(Sumber : Laduni.id)

Halal Bihalal: Dua Guru Inspiratif dan Solutif

Horizon

H. Imron Rosyadi 

  

Saya kemarin bersama istri bersilaturahim halal bihalal berkunjung ke rumah guru saya yang paling banyak menjadi support dan secara spesifik saya sebut sebagai guru inspiratif dan solutif dalam hidup saya, beliau adalah: Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si dan Prof. Dr. H. Moh. Ali Aziz, M.Ag. tepatnya pada hari Sabtu, 4 Syawal 1445 H / 13 April 2024 M. 

  

Silaturahim di hari raya idul Fitri tahun ini,  atau biasa disebut dengan halal bihalal ke rumah guru saya Prof. Dr. Nur Syam, bukan karena beliau lebih senior atau lebih sepuh usianya dibandingkan dengan guru saya Prof. Moh. Ali Aziz, hanya karena rute perjalanan yang lebih pas dan efisien dari segi waktu maupun jarak tempuh, maka pertama yang harus saya kunjungi untuk dapat bersilaturahim ke kediaman beliau Prof. Nur Syam, kemudian melanjutkan ke kediaman Prof. Moh. Ali Aziz. 

  

Halal bihalal dalam tradisi muslim Jawa,  secara khusus dan sebagai kultur atau budaya masyarakat muslim Indonesia sebagai hal yang biasa dilakukan. Kunjungan ini sebagai momen yang sangat sakral dan tak ternilai dibandingkan dengan silaturahim pada hari biasa, karena disamping tradisi Islam Indonesia juga bagian dari nilai untuk memperkuat serta menyambung tali silaturahim antara murid dan guru, tentu harus tetap dipertahankan untuk di jaga hingga kapanpun, sekalipun di hari selain hari raya juga tetap menjalin hubungan yang sangat dekat, bagaikan anak dan ayah untuk tetap dalam bimbingan kedua guru yang menjadi penutur sekaligus pelipur hati.

  

Ada dua kesan yang sangat menarik, bahkan menjadi inspirasi tersendiri bagi saya dan istri dalam silaturahim bersama guru saya tersebut, yaitu Prof. Nur Syam dan Prof. Ali Aziz. Jika dilihat dari waktu berkunjung, mungkin saja kurang tepat, karena jam istirahat bagi kebanyakan orang, apalagi kedua guru saya tergolong sebagai publik figur, maka dianggap kurang tepat sebenarnya. Dengan dorongan yang kuat untuk segera bisa bertemu dengan beliau berdua, maka tetap saja kami harus tunaikan untuk segera bertemu langsung dengan sang guru. Alhamdulillah tepat pukul 12.30 Siang bisa bertemu dengan beliau.

  

Benar-benar menjadi inspirasi tersendiri bagi saya beserta istri, karena beliau berdua sama- sama pernah menjadi pembimbing skripsi saya waktu S1 dan  sebagai Promotor disertasi ketika program Pascasarjana S3 saya,  S1 di Jurusan PPAI (Penyiaran dan Penerangan Agama Islam) kini menjadi prodi Dakwah dan Komunikasi Fakultas Dakwah IAIN sekarang UIN Sunan Ampel Surabaya. Saya sangat yakin jika sang guru saya berdua Prof. Nur Syam dan Prof. Ali Aziz sangat dikenal oleh masyarakat Jawa Timur bahkan Indonesia.

  

Tidak berlebihan sekiranya jika saya menyebut beliau berdua adalah tokoh nasional, karena Prof. Nur Syam disamping sebagai Guru Besar Sosiologi UIN Sunan Ampel Surabaya, beliau juga dengan segudang jabatan dan pengalaman yang pernah beliau emban dalam dekade yang sangat panjang, yang saya ketahui beliau pernah menjabat sebagai Wakil Rektor, kemudian Rektor IAIN Sunan Ampel selama tiga tahun, pada tahun berapa saya lupa, beliau menjabat sebagai Sekretaris Kopertais Wilayah IV, meliputi wilayah Jawa, Bali dan Mataram, kemudian Dirjen Islam selama tiga tahun juga, dan diteruskan jabatannya hingga Sekjen Kementerian Agama RI selama empat tahun. 

  

Pada akhir 2018 beliau kembali sebagai dosen di UIN Sunan Ampel Surabaya hingga sekarang. Beliau sekaligus sebagai pendiri dan pembina Nur Syam Centre dan Friendly Leadership Training. Selain mengajar beliau di UIN Sunan Ampel beliau juga mengajar di beberapa program Pascasarjana di berbagai kampus negeri di Jawa Timur.


Baca Juga : Pertahankan Pancasila Sebagai Common Platform

  

Pun demikian Prof. Dr. Moh.  Ali Aziz, beliau juga pernah menjabat sebagai Dekan Fakultas Dakwah dan Komunikasi di kampus yang sama yaitu UIN Sunan Ampel Surabaya. Disamping sebagai dosen, beliau juga mubaligh dan menjadi imam taraweh di hampir semua belahan dunia. Mulai dari Mauritius Afrika, Malaysia, China, Inggris, jepang, Belanda, Iran, Bangladesh dan Nepal. Ia juga penulis buku best seller judul bukunya 60 menit Tetapi Shalat Bahagia dsb.

  

Sehabis melaksanakan shalat Dzuhur di masjid kompleks perumahan Lotus,  kebetulan masjid tersebut berdekatan dengan rumah Prof. Nur Syam, kemudian saya melanjutkan halal bihalal,  tepatnya pada pukul 12.30 siang, karena tidak ada janjian terlebih dahulu kepada kedua guru saya ini, jika saya bersama istri berencana niat untuk dapat bersilaturahim ke rumah beliau berdua.

  

Dengan niat yang kuat dan ikhlas untuk bisa berjumpa  beliau, tetap saja dengan penuh keyakinan , bahwasanya saya pasti bisa berjumpa dengan dua guru saya. Paling menarik dan tidak terasa ketika berbincang tentang hal Ikhwal seputar idul Fitri, termasuk pentingnya bersilaturahim antar sesama, bisa berbagi diantara kita, baik dengan sanak saudara maupun dengan siapapun yang pernah berhubungan dengan kita, maka tidak menutup kemungkinan pasti terdapat kesalahan maupun khilaf baik yang disengaja maupun tidak sengaja.

  

Tentu saja sangat membahagiakan bagi kami, karena tidak ada kesan antara murid dan guru saat berbincang bersama kedua guru saya, tetapi kami tetap ta\'zdim  karena bagaimana pun juga beliau berdua tidak hanya pernah mengajarkan ilmu pengetahuan kepada saya, bahkan lebih dari itu, beliau adalah guru spiritual sekaligus guru inspiratif dan solutif dalam derap langkah hidup saya, maka biasa saya menyebutnya adalah sebagai orang tua saya sendiri dalam hal tertentu, karena beberapa hal yang harus minta pertimbangan dan masukan jika mau melaksanakan sesuatu yang kami rasa perlu untuk mendapatkan bimbingan serta arahan yang berharga bagi saya, sekaligus menjadi support tersendiri.

  

Kesan yang sangat menarik dan penting untuk dicatat.  Pertama Prof. Nur Syam, bercerita beberapa hal yang dirasa sangat penting dan perlu, tidak hanya tentang ekonomi, pekerjaan, bisnis dan lain sebagainya, bahkan beliau menekankan pada aspek spiritual, beliau menceritakan tentang betapa bahagianya bisa shalat di kampung halamannya, dimana beliau dilahirkan, karena sangat terasa sekali nilai kekhusyukan dalam shalat. 

  

Ternyata kekhusyukan dalam shalat di kampung halaman sangat terasa perbedaanya, dibandingkan dengan shalat di tengah kota, apalagi kota Surabaya terkenal dengan kota metropolis. Pengalaman spiritual beliau, yaitu yang paling dapat dirasakan nikmatnya shalat di kampung yang sunyi jauh dari keramaian, yaitu sangat dan dapat dirasakan ketika rukuk dalam shalat.  Mengapa tidak saat sujud maupun berdiri, ternyata saat rukuk dapat memberikan inspirasi kebahagiaan dalam shalat dan dapat menemukan kesejukan serta keindahan sholat. Mungkin ini kata Prof. Nur Syam yang disebut dengan shalat bahagia jika pakai terminologi Prof. Ali Aziz. 

  

Dimensi spiritual dalam shalat dapat dijumpai oleh seseorang jika bisa merenungkan nilai kekhusyukan yang dimaksud, bahkan terasa hingga ke relung-relung jiwa tak bisa diungkapkan dengan kata dan kalimat, mungkin sangking nikmatnya atau saking khusuknya. Sehingga dapat dirasakan nikmatnya dalam shalat.  Jika saya meminjam istilah para ulama, khusuk dalam shalat adalah ketenangan hati dan jiwa saat melakukan sholat. Artinya ketenangan tersebut tergambar saat berkomunikasi langsung dengan Allah SWT, terpancar pada anggota badan, sehingga melahirkan sikap dan kepribadian yang tenang pula.

  


Baca Juga : Arab Saudi yang Berubah: Dari Perempuan Nonton Bola Sampai Miss World

Disela berbincang tentang ketenangan dan kekhusukan dalam shalat, sesekali berdiskusi selain tema itu, pada prinsipnya banyak sekali yang dapat memberi inspirasi bagi saya, termasuk diantaranya kata beliau, paling enak dalam pekerjaan adalah menjadi seorang dosen, karena bagi beliau dosen adalah tidak pernah habis dalam memberikan dan mengajarkan ilmu pada mahasiswa,  maka sebagai seorang pengajar tentu sebuah penghormatan dan kemuliaan dalam hidup, karena tidak hanya dapat mengajarkan ilmu saja tetapi lebih dari itu, dapat mengasah dan berkembang ilmu yang diajarkan, sekalipun sedikit ada perbedaan antara ilmu sosial dan ilmu hukum begitu kata beliau sambil tertawa lebar.

  

Setelah beberapa menit perbincangan segera saya akhiri untuk pamit, karena bergantian dengan tamu yang lainnya, dan melanjutkan perjalanan halal bihalal ke kediaman guru inspiratif saya yaitu Prof. Moh. Ali Aziz.

  

Dalam perjalanan menuju kediaman Prof. Ali Aziz, saya berbisik kepada istri,  jika sudah tiba di rumah beliau,  sedangkan beliau Prof. Ali Aziz sedang istirahat tak apa tidak berjumpa,  yang penting kita sudah bisa meluangkan waktu untuk bisa bersilaturahim ke rumah dua guru kita, paling tidak bisa diambil foto sebagai dokumentasi, menunjukkan bahwa kita sudah tiba di rumah beliau, maklum kedua guru yang saya sebut adalah sama -  sama guru Dosen saya dan Dosen istri saya waktu di bangku kuliah S1 Fakultas Dakwah IAIN Sunan Ampel Surabaya. 

  

Alhamdulillah, begitu tiba di rumah Prof. Ali Aziz, bel rumah pojok sebelah kanan rumah saya tekan dengan penuh optimis dan keyakinan, Alhamdulillah bisa berjumpa langsung dengan guru saya Prof. Moh. Ali Aziz.

  

Begitu saya dibukakan pintu pagar oleh Prof. Ali Aziz, langsung beliau mengatakan: “Allah SWT jika sudah berkehendak tidak ada satupun orang yang bisa menghalaunya”, “Maksudnya bagaimana Prof?” tanya saya, ya ini pertemuan kita sekalipun jam istirahat, tetap saja Allah berkehendak saya dipertemukan dengan beliau guru saya.  Kata beliau: saya sudah berkali-kali untuk bisa dan dapat membangunkan ibu,  maksudnya adalah istri Prof. Ali Aziz, untuk berencana berkumpul bersama keluarga besar beliau di Hotel Bumi Surabaya yang sudah di booking secara khusus tiga hari tiga malam, agar bisa berbagi bersama keluarga, meluangkan waktu luas untuk bisa bercanda bersama putra, putri dan cucu cucunya. 

  

Pesan inspiratif guru spiritual yang kedua yaitu Prof. Moh. Ali Aziz, yang bisa saya catat dalam hati dan pikiran saya adalah: kebahagiaan seseorang itu terletak pada kerukunan dalam keluarga, kesalehan sosial, kesalehan anak cucu kita. Itu sangat penting dan tak ternilai. Berapapun harta yang kita miliki, jika anak kita tidak berbakti kepada kedua orang tua, maka kesedihan yang terus menerus. Betapa indahnya hidup ini jika melihat anak-anak kita yang manut dan rukun, saling memberi masukan diantara mereka, itu menjadi kenikmatan dan kebahagiaan yang tak ternilai. Untuk itu, jaga keluarga dengan baik agar tetap terjaga keharmonisan dalam berumah tangga, pesan ini sangat luar biasa, karena harta benda serta pangkat dan jabatan tidak menjamin seseorang berbahagia. Itulah kemudian beliau menyebutnya bahagia itu mahal, kesehatan juga penting, karena keduanya menjadi hal yang selalu diharapkan oleh setiap orang.

  

Disela perbincangan hangat layaknya seperti anak dengan orang tuanya sendiri, sesekali diselip pertanyaan, “Apa sudah bersilaturahim ke  Prof. Nur Syam?”, langsung saya menjawab “sampun Prof. Alhamdulillah jika sudah ketemu Prof. Nur Syam, bagaimana pun itu juga guru sampean, harus selalu didoakan kesehatan semua guru sampeyan, terlebih Prof. Nur Syam”. Pesan itu disampaikan sambil menatap wajahnya sebagai bentuk keseriusan, agar selalu mendoakan guru kita. 

  

Tidak sedikit pesan beliau yang sangat menggairahkan, bahkan membahagiakan untuk dapat menggugah semangat untuk dapat tercapai apa yang diinginkan, paling penting adalah rukun, guyup dan saling membantu diantara sesama saudara dan anak anak kita. Pesan tersebut di ulang-ulang, menunjukkan betapa pentingnya untuk dapat menjaga nilai persaudaraan diantara sesama saudara, pun juga dengan siapapun juga penting untuk dijaganya.

  

Hampir dua jam tak terasa saya bisa berdiskusi dengan beliau, disamping tema yang dibicarakan tentang anak, pun juga tentang hal lain yang dianggap sangat penting dalam hidup ini. Sesekali diselingi dengan goyonan khas beliau. Kemudian saya matur sama beliau, “Prof. Mohon maaf, karena sudah cukup luar biasa waktu yang sangat berharga bagi kami, maka mohon doa panjenengan untuk kami dan keluarga agar tetap bisa istiqomah dalam kebaikan”. Akhirnya beliau membacakan doa dengan bahasa Indonesia, doa beliau sangat menyentuh hati hingga kami tak terasa berlinang air mata, satu penggalan kalimat doa beliau adalah: “Wahai Allah. jadikan adik kami ini menjadi orang yang bermanfaat dalam hidupnya, dan dapat berkontribusi dalam kebaikan. Dan jadikan buah kurma ini menjadi buah yang sangat disenangi oleh Nabi Muhammad SAW”. 

  

Semoga catatan saya ini dapat saya abadikan sebagai catatan yang baik, sekaligus menjadi saksi sejarah untuk tetap bisa bersilaturahim kangem guru saya, dan mudah mudahan kedua guru saya Allah berikan kesehatan kepada beliau berdua dan selalu menjadi inspirasi kesejukan kapanpun bagi kami dan keluarga. Aamiin