebangsaan.

  

Kita tentu bergembira bahwa wawasan kebangsaan dimiliki masyarakat dalam coraknya yang berkebudayaan. Wawasan kebangsaan dijadikan sebagai pedoman di dalam berbangsa dan bernegara tidak melalui proses coersi tetapi melalui transformasi kebudayaan. Oleh karena itu wawasan kebangsaan sudah built in di dalam kehidupan bangsa. Bayangkan ideologi komunisme yang ditegakkan di Uni Soviet melalui koersi ternyata hancur berantakan. Uni Soviet negara adi daya di dunia bisa terpecah-pecah menjadi negara kecil-kecil karena ideologi ini dipaksakan dan bukan melalui pembudayaan.

Bagi bangsa Indonesia, maka wawasan kebangsaan tersebut sekurang-kurangnya merupakan pemahaman, sikap dan tindakan untuk: pertama, menegakkan empat pilar consensus kebangsaan. Jangan pernah bergeser pemahaman, sikap dan tindakan kita untuk tidak mempertahankannya di tengah serbuah ideologi apapun, baik ideologi kanan maupun kiri. Pancasila harus dipertahankan sampai darah yang penghabisan, sebagai bagian dari konsepsi hubbul wathan minal iman. NKRI merupakan bentuk final pilihan bangsa Indonesia. Tidak boleh sedikitpun kita bergeser dalam pemahaman, sikap dan tindakan tentang upaya mempertahankan NKRI dalam berbangsa dan bernegara. NKRI harga mati.

  

Kedua, Negara Kesatuan Republik Indonesia merupakan sebuah negara dengan kesatuan geografis dari Sabang sampai Merauke, dari Miangas sampai  Rote, yang terdiri dari suku, antar golongan, Ras dan agama yang berbeda, mendiami negara kepulauan dan menjadi warga negara Indonesia. Meskipun memiliki perbedaan yang tidak mungkin dikompromikan, akan tetapi memiliki ikatan historis dan kebangsaan yang bersatu-kesatuan yang tidak bisa dipisahkan. Beraneka ragam tetapi menyatu dalam kesatuan.

  

Ketiga,  menempatkan relasi agama dan kebangsaan sebagaimana mata uang yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya menjadi factor symbiosis mutualisme. Agama dan kebangsaan adalah dua entitas yang saling membutuhkan dan tidak bertentangan secara diametral. Disebut koin mata uang karena ada sisi kiri dan  sisi kanan yang saling menyatu. Seperti itu kiranya menempatkan posisi agama dan kebangsaan. Negara Indonesia adalah negara yang religious yang menempatkan agama dan kebangsaan sebagai satu kesatuan yang simbiosis.

  

Keempat, jika seseorang mengamalkan ajaran agama yang wasathiyah atau moderat, maka sebenarnya sudah mengamalkan Pancasila secara benar. Seseorang yang sudah mengamalkan agamanya dengan penuh keyakinan dan tanggungjawab, maka yang bersangkutan telah mengamalkan  Pancasila di dalam kehidupannya. Sebagaimana orang yang mengamalkan Pancasila dengan benar maka hakikatnya juga sudah mengamalkan ajaran agamanya. Bukankah konsekuensi berketuhanan adalah konsekuensi melakukan peribadahan di dalam agamanya. Orang yang beragama juga dipastikan akan menghargai perbedaan antar sesama manusia. Meyakini bahwa perbedaan adalah sunnatullah yang memang harus terjadi di dalam kehidupan manusia.  

  

Kelima,  Wawasan Kebangsaan merupakan pandangan, sikap dan tindakan yang berkeyakinan bahwa Indonesia adalah negara dengan kesatuan geografis dan administrative yang semua warganya mengakui dan berkeinginan untuk menegakkan empat pilar konsensus kebangsaan dan berupaya untuk memenuhi hak dan kewajibannya sebagai warga negara yang baik dan tidak terbersit sedikitpun keinginan untuk menjadikan ideologi lain sebagai pilihan sosial, politik dan kebudayaan di dalam hidupnya. 

  

Dengan demikian, wawasan kebangsaan seharusnya menjadi bagian tidak terpisahkan dari kehidupan warga negara Indonesia untuk ditegakkan kapan dan di manapun. Warga negara Indonesia harus menjadikan wawasan kebangsaan sebagai pengetahuan kebudayaan yang harus menjadi pattern for behaviour dalam relasi dengan sesama warga negara Indonesia dan juga terhadap warga negara lain. Indonesia akan dianggap sebagai negara berperadaban kalau warga negaranya memiliki sikap dan tindakan yang relevan dengan tata cara pergaulan dunia yang berkeadaban.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.