(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Persepsi Niqab di Perguruan Tinggi

Riset Agama

Tulisan berjudul “Islamiphobia in Education: Perceptions on the Wear of Veil/Niqab in Higher Education” merupakan karya Hanif Cahyo Adi Kistono, Badrun Kartowagiran, Ngainun Naim, Eva Latipah, Himawan Putranta dan Darmanto Mainggele. Karya tersebut merupakan artikel yang terbit di Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies pada tahun 2020. Penelitian tersebut bertujuan untuk memahami alasan dan motivasi pemakaian niqab di kalangan mahasiswa. Selain itu, penelitian tersebut adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan fenomenologi. Secara garis besar penelitian tersebut membahas lima tema utama berupa usia rata-rata mahasiswi yang bercadar, motivasi dan alasan bercadar, persepsi dan lingkungan mereka, situs yang berhubungan, serta konsistensi dalam bercadar. Terdapat tiga sub bab yang akan di resume dalam penelitian ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, tema utama pemakaian niqab di kalangan mahasiswi. Ketiga, proses pemakaian niqab. 

  

Pendahuluan

  

Islamophobia merupakan bentuk prasangka dan permusuhan yang ditujukan kepada umat Islam, yang umumnya digeneralisasikan oleh negara-negara barat pada kelompok muslim. Menurut Wolf yang dikutip oleh Fadhlia dan Eka dalam tulisannya berjudul “Upaya ICNA (Islamic Circle of North America) dalam Melawan Islamophobia di Amerika Serikat”, Islamophobia masuk ke dalam sifat rasial karena ketakutan dan kebencian terhadap Islam yang berdampak pada bentuk diskriminasi pada bidang apapun. 

  

Islam memiliki nilai budaya yang sangat berbeda dengan agama lain. Bagi orang barat, Islam dianggap inferior, biadab, banyak yang tidak rasional, mendukung terorisme dan kekerasan di masyarakat. Islamophobia memiliki dampak buruk bagi umat Islam di semua lapisan masyarakat dan berbagai bidang baik sosial budaya, politik, bahkan pemberitaan di media. Diskriminasi yang paling jelas adalah pendangan negatif terkait dengan simbol agama seperti pakaian muslim, jilbab bahkan niqab.

  

Menurut Kowalski yang dikutip oleh Jauharoti Alfin dalam tulisannya berjudul “Wacana Islamophobia dan Persepsi Terhadap Islam Indonesia Melalui Studi Bahasa di Kalangan Mahasiswa polandia”, Umat Islam di Indonesia sangat berbeda dengan muslim barat, karena muslim Indonnesia sangat baik dan selalu tersenyum. Namun, masih ada gerakan, jaringan, dan ajaran fundamentalisme dan Islam radikal yang menyusup ke Indonesia. Bahkan, keberadaan gerakan dan jaringan teroris telah menyusup di perguruan tinggi.  

  

Tema Utama Pemakaian Niqab di Kalangan Mahasiswi

  

Berdasarkan analisa data yang didapatkan, terdapat lima tema atau kategori utama pemakaian niqab pada mahasiswi. Pertama, faktor usia. Mahasiswi yang menggunakan niqan kebanyakan berusia 19-24 tahun. Secara teori, fase usia ini adaah fase dewasa awal yakni ketika seseorang mencari jati diri. Selain itu, pada masa ini seseorang akan mengalami perubahan fisik dan mental bersamaan. Keberadaan diri diperoleh jika memiliki kejelasan konsep diri, yang mempengaruhi keputusan terbaik seseorang. Konsep diri memiliki pengaruh yang cukup besar terhadap perilaku individu, yakni individu akan berperilaku mengikuti konsep diri mereka.

  

Kedua, motivasi dan alasan mahasiswi memakai niqab. Beberapa motivasi mahasiswi menggunakan niqab adalah identitas diri, melindungi diri sendiri, menjagaa hubungan dan pandangan berlebihan orang lain, serta meringankan beban dosa. Selain itu, doktrin agama terkait kematian sehingga menutupi auraat adalah salah satu ajaran agama. Pengaruh teman sebaya juga menjadi salah satu alasan. Artinya, faktor lingkungan juga menjadi tolak ukur.


Baca Juga : Pandangan Agama Mengenai Manusia

  

Ketiga, pandangan atau persepsi terkait diri dan lingkungan. Terdapat dua pandanganterkait pemakaian niqab. Beberapa kelompok menerima penggunaan niqab. Pandangan lain beranggapan bahwa niqab adalah budaya yang tidak biasa di Indonesia, sehingga seringkali terjadi penolakan. 

  

Keempat, kendala mahasiswi yang menggunakan niqab terutama saat berinteraksi di kampus. Kendala utama mereka adalah adanya pandangan negative yang muncul dari diri dan lingkungan mereka baik di kampus, komunitas, maupun keluarga. Bentuk nyata pandangan negatif yang muncul adalah adanya dugaan sebagai kelompok teroris. 

  

Kelima, konsistensi menggunakan niqab. Stigma negatif masyarakat dan larangan keluarga adalah faktor yang dapat mempengaruhi konsistensi penggunaan niqab. Selain itu, fatwa atau keberadaan pemimpin organisasi keagamaan yang diikuti juga menjadi salah satu alasan. 

  

Proses Pemakaian Niqab

  

Data yang didapatkan pada penelitian ini menunjukkan bahwa proses pemakaian niqab oleh mahasiswi adalah fenomena dalam pelaksanaan ajaran agama. Pemahaman siswa terkait ajaran agama adalah alasan kuat mengapa pemakaian niqab “muncul”. Selain itu, alasan melindungi diri sendiri, mempertahankan diri dari gangguan dan pandangan pria serta alasan berbakti kepada orang tua menjadi faktor yang berpengaruh.  Namun, ada pula yang menyatakan kesehatan sebagai salah satu faktor, karena ketika menggunakan niqab, penyakit yang mereka derita menjadi sembuh. 

  

Terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kesiapan dan konsistensi mahasiswi pengguna niqab. Beberapa mahasiwi mengalami ketidakkonsistenan dikarenakan faktor khusus dan pertimbangan “kebaikan” mereka. Pendapat orang tua, masyarakat, serta permasalahan hidup secara pribadi menjadi salah satu alasan mendasar terkait konsistensi pemakaian niqab.

  

Kesimpulan

  

Penelitian di atas secara garis besar mendeskripsikan pengalaman dan proses pemakaian niqab oleh mahasiswi dan stigma yang diterima dari lingkungan. Fokus tersebut adalah dilemma mahasiswi ketika memutuskan memakai niqab. Variasi motivasi seperti faktor agama, pengaruh orang lain dan lingkungan, penyalahgunaan trauma bahkan kesehatan. Hubungan antara level pendidikan dalam pemahaman agama sekaligus pengambilan keputusan dalam memakai niqab  juga ditemukan dalam penelitian tersebut.