(Sumber : nursyamcentre.com)

Efektifitas dan Efesiensi Belajar di Tengah Pandemi Covid-19

Informasi

Hidup berdampingan dengan Covid-19 merupakan perubahan baru dalam hal beraktivitas, seperti berinteraksi, bekerja, dan belajar dibutuhkan agar tak tertinggal. Selain itu, tentu demi menjaga kesehatan dan keselamatan diri. Sudah saatnya manusia beradaptasi dengan perubahan baru dengan cara berinteraksi dengan jarak minimal 2 meter, bekerja secara online, dan belajar secara online.

 

Pemanfaatan Teknologi Sesuai Dengan Kondisi

 

Dilansir Kompas.com, Selasa, (02/07/20) Nadiem Makarim Menteri Pendidikan dan Kebudayaan merencanakan pembalajaran jarak jauh secara permanen seusai pandemi Covid-19.  Dengan memanfaatkan teknologi dalam kegiatan belajar-mengajar.  Namun, pembelajaran tersebut tak dilakukan secara murni jarak jauh, tapi menggunakan hybrid model atau school learning management system. Sebab, Nadiem menilai terdapat potensi yang sangat besar sekaligus memberi kesempatan bagi sekolah dan guru melakukan berbagai macam modeling kegiatan belajar.

 

Sayangnya, rencana Nadiem tersebut mendapat respon negatif yang cukup beragam mulai dari masyarakat, pengamat pendidikan, dan bahkan Ketua Umum Ikatan Guru Indonesia. Adapun berbagai respon tersebut, yaitu penerapan pembalajaran jarak jauh, baik yang sifatnya penuh ataupun hybrid model daring dan luring dinyatakan masih belum siap, pembelajaran tatap muka masih dinilai lebih efektif dan efesien, pembelajaran jarak jauh dengan hybrid model hanya cocok untuk sekolah kategori tertentu, sekolah yang masuk kategori favorit dengan sejumlah fasilitas yang memadai, seperti adanya laptop dan WIFI, pembelajaran tak bisa 100 persen dilaksanakan tanpa tatap muka sebab dari sisi pendidikan dan pembangunan karakter secara online dinilai masih sangat kurang, dikutip dari laman Kompas.com, Jum'at (03/07/20) dan Tribunnews.com, Sabtu (04/07/20) . Walau demikian, wacana pembelajaran jarak jauh secara permanen juga mendapat respon positif dari Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI). IDAI justru menganjurkan pembelajaran jarak jauh, baik secara dalam jaringan maupun luar jaringan. Sementara, pembukaan kembali sekolah-sekolah dipertimbangkan jika kasus Covid-19 telah menurun (Red : Kompas.com, 31/05/20).

 

Pembelajaran jarak jauh dengan hybrid model daring dan luring atau yang dapat disebut pembelajaran secara online perlu memenuhi beberapa syarat pembelajaran. Dalam hal ini, Uswatun Chasanah Dosen PGMI UIN Sunan Ampel Surabaya keahlian Pengembangan Kurikullum menyampaikan bahwa pemanfaatan teknologi perlu disesuaikan dengan tujuan pembelajaran dan kondisi peserta didik, seperti tersedianya akses internet serta kemampuan peserta didik dalam mengoperasikan teknologi. Sementara, dalam pembelajaran secara online terdapat empat syarat yang harus dipenuhi guna tercapainya tujuan pembelajaran.

 

"Pertama, desain perencanaan pembelajaran secara online yang disesuaikan dengan karakteristik materi dan peserta didik; kedua, menggunakan media dan sumber belajar yang menarik dan sesuai dengan tujuan belajar; ketiga, strategi dan metode pembelajaran yang menyenangkan, seperti guru dan siswa sama-sama aktif berinteraksi dalam pembalajaran online; keempat, proses pembelajaran online tetap bertujuan pada pencapain kompetensi pada ranah sikap, pengetahuan, dan ketrampilan," ucapnya pada crew Nur Syam Centre, Selasa (07/07/2020)

 

Semua Aspek Kehidupan Perlu Bersentuhan Dengan IT

 

Uswatun menyampaikan, saat ini manusia benar-benar telah memasuki era yang disebut dengan Revolusi Industri 4.0. Demikian sudah saatnya manusia perlu beradaptasi dengan perubahan baru yaitu pembelajaran secara online.

Baca Juga : Sejarah Sekularisme Turki dan Pengaruhnya Terhadap Pikiran Sekularis dan Muslim Indonesia

 

Uswatun juga menyatakan sudah saatnya wali murid, guru, dan siswa untuk beradaptasi dengan perubahan terlebih dalam hal pembelajaran. Pembelajaran secara online tak hanya menjadi pilihan yang tepat tapi juga dibutuhkan. Hal ini disebabkan karena tak ada seorang pun yang tahu sampai kapan pandemi Covid-19 bertempat tinggal di bumi Indonesia.

 

"Mau tidak mau kita saat ini memasuki era Revolusi Industri 4.0 atau bahkan memasuki era revolusi industri 5.0, yang mana semua aspek dalam kehidupan akan bersentuhan dengan IT," ucap Uswatun.

 

Mempunyai Kemampuan Mengakses Teknologi

 

Demikian halnya disampaikan oleh Dr. Danang Tandyonomanu Dosen Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya (UNESA), bahwa dalam pembelajaran terdapat tiga komponen yang tak dapat dipisahkan, yaitu manusia (guru dan siswa), bahan atau materi pembelajaran, dan cara penyampaian. Ketiga hal tersebut saling terkait satu sama lain. Sebab, pembelajaran tak mungkin dapat dilakukan dengan cara tertentu. Misalnya, pembelajaran secara online dengan memanfaatkan teknologi yang canggih. Namun, manusia yang terlibat tak mempunyai kemampuan untuk mengakses teknologi tersebut.

 

"Entah karena gaptek atau karena teknologi tersebut terlalu mahal. Sedang, pembelajaran online yang efektif tentu saja sesuai dengan kondisi tiga komponen tersebut. Dalam hal ini guru perlu mempertimbangkan setiap kondisi untuk dapat menyampaikan materi dengan baik. Sementara, efesien akan diperoleh jika yang direncanakan sesuai dengan tujuan yang ingin dicapai dengan cara yang paling gampang," ucapnya pada crew Nur Syam Centre, Selasa (07/07/2020).

 

Di samping itu, Danang menyatakan bahwa pembelajaran tatap muka masih dinilai efektif dan efesien. Baginya tak ada yang bisa menggantikan pertemuan tatap muka jika dilihat dari sisi penyampaian. Hal ini disebabkan karena pembelajaran tatap muka memungkinkan guru untuk melihat secara keseluruhan, baik pesan verbal dan non verbal yang ditunjukkan oleh siswa. Pesan verbal dan non verbal tersebut yang kemudian menjadi feedback untuk guru dalam mengetahui sejauh mana peserta didik memahami materi pembelajaran.

 

"Misalnya pesan non verbal, seperti mengkerutnya dahi siswa dapat diambil kesimpulan bahwa siswa masih belum paham dengan penjelasan guru. Hingga guru dengan segera dan seketika merubah cara penyampainnya untuk memahamkan siswa," imbuhnya.

 

Baca Juga : Industri Media Islam Indonesia

Kendati demikian, pembelajaran juga akan berhasil bila antara guru dan peserta didik memiliki kedekatan  secara psikologis. Sedang, keberadaan teknologi akan menjauhkan kedekatan tersebut. Misalnya, membuat penggunanya menjadi anonim yang akhirnya tak mengenal satu dengan lainnya. Hingga hal itu yang berakibat pada hilangnya rasa  menjadi bagian dari suatu kelas. Selain itu, juga berdampak pada hilangnya rasa sungkan saat dalam kondisi tatap muka.

 

Guru Berkolaborasi Membuat Materi Pembelajaran

 

Pemanfaatan teknologi dalam pembelajaran secara online juga memiliki sisi positif, misalnya peserta didik yang sebelumnya sungkan menjadi lebih berani. Bahkan, jika hal ini dimanfaatkan dengan baik, maka dapat merubah siswa yang pendiam saat di kelas tatap muka, baik karena sungkan atau malu menjadi peserta didik yang lebih terbuka dalam berargumen atau berpendapat.

 

Pasalnya, pembelajaran secara online membuat hilangnya simbol non verbal. Sebab, simbol non verbal tersebut yang dapat digunakan  guru untuk mengetahui sejauh mana pemahaman siswa terhadap materi pembelajaran. Hingga dalam kondisi seperti sekarang ini menuntut guru untuk lebih terlibat aktif dalam berbagai kesempatan dan memperhatikan beberapa hal.

 

"Guru perlu serba hadir dalam setiap aktivitas yang dilakukan oleh siswa. Guru harus aktif untuk terlibat dalam setiap grup yang dimiliki siswa. Guru harusnya menempatkan diri untuk sejajar dengan siswa. Hal ini karena sifatnya yang anonim tadi. Selain itu, guru juga harus memberikan jawaban terhadap setiap komentar yang diberikan oleh siswa yang tidak aktif. Lalu, guru juga perlu memberikan sedikit humor dan cerita-cerita dengan bahasa yanhg bisa diterima oleh siswa. Dengan demikian siswa merasa guru selalu ada di antara mereka. Siswa merasa selalu diperhatikan," ujar Danang.

 

Selain itu, guru juga perlu mengeksplorasi segala hal yang ada di internet yang digunakan untuk materi pembelajaran. Lalu, hasil eksplorasi tersebut digunakan untuk menyediakan sumber belajar bagi peserta didik. Sebab, pembelajaran secara online akhirnya mengakibatkan guru tak lagi ditempatkan menjadi satu-satunya sumber.

 

"Lebih capek memang. Itu mengapa kini saatnya guru bisa berkolaborasi di antara mereka. Misalnya, dengan buat materi bersama yang bisa diakses oleh siswa di beberapa sekolah. Sebab, dari sisi biaya pengembangan materi lebih murah. Sementara, dari sisi kreativitas, banyak orang lebih baik daripada sendiri. Bisa saling membantu tugas, misalnya siapa yang menjadi admin pembelajaran, siapa yang bertugas untuk memberikan komentar, dan sebagainya," terangnya.

 

Kondisi saat ini tak dapat diputar kembali, bahkan tak mungkin lagi mundur kembali ke masa lalu. Pembelajaran seharusnya sudah berubah menjadi pembelajaran online yang memanfaatkan kemampuan teknologi. Demikian juga, dengan pembelajaran yang berbasis praktek. Hingga dalam kondisi seperti ini, kreativitas manusia menjadi tertantang.

 

"Kita kalau dipaksa, maka kreativitas itu akan muncul dan secara perlahan semua akan menuju ke sana. Dan itu tidak mungkin kita tahan. Jadi, secara perlahan gradual kita beradaptasi dengan kondisi perubahan ini dengan pembalajaran daring. Hingga guru-guru juga harus berubah. Kita semua harus berubah. Karena kalau diam, pasti ditinggal," pungkasnya. (Nin)