(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Dakwah Islam Menyongsong Indonesia Emas

Khazanah

Indonesia Emas, 2045, merupakan dambaan masyarakat untuk melihat Indonesia yang lebih baik. Hal ini tentu dikaitkan dengan bonus demografi, yang ditandai dengan semakin banyaknya generasi produktif, dan sedikitnya penduduk yang berkategori tua dan anak-anak. Bonus Demografi menjadi dambaan bahwa Indonesia di masa depan akan lebih baik, sebab ketiadaan ketergantungan dari penduduk usia tua dan anak-anak. Suatu negara yang wajah populasinya terdiri dari kelompok produktif yang lebih besar, maka dapat menjadi pertanda bahwa negara tersebut beruntung.

  

Secara ekonomi, berdasarkan prediksi dari Mc-Kinsey, bahwa pada tahun 2030-an Indonesia akan memasuki era baru sebagai negara dengan peringkat G10. Artinya, jika selama ini Indonesia sudah masuk dalam G20, maka peluang untuk naik peringkat tersebut sangat besar. Berdasarkan pertumbuhan ekonomi yang relatif stabil dan cenderung meningkat. Tentu ramalan Mc-Kinsey  ini sebelum terdapat pandemi Covid-19 yang ternyata memiliki dampak luar biasa dalam pertumbuhan ekonomi. Bahkan negara-negara di Eropa mengalami pertumbuhan minus karena pandemi Covid-19. Indonesia juga terpaksa harus merevisi APBN tahun 2020 dari 2200 triliun lebih menjadi 1700 triliun lebih, dengan tingkat defisit anggaran yang sangat besar. Namun demikian, Mc-Kinsey  berpendapat, Indonesia termasuk negara yang paling awal untuk dapat recovery secara ekonomis dari adanya Pandemi Covid-19. (Binis.com diunduh 26/09/2020).

  

Banyak  kalangan yang masih optimis, bahwa Indonesia akan kembali survive secara ekonomi dengan catatan bahwa situasi sosial politik mendukung terhadap upaya recovery  yang terus dilakukan. Sebab hal ini, maka yang turut diperhatikan adalah bangunan keberagamaan di Indonesia yang juga harus relevan dengan tujuan untuk mengembangkan kerukunan, keharmonisan dan keselamatan bagi bangsa dan masyarakat Indonesia. Kehidupan masyarakat beragama yang berselaras dengan perdamaian tentu menjadi salah satu pemicu bagi tercapainya keinginan menjadikan Indonesia lebih baik di masa depan.

  

Dakwah Islam merupakan kata kunci untuk membangun kehidupan beragama yang rukun, harmoni dan selamat. Dakwah sebagai upaya untuk meningkatkan pemahaman dan pengamalan beragama yang bercorak wasathiyah tentu menjadi tolok ukur  keberagamaan kita di masa depan. Kita meyakini bahwa hanya dengan dakwah yang bercorak membangun kerukunan saja maka kehidupan yang damai akan dapat dirajut. 

  

Saya berkeyakinan bahwa kehidupan beragama yang bernuansa damai akan sangat menentukan terhadap persatuan bangsa. Jika umat beragamanya berada di dalam kehidupan yang rukun dan damai, maka diyakini bahwa  persatuan bangsa akan dapat ditegakkan. Jika masyarakat Indonesia menginginkan kehidupan yang damai di masa depan, maka prasyarat kerukunan menjadi urgen. Untuk mewujudkannya, maka  salah satunya  adalah dengan menegakkan kerukunan beragama di kalangan masyarakat.

  

Dakwah merupakan upaya untuk membangun kehidupan beragama yang berbasis saling memahami antara satu dengan yang lain. Di dalam konteks ini, maka Balitbangdiklat Kemenag telah menyelenggarakan survey tentang indeks kerukunan umat beragama dan pada tahun 2019.  Indeksnya adalah sebesar 73,83 atau naik 2,93 dibandingkan tahun 2018 sebesar 70,90.  Indikator tersebut meliputi: toleransi beragama, kesetaraan beragama dan kerja sama antar umat beragama. Selama ini toleransi diukur dari sejauh mana antar umat beragama menyadari keberadaan umat beragama lain atau yang disebut sebagai co-eksistensi, yaitu suatu sikap menyadari bahwa ada orang lain selain dirinya di dalam kehidupan. Bisa bertetangga, bisa saling berkawan, bisa menerima kehadiran orang lain yang berbeda suku, ras dan agama. Bahkan bisa menerima orang lain menjadi keluarganya. Kemudian ukuran kesetaraan adalah bagaimana seorang individu dapat menyadari tentang kesetaraan antara dirinya dengan orang lain, kesetaraan antar penganut agama, dan kesetaraan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Lalu yang sangat mendasar adalah bagaimana mereka bisa bekerja sama dalam melaksanakan program yang dirancang dan bisa dikerjakan bersama-sama, yang  disebut sebagai pro-eksistensi. 

  

Hanya sayangnya bahwa di dalam keyakinan beragama terdapat suatu keyakinan bahwa hanya agamanya sendiri yang benar dan yang lain salah atau religious way of knowing. Tentu saja dakwah merupakan suatu kegiatan untuk meyakinkan bahwa agama yang benar di sisi Allah adalah agama Islam. Semua agama meyakini seperti ini. Bahkan agama yang tidak meyakini bahwa agamanya yang benar maka diragukan kebenaran agamanya.

  

Dakwah Islam tentu harus meyakinkan agama Islam yang paling benar, akan tetapi di saat lainnya juga harus menyatakan bahwa penganut agama lain bisa hidup bersama. Jadi kebenaran agama itu bersifat mutlak, tetapi harus ditempatkan di dalam konteks kebersamaan dalam kehidupan dengan umat beragama lain. Agar manusia bisa hidup rukun dan damai maka semua penyiar agama harus berada di dalam konteks contradiction in agreement, yaitu sikap para penyebar agama yang menempatkan kesepakatan yang kontradiktif, meyakini agamanya sendiri yang benar tetapi di sisi lain harus mengakui keyakinan dan keberadaan penganut agama lain. 

  

Sikap seperti inilah yang dituntut ke depan dalam menghadapi era Indonesia Emas 2045. Para dai harus tetap menyuarakan agamanya yang benar, tetapi tetap harus mengampanyekan tentang keberadaan agama lain dan bahkan bekerja sama dengan penganut agama lain. Para dai yang bisa melakukannya adalah mereka yang selama ini berpandangan moderat  atau inklusif dan bukan yang berpandangan eksklusif. Ketika sikap eksklusivisme yang dijadikan sebagai patokan, maka dipastikan akan terjadi gesekan dan bahkan konflik sosial bernuansa agama. 

  

Untunglah bahwa di Indonesia ini masih lebih banyak para dai yang memiliki paham dan sikap yang inklusif yang mengedepankan kehidupan beragama yang toleran, berkesetaraan dan bisa bekerja sama. Para dai  yang disebut sebagai dai Islam moderat tentu menjadi tumpuan harapan untuk masa depan Indonesia yang lebih baik. Selain itu, para dai  moderat juga selalu menyuarakan tentang basis simbiosis mutualisme antara agama dan negara dengan mengedepankan akan arti pentingnya Pancasila sebagai common platform bagi Indonesia yang plural dan multikultural.

  

Jika masyarakat Indonesia menginginkan momen Indonesia Emas menjadi Indonesia yang lebih baik, maka tidak ada pilihan lain kecuali masyarakat dan organisasi sosial keagamaan menyepakati agar dakwah sekarang dan masa yang akan datang adalah dalam coraknya yang wasathiyah atau yang rahmatan lil alamin. Lalu, apakah ada di antara kita yang masih berpikir ingin berdakwah dengan konten yang berbeda dengan keinginan membangun Indonesia yang lebih baik di masa depan atau masih adakah yang menginginkan terjadinya sikap saling menodai, menghina, melecehkan terhadap kawan seiring dalam membangun pemahaman dan perilaku beragama yang bercorak saling menghargai. Kita harus memilihnya.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.