Pembatasan Agama dan Budaya: Dimensi Mistis dalam Pajonjong Bagas
Riset BudayaArtikel berjudul “Religious and Cultural Demarcation: The Mysticism Dimension in the Pajonjong Bagas Tradition by the Batak Angkola Muslim Community” merupakan karya Armyn Hasibuan, Miswari, dan Ismail Fahmi Arrauf Nasution. Tulisan ini terbit di Jurnal Ilmiah Islam Futura tahun 2024. Tujuan dari penelitian tersebut adalah mengetahui dimensi mistik upacara Pajonjong Bagas, rangkaian ritual dalam pembangunan rumah baru sebagai bagian dari budaya masyarakat Batak Angkota. Pada proses upacara ini, terdapat beberapa ritual yang mengandung unsur mistik, sehingga dapat memberikan pengaruh negatif terhadap keyakinan Ahlu Sunnah Wal Jama’ah. penelitian tersebut menggunakan pendekatan etnografi. Data diperoleh melalui observasi, wawancara, dan dokumentasi terhadap keseluruhan proses upacara Pajonjong Bagas, di Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan. Terdapat tiga sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, mistisme dalam agama dan tradisi budaya. Ketiga, fenomena tradisi masuk bagas Naimbaru.
Pendahuluan
Komunitas Batak Angkola terkenal dengan tiga siklus adat yang dilaksanakan dalam bidang ilmu kebatinan yakni haroan baru (upacara perkawinan), tubuan anak (melahirkan), dan masuk bagus naimbaru (pembangunan rumah baru). Aspek ini selalu disertai dengan upacara yang melibatkan keluarga besar, anggota masyarakat, pemimpin adat, tokoh agama, dan lain sebagainya. Proses upacara yang dilakukan mengandung unsur mistisme. Salah satu adat masuk bagus naimbaru yakni ritual Pajonjong Bagas mengandung dimensi mistik yang diwujudkan dan diabadikan melalui objek simbolis, ekspresi verbal dan persembahan yang dianggap sakral, serta bentuk doa.
Iman yang teguh, jelas dan bebas dari ikhtilat (pencampuran antara tauhid dan syirik), takhayul dan pola pikir tidak rasional adalah dasar keyakinan agama. Pada konteks ini, terdapat beberapa parameter yang sering digunakan untuk mengukur keimanan, seperti waham, syak, zhan dan yakin. Bila diukur dari skala 1 sampai 100%, waham biasanya menunjukkan 50% kecenderungan ke arah tidak percayaan, dengan syak mencerminkan 50% keyakinan dan 50% keraguan. Hal ini disertai dengan zhan yang condong ke 51-99% kepastian dengan yakin pada 100%. Pada konteksnya, keyakinan menekankan logika rasional yang mengarah pada ilmul yaqin dan ketika didukung oleh bukti empiris melalui pengamatan langsung, maka menjadi ainul yaqin .
Iman juga akan sampai haqqul yaqin bila berlandaskan pada nilai-nilai filosofis. Selain itu, ilmu pengetahuan merupakan salah satu hal yang penting sifatnya karena kemampuannya dalam menghilangkan dimensi mistik dalam adat budaya dan agama. Hal ini menunjukkan bahwa ajaran agama membawa pesan normatif yang ideal, sedangkan budaya dan agama adalah dua hal yang berkaitan.
Mistisme dalam Agama dan Tradisi Budaya
Berdasarkan teori milik Harun Nasution, tasawuf secara khusus digunakan oleh para orientalis untuk “mempertegas” Islam. Sementara itu, mistisme merupakan istilah yang lebih umum dan masuk dalam Islam. Hal ini menunjukkan bahwa ruang lingkup kepercayaan tersebut mencakup semua pola pikir supranatural yang dianggap sakral dan transedental dari ajaran agama monoestik atau tradisi budaya lainnya. Jadi, ajaran agama dan praktik budaya sering kali berdampingan. Sebagaimana ajaran monoestik, Islam juga mengajarkan keesaan Allah SWT.
Salah satu budaya, misalnya tubuan anak (persalinan) dengan mengadakan acara aqiqah secara Islam, namun dipadukan dengan budaya setempat seperti dengan adanya kelapa muda, bunga, garam, gula aren, dan jahe, serta unsur lain sebagai bagian ritual pemberian nama. Semboyan masyarakat Batak Angkola menyebutnya sebagai “Hombar adat Dohoy ugamo.” Pada praktiknya, kedua fenomena tersebut selalu terkait, menyatu dan dipandang memiliki kesakralan yang sama. Adanya kontestasi agama dan budaya sebagai sistem nilai bagi masyarakat Batak Angkota menunjukkan posisi budaya yang berdampingan dengan agama. Sementara itu, penyelarasan agama dan ajaran budaya bukan tugas yang mudah, khususnya bagi anggota masyarakat dengan ekonomi dan pendidikan yang rendah. Hal ini dikarenakan proses perbandingannya banyak memerlukan bayani, dibandingkan burhani dan irfani.
Baca Juga : Menengok Perilaku Toleransi Beragama di Perayaan Natal
Tradisi mampu melahirkan kebudayaan dengan menekankan tiga aspek sakral yakni 1) suatu kompleks gagasan, nilai, konsep, norma, aturan dan lain sebagainya; 2) kegiatan perilaku yang dilakukan oleh individu sebagai anggota masyarakat; 3) objek material yang dihasilkan oleh usaha manusia. Berdasarkan pandangan Islam, banyak tradisi di berbagai daerah bercampur dengan adat yang biasa disebut kearifan lokal. Berbagai tradisi yang ada menunjukkan bahwa sebelum datangnya agama, para leluhur menjalankan kepercayaannya dengan budaya yang kaya akan simbol, persembahan dan ritual. Tradisi juga muncul dari akar rumput dan melibatkan masyarakat awam dengan dorongan berbagai hal seperti makna sejarah, warisan, dan individu yang karismatik. Alasan dikagumi, dilestarikan, disebarkan sampai terintegrasi dalam sikap, perilaku dan fakta sosial. Beberapa tradisi juga diperkenalkan dari atas ke bawah melalui instruksi dan indoktrinasi.
Fenomena Tradisi Masuk Bagas Naimbaru
Di Desa Bargot Hopong-Sibulele, Kecamatan Batang Angkola, Tapanuli Selatan, berbagai rumah masih dibangun dengan desain tradisional, dan ritual budaya tetap dilestarikan pada konstruksinya. Banyak dari bangunan yang memiliki dinding dari papan kayu dan penyangga. Selain itu, konstruksi dan desainnya memiliki berbagai konsep seperti model menyerupai bangunan, jembatan dan lain sebagainya. Papan kayu yang digunakan berasal dari berbagai pohon seperti bania, maranti, modang, rasak, kapur, dan lain sebagainya.
Pada prosesi masuk bagas naimbaru, berbagai upacara adat masih dilaksanakan dan dijunjung tinggi. Prinsip melestarikan yang lama dan mengadopsi yang baru atau lebih baik juga dipengaruhi oleh ajaran raja-raja budaya tradisional. Meskipun komunitas muslim di Batak Angkola dianggap religius sekitar 87% dan non-religius sebesar 13%, praktik mistik masih dilakukan, khususnya pada tradisi membangun rumah baru. Pada pembangunan rumah atau “pajonjong bagas” penggunaan benda-benda sebagai bagian dari tradisi dianggap sebagai simbol kebaikan yang mampu membawa masyarakat luas dalam ranah mistisme. Jadi, muncul anggapan bahwa benda yang digunakan dianggap sebagai perantara.
Ritual bagas naimbaru pada praktik upacara masyarakat Batak Angkola membutuhkan tepung, kemudian dilaksanakan tahlilan sebagai ucapan rasa syukur. Pada ritual ini, diawali dengan meminta hari baik kepada para tetua adat dengan menyiapkan dan menaburkan borgo di berbagai sudut rumah. Tindakan ini dipercaya dapat menangkal roh jahat yang biasanya menyebabkan konflik bagi penghuni rumah. Terkait semua simbol yang dihadirkan seperti kelapa, santan, pisang, tebu, gula aren, dan sebagainya masih banyak yang salah menafsirkan. Masing-masing barang yang dihadirkan memberikan makna tertentu. Pada kepercayaan Sufi, seperti tasawuf filosofis yang berkembang di nusantara, masih memasukkan konsep “tanzih.” Konsep ini menunjukkan bahwa kebaikan Allah SWT terwujud dalam alam. Budaya lokal juga memperoleh nuansa mistik karena harmonisasinya dengan ajaran tauhid tasawuf filosofis. Jadi, budaya berkembang dengan rasa mistisme dan kepercayaan terhadap keberadaan yang haq memiliki hubungan dengan penduduk asli yang dikenal dengan Nasonida.
Kesimpulan
Rangkaian tradisi yang dilakukan mengandung dimensi mistis. Beberapa benda juga dibutuhkan seperti kelapa, pisang, santan, gula aren, tebu dan sebagainya yang menunjukkan bahwa masing-masing benda yang digunakan menjadi pengingat simbolis penghuni rumah agar selalu menjunjung tinggi kebajikan. Selain itu, kelapa melambangkan kebermanfaatan bagi sesama anggota keluarga dan masyarakat dalam segala dimensi. Pisang melambangkan rasa tenang dalam hati dan menumbuhkan ketertiban di antara penghuninya. Hal ini disertai dengan simbolisasi tebu dan gula aren yang menegaskan watak baik dalam situasi apa pun, dan lain sebagainya. Jadi, ritual yang dilakukan mengandung potensi aspek negatif dan menimbulkan syirik apabila maknanya dilupakan.