Suluk Sebagai Jalan Ma'rifat
HorizonOleh: Titik Triwulan Tutik
Guru Besar Ilmu Hukum Tata Negara, UIN Sunan Ampel Surabaya
Suluk secara harfiah berarti menempuh (jalan) dalam kaitannya dengan agama Islam dan sufisme, kata suluk berarti menempuh jalan (spiritual) untuk menuju Allah. Menempuh jalan suluk (bersuluk ) mencakup sebuah disiplin seumur hidup dalam melaksanakan aturan-aturan eksoteris agama Islam (syari’ah) sekaligus aturan-aturan esotoris agama Islam (hakikat). Bersuluk juga mencakup hasrat untuk mengenal diri. Memahami esensi kehidupan, Pencarian Tuhan dan pencarian kebenaran sejati (ilahiyyah). Melalui penempaan diri seumur hidup dengan melakukan syariat lahiriah sekaligus syariat batiniah demi mencapai kesucian hati dan mengenal diri dan Tuhan.
Kata suluk berasal dari terminologi Al-Qur\'an Fasluki, dalam surat An-Nahl (16) ayat 69. Fasluki subula Robbiki zululan, Yang artinya "Dan tempuhlah jalan Rabb-mu yang telah dimudahkan (bagimu)." Seorang yang menempuh jalan suluk di sebut salik (shalih). Kata suluk dan salik biasanya berhubungan dengan tasawuf, tarikat dan sufisme (ma’rifatullah)
Kumpulan Sajak Cak Sariban dengan judul “Bunga Kasih Menara Maktifat Rindu Jalan HU”, merupukan salah satu bentuk suluk sebagai ungkapan rasa pengabdian dalam rangka mencari sejatinya yang harus disembah … HU … Dia Yang Satu Allah Azza wa Zalla.
Kalimat suci meluncur dari derai kata dan rasa bahasa dan karsa Cak Sariban yang tumbuh dari hasrat kalbu yang paling dalam pada penggalan Puisi dengan judul: “Menara Ma'rifat”
Senja itu aku mengajakmu berkunjung ke rumah Tuhan
Menara tinggi mengingatkan jasad makrifat terkubur di kaki peribadatan ini
Khusuk sujudmu meninggalkan aku teramat jauh
Baca Juga : Mengenal Tujuh Imam Qira'at
Kalimat itu merupakan luapan perasaan dari suatu fenomena yang sering terjadi dalam kehidupan kita, bahwa manusia itu dalam proses nglekoni belajar dan terus belajar dari kehidupannya.
Suluk lain dalam kumpulan puisi Cak Sariban juga bisa dibaca dalam yang puisi berjudul: Doa
Kutermangu dalam bahasa takjub
Beginilah alam menyediakan tempat tak berbatas
Beginilah Tuhan memberikan semua harapan pada seluruh kehidupan
Penggalan puisi itu mengingat pada kita bahwa Allah menghamparkan seluas langit dan bumi rahmat-Nya, rejeki-rejeki-Nya, dan semua keagungan-Nya tanpa batas. Terhantung pada manusia melalui akal pikirnya bagaimana ia mampu mengekplorasi dalam rangka memperoleh apa yang telah Allah limpahkan dengan rasa syukur dan bhaktinya.
Puisi-puisi lainnya dapat dibaca dalam deretan puisi-puisi indah pada buku ini yang semuanya merupakan jalan menuju Allah (ma’rifat), yang terbungkus dalam bahasa-bahasa puisi.
Berikut juga saya titipan suluk melengkapai serangkaian kalimat rasa rasaning rasa sekaligus melengkapai deretan pusisi Cak SARIBAN:
"Sepertiga Malam"
Baca Juga : Negara Mengatur Relasi Antar Umat Beragama: Penggunaan Toa
Kumparan waktu terus merangsuk
Titian telah sampai di penghujung malam
Usikan lelap …
Tersekap dalam gelap
Tiada nafas bernafas
Tiada suara bergema ...
Wajah-wajah terkujur
Tak beranjak dari dekap
Tuhan ....
Hanya Egkau satu-satunya terjaga
Tangan-tangan Mu perkasa terjurai
Tapi mengapa mereka tetap lelap
Tuhan ....
Kuserahkan ....
Kupasrahkan ...
Kulelapkan ...
Lekuk laku hidupku
Di penghujung sepertiga waktu-Mu
Titian Waktu, Juni 2020.
Melalui kumpulan puisi “Bunga Kasih Menara Makrifat Rindu Jalan HU ”, Cak Sariban ingin mengajak kita bahwa jakan ma’rifatullah tidak hanya dalam wujud beribadah semata tetapi juga berkarya dan bekerja itupun berma’rifat selama semua didasarkan pada lillahita’ala yaitu sematapmata hanya mengharapa ridlo Allah SWT.
Buku kumpulan puisi Cak Sariban ini merupakan buku yang layak untuk semua kalangan terlebih para praktisi dan akademisi. Ungkapan kata-kata sarat dengan makna, rasa bahasanya tinggi, dan nilai-nilai moral tinggi. Aamiin Yaa Rabb.