KOBAR dan NSC Gelar Kajian Daring Kejawen
InformasiKomunitas Baca Rakyat (KOBAR) berkolaborasi dengan Nur Syam Centre (NSC) mengadakan sebuah forum kajian ilmiah melalui aplikasi Zoom (14/07). Forum kajian ilmiah ini terbilang cukup ramai diikuti oleh banyak partisipan dari berbagai kalangan. Mulai dari kiai, gusdurian, polisi, hingga akademisi yang berasal dari berbagai daerah seperti Surabaya, Banyuwangi, Jakarta, dan bahkan ada salah satu mahasiswa Program Magister Ekonomi Syariah di Pakistan yang juga turut mengikuti kajian tersebut.
Kajian daring kali ini menampilkan Ibnu Cahyani dari KOBAR selaku pemantik kajian. Dia menjelaskan makalahnya yang berjudul "Kejawen; Islam atau Kebatinan?". Lalu dilanjutkan oleh Erliyanto, redaktur NSC, sebagai pembanding dalam kajian. Antusiasme peserta sangat tinggi dalam kajian perdana KOBAR-NSC. Hal ini dapat terlihat dari banyaknya peserta dan intensitas chat room kajian tersebut. Beragam respon bermunculan. Mulai dari bentuk pertanyaan yang mendasar seperti apa istilah kejawen dalam bahasa Arab dan bahasa Inggris, hingga respon berupa gagasan-gagasan terkait Kejawen yang berdasar pada pengalaman interaksi dengan orang Jawa dan fenomena di lingkungan mereka bertempat tinggal.
Forum kajian tersebut mendapatkan apresiasi positif dari para peserta. Salah satunya disampaikan oleh Dr. Abdullah Hamid, dosen UIN Sunan Ampel Surabaya. Gus Hamid, seperti dia dipanggil, menyampaikan bahwa kajian kali ini dinilai cukup menarik. Bahkan, dalam kesempatan tersebut, ia tidak banyak memberi tambahan saat moderator memberi ruang untuknya memberi tanggapan. "Saya tidak banyak menambahi karena sudah disampaikan dengan sangat baik oleh pemateri atau pembahas," katanya.
Senada dengan Gus Hamid, seorang dosen yang juga arkeolog Imam Mashud juga menilai sangat tertarik dengan adanya forum kajian tersebut. Terlebih lagi tema yang diangkat dinilai cukup unik. Dia menuturkan bahwa tema tersebut membawanya kepada pertanyaan mendasar tentang apa itu Kejawen. "Malah saya bertanya-tanya terkait istilah Kejawen, Jika kemudian dikaitkan dengan produk budaya lainnya, semisal dengan arsitektur. Bisa-bisa di masa depan kita akan menemukan kajian arkeologi Kejawen ketika kita tuntas mendefinisikan kapan Kejawen itu muncul dan pengaruh-pengaruhnya," ungkapnya.
Akan tetapi, beberapa peserta lainnya, menilai forum kajian tersebut masih memiliki beberapa kekurangan. Seperti halnya yang dipaparkan Khobirul Amru, yang mengaku sebagai peserta yang baru mengikuti kajian KOBAR. Dia menyampaikan, bahwa pembahasan dalam kajian tersebut masih melebar dan mengambang. Dia mengatakan merasa kebingungan untuk mengikuti alur pendapat dan tanggapan para peserta lainnya. "Sebenarnya posisi tema kejawen ini seperti apa? Dalam kajian kali ini sebenarnya posisinya dimana? ini sepertinya masih meraba-raba Kejawen itu seperti ini dan seperti itu?" gusarnya.
Budayakan Paradigma Ilmiah
Ahmad Miftahul Haq, selaku Koordinator Kajian KOBAR menyampaikan bahwa pola kajian KOBAR berpijak pada metode kajian ilmiah. "Kami diajari untuk melihat sebuah kajian dari sebuah perspektif atau pendekatan apa yang digunakan oleh pemantik diskusi. Jadi dari keterangan pemantik yang panjang-lebar tidak akan menghilangkan fokus kami pada dua hal tersebut," terang Gus Miftah, panggilan akrabnya.
Berbicara soal 'kejawen', Gus Miftah mengatakan bahwa secara pribadi dirinya dapat memahami apa yang disampaikan oleh pemantik kajian. "Dalam hal ini Pemantik kajian melihat Kejawen dari sisi eksistensinya, dari sisi keberadaan manusia Jawa yang secara alamiah lahir di Jawa dan memiliki cara berpikir ala Jawa," imbuhnya. Gus Miftah sendiri menginginkan Kejawen dilihat secara ilmiah, "jadi dalam kajian ini kita dapat melihat Kejawen dalam perspektif ilmiah, budaya misalnya alih-alih fenomena kontroversialnya," lanjutnya.
Komitmen Ilmu Pengetahuan
Chabib Musthofa selaku penyelenggara dari NSC menyampaikan bahwa tujuan diadakannya kajian daring tersebut sebagai bentuk menguatkan sinergi antar komunitas yang mempunyai komitmen tinggi pada ilmu pengetahuan. Juga turut serta dalam memfasilitasi ruang pembelajaran alternatif secara daring. "Kerjasama kami dengan KOBAR karena kami ingin mengangkat tema-tema yang relevan dengan situasi kekinian. Selain itu, untuk membangun networking antar komunitas," jelasnya. "Pada titik inilah, NSC dan KOBAR dipertemukan. Selain faktor bahwa Doktor Chabib ini adalah juga sesepuh KOBAR yang juga macak CEO NSC," timpal Gus Miftah dengan nada bercanda.
KOBAR merupakan sebuah komunitas yang berusaha untuk mewujudkan budaya baca-tulis masyarakat. Sebelumnya komunitas ini bernama Komunitas Baca Surabaya (KOMBAS) yang diinisiasi oleh Prof. Dr. H. Nur Syam, M.Si di tahun 2006 dengan menunjuk Chabib Mustofa menjadi ketua pertama dari komunitas ini. (Nin)