(Sumber : Indonesiana.id)

Dakwah Krisis Iklim

Horizon

Oleh: Eva Putriya Hasanah*

  

Berawal dari diskusi saya dengan teman-teman S1 jurusan Perbandingan Agama-agama yang sedang mendapatkan tugas mata kuliah untuk membuat program yang mengacu pada isu-isu Sustainable Development Goals (SDGs) mendorong saya untuk menulis artikel ini. SDGs Tujuan Pembangunan Berkelanjutan dibuat untuk mengatasi kesenjangan masyarakat dunia dalam berbagai aspek. Menurut hemat penulis, dari 17 poin SDGs, melawan dan mengatasi iklim yang terus berubah dan pemanasan global yang tersemat pada poin ke 13 yang berbunyi climate action merupakan poin yang paling utama. Hal ini bukan berarti poin-poin yang lain tidak sama pentingnya. Tentu saja kemiskinan, kelaparan, ketidaksetaraan gender dan isu-isu yang ada dalam poin SDGs harus segera diatasi.  Justru karena poin-poin itu sangatlah penting, maka krisis iklim menjadi isu yang sangat mendesak. Hal ini didasarkan pada artikel-artikel yang telah begitu banyak  membahas dampak dari krisis iklim, tidak hanya dari segi kehancuran alam dan ekosistem namun diantaranya juga melihat dari dampaknya bagi aspek kehidupan yang lain.

  

Dalam artikel berjudul "The facts: How climate change affects people living in poverty" yang ditulis dalam website mercycorps memaparkan begitu banyak data dan menunjukkan bagaimana krisis iklim berdampak pada kemiskinan dan kelaparan. Bencana alam semakin sering terjadi dan merusak. Pada tahun 2019, terjadi 396 peristiwa lebih dari rata-rata tahunan selama dekade sebelumnya yang mempengaruhi 95 juta orang secara global dan menyebabkan kerugian ekonomi sebesar $103 miliar. Kerusakan ini hampir tidak mungkin diatasi oleh keluarga yang hidup dalam kemiskinan. Di samping itu, kekeringan berdampak pada sekitar 55 juta orang setiap tahun, dan kerusakan tersebut menghantam industri pertanian sebagai sumber utama makanan dan pendapatan bagi banyak orang di negara berkembang . Antara tahun 2008 dan 2018, lebih dari 80% kerusakan akibat kekeringan diserap oleh pertanian di negara-negara berpenghasilan rendah dan menengah ke bawah, dan kerugian panen dan ternak yang disebabkan oleh semua bencana alam di negara-negara ini. Laporan Global Krisis Pangan 2020 baru-baru ini melaporkan jumlah tertinggi data orang yang rawan pangan akut dalam catatan, sekitar 135 juta orang di 55 negara, sebagian karena guncangan iklim dan bencana alam seperti banjir, hujan yang tidak menentu. Bahkan prediksi di tahun 2050, perubahan iklim dilaporkan berpotensi meningkatkan jumlah orang yang berisiko kelaparan sebanyak 20%.

  

Tidak hanya bagi kemiskinan dan kelaparan, pada artikel yang diterbitkan oleh United Nation women watch dengan judul "Women, Gender Equality and Climate Change" serta artikel yang di tulis Medhanit A. Abebe dengan judul "Climate Change, Gender Inequality and Migration in East Africa" telah memberikan gambaran bagaimana krisis iklim juga berdampak pada gender inequality, khususnya bagi perempuan. Perubahan iklim adalah "pengganda ancaman", yang berarti meningkatkan ketegangan sosial, politik dan ekonomi di lingkungan yang rapuh dan terpengaruh konflik. Ketika bencana melanda, perempuan cenderung tidak bertahan hidup dan lebih mungkin terluka karena ketidaksetaraan gender yang telah berlangsung lama yang telah menciptakan kesenjangan dalam informasi, mobilitas, pengambilan keputusan, dan akses ke sumber daya dan pelatihan. Sebagai akibatnya, perempuan dan anak perempuan kurang dapat mengakses bantuan, yang selanjutnya mengancam mata pencaharian, kesejahteraan dan pemulihan mereka, dan menciptakan kerentanan dan peningkatan kekerasan berbasis gender seperti kekerasan seksual, perdagangan manusia, pernikahan anak, dan bentuk kekerasan lainnya. Dari penjelasan inilah, krisis iklim menjadi isu utama yang harus segera diatasi karena dampaknya yang sangat berbahaya.

  

Islam dan Lingkungan Hidup

Keyakinan, tradisi dan nilai-nilai Islam memberikan solusi yang efektif dan komprehensif untuk tantangan lingkungan saat ini yang dihadapi oleh umat manusia. Islam memiliki tradisi yang kaya dalam menyoroti pentingnya perlindungan lingkungan dan konservasi sumber daya alam. Al-Qur'an dan Sunnah adalah cahaya penuntun untuk mempromosikan pembangunan berkelanjutan. Allah memerintahkan manusia untuk menghindari berbuat kerusakan dan membuang-buang sumber daya karena tindakan ini menyebabkan kerusakan lingkungan.


Baca Juga : Slametan Sebagai Tradisi Lokal, Kehormatan dan Simbol Komunikasi

  

Al-Qur'an memiliki sejumlah referensi khusus tentang ekologi dan juga mengandung beberapa prinsip penting untuk pelestarian lingkungan. Prinsip pertama yang menjadi pedoman ajaran Islam tentang kelestarian lingkungan adalah konsep perwalian (khalifah). Menjadi khalifah, seorang manusia harus mengambil semua langkah yang diperlukan untuk memastikan bahwa alam akan diteruskan ke generasi berikutnya dalam bentuk semurni mungkin. Sudah menjadi kewajiban seluruh umat Islam untuk menghormati, memelihara dan merawat lingkungan. Terdapat begitu banyak ayat Al-Qur'an yang melarang berbuat kerusakan di muka bumi salah satunya QS. Al A\'raf ayat 85 yang berarti

" dan janganlah kamu membuat kerusakan di muka bumi setelah Tuhan memperbaikinya, itulah yang terbaik bagimu jika betul-betul kamu orang yang beriman”

  

Disamping itu, salah satu sabda Nabi Muhammad SAW tentang kelestarian lingkungan adalah:

“Jika seorang Muslim menanam pohon atau menabur benih, lalu burung, atau manusia atau hewan memakannya, maka itu dianggap sebagai sedekah baginya.” (Bukhori)

  

Nabi menyadari bahwa sumber daya alam tidak boleh dieksploitasi secara berlebihan atau disalahgunakan. Untuk melindungi tanah, hutan, dan satwa liar, Nabi menciptakan zona yang tidak dapat diganggu gugat, yang dikenal sebagai Haram dan Hima, di mana sumber daya tidak boleh disentuh. Area haram dibuat di sekitar sumur dan sumber air untuk melindungi air tanah dari pemompaan yang berlebihan. Hima diterapkan pada satwa liar dan kehutanan dan menetapkan area tanah di mana penggembalaan dan penebangan kayu dibatasi, atau di mana spesies hewan tertentu (seperti unta) dilindungi. Nabi mendirikan hima di selatan Madinah dan melarang perburuan dalam radius empat mil dan perusakan pohon atau tanaman dalam radius dua belas mil. Penciptaan zona yang tidak dapat diganggu gugat menunjukkan pentingnya penggunaan sumber daya alam yang berkelanjutan dan perlindungan satwa liar dan lahan pertanian. Dari sini maka dapat dilihat betapa Islam melihat lingkungan sebagai persoalan yang serius.

  

Peran Penting Dai Masa Kini

Dai memiliki posisi strategis dalam menyelesaikan persoalan krisis iklim. Perannya dalam memberikan pengetahuan, sosialisasi dan pengaruh terhadap masyarakat sangatlah dibutuhkan misalnya melalui metode ceramah. Dalam konsep yang diperkenalkan oleh Pierre bordieu seorang dai memiliki kapital simbolik yakni pengakuan sosial. Di mata masyarakat, dai di pandang sebagai tokoh agama yang memiliki kedudukan lebih tinggi dan keilmuan lebih di banding dengan masyarakat sehingga menjadi panutan bagi semua orang.

  

Maka dai perlu menyampaikan pesan-pesan tentang lingkungan hidup menggunakan  bahasa agama melalui teks-teks ceramah kepada mad’u. Sehingga ceramah tersebut dapat membentuk  kesalehan individual    dan    sekaligus    kesalehan    sosial    yang    dapat    memiliki    kontribusi bagi lingkungan.

  

Meskipun saat ini masih jarang ditemukan dai yang mengangkat topik krisis iklim bahkan persoalan lingkungan alam dalam isi ceramahnya. Sehingga untuk mewujudkan hal tersebut, tentu memerlukan rencana dan penerapan yang lebih terstruktur, terorganisir dan rutin dilakukan. Dibutuhkan kesadaran dan sinergi bersama dari berbagai elemen diantaranya dai, pemerintah, organisasi masyarakat Islam, pesantren, dan lembaga agama yang lain untuk mendorong adanya dakwah tentang krisis iklim.

  

*Alumni Mahasiswa pps UINSA