(Sumber : www.nursyamcentre.com)

Pasar Syariah Harus Memperkuat Ekonomi Kebangsaan

Opini

Tindakan pemerintah untuk memperkarakan terhadap orang-orang yang melakukan upaya untuk mendirikan pasar syariah atau pasar muamalah memang bisa menuai pro dan kontra. Bagi yang pro terhadap pasar syariah tentu akan muncul anggapan telah terjadi kriminalisasi dan politisasi terhadap upaya untuk membuat semakin semaraknya perdagangan berbasis syariah di Indonesia, dan mereka yang kontra tentu beranggapan bahwa mendirikan pasar syariah yang memperdagangkan barang atau produk dengan nilai tukar dirham atau coin perak dan dinar  atau coin emas tentu bertentangan dengan regulasi yang mengatur mengenai sistem perdagangan di Indonesia.

  

Pasar syariah memang lagi menuai keinginan untuk berkembang. Hal tersebut bisa dilihat dari semakin banyaknya daerah yang menyelenggarakan pasar syariah. Di Medan, Jakarta, Bogor dan Madiun. Di antara yang mencolok adalah di Bogor yang memicu kontroversi. Hal ini semata-mata disebabkan karena pasar syariah atau pasar muamalah tersebut menggunakan satu-satunya alat transaksi (alat tukar atau bayar), yaitu dinar yang terbuat dari emas dan dirham yang terbuat dari perak asli. Dirham adalah emas murni 22 karat atau koin emas seberat 4,25 gram  dan dirham adalah koin perak seberat 2,975 gram. Harga 1 dinar setara dengan Rp4.000.000,  sedangkan 1 koin dirham senilai Rp 73.500. Harga ini tentu sesuai dengan standart harga di pasar emas dan perak, hanya saja khusus untuk pasar muamalah di Bogor ada charge sebesar 2,5%. Inilah yang dianggap sebagai keuntungan. 

  

Upaya untuk mendirikan  pasar syariah atau pasar muamalah, sebenarnya merupakan sebuah keinginan untuk memanfaatkan sistem ekonomi syariah dan kejelian menangkap peluang, bahwa ada sejumlah orang Indonesia yang memang sedang menggandrungi segalanya yang serba syariah. Dianggapnya bahwa system ini sebagai salah satu system ekonomi syariah yang dianggap relevan dengan sistem ekonomi Syariah, khususnya system ekonomi yang berkembang di Timur Tengah. Ada sebagian kecil masyarakat Indonesia yang beranggapan bahwa segala sesuatu yang datang dari Timur Tengah pastilah kebaikan dan segala hal yang berasal dari  luar sistem itu dianggapnya sebagai kesalahan. 

  

Berdirinya pasar syariah atau pasar muamalah tentu dapat dikaitkan dengan semakin meningkatnya religiositas masyarakat Indonesia di satu sisi dan keinginan untuk mengaplikasikan system ekonomi syariah yang dianggapnya sesuai dengan Islam, khususnya di Timur Tengah. Kata dinar dan dirham tentu dikaitkan dengan praktik ekonomi yang berkembang di Timur Tengah  dan juga beberapa negara lain, yang menjadikan dinar dan dirham sebagai alat tukar barang atau produk. 

  

Indonesia memang telah memiliki regulasi yang terkait dengan nilai tukar barang atau produk, sehingga Wakil Presiden, KH. Ma’ruf Amin, menyatakan bahwa di dalam perdagangan di Idonesia harus menggunakan mata uang rupiah. Beliau menyatakan: “Transaksi Pakai Dinar-Dirham di pasar Muamalah Menyimpang”. (detiknews diunduh 8/02/21). Pasar Syariah juga harus menggunakan mata uang yang absah sesuai dengan regulasi yang berlaku di Indonesia. Di dalam konteks transaksi di dalam perdagangan berbasis syariah lalu tidak bisa dengan sesuka hati menggunakan instrument transaksi selain rupiah, termasuk transaksi menggunakan dinar dan dirham. 

  

Memang keinginan untuk mengekspresikan Islam dalam kehidupan sedang menuai masanya, termasuk dalam berbisnis. Usaha-usaha Syariah sedang memiliki potensi besar di dalam perekonomian di Indonesia. Sumbangan terhadap devisa berbasis atas ekonomi syariah juga cukup menggembirakan, 5,72% pada tahun 2020. Hal ini dipicu oleh ekonomi syariah, keuangan syariah dan usaha-usaha syariah yang terus tumbuh dan berkembang. Termasuk upaya-upaya kreatif tersebut misalnya terkait dengan minat untuk mendirikan pasar syariah atau pasar muamalah. Hanya saja usaha-usaha kreatif ini tidak dibarengi dengan sejumlah pemahaman tentang regulasi yang terkait dengan system usaha ekonomi di Indonesia. Beberapa orang hanya berpikir bahwa usaha ini menguntungkan, bermanfaat dan berbasis syariah. Mereka  tidak memperhatikan bahwa di dalam pengembangan usaha-usaha produktif tentu harus selalu memperhatikan terhadap regulasi yang mengikat semua pihak. Yang dilakukan oleh Zaim Saidi di Depok dengan perdagangan yang menggunakan transaksi dinar dan dirham tersebut ternyata bertentangan dengan regulasi yang telah lama berlaku di Indonesia. 

  

Oleh karena itu, ada beberapa pemikiran terkait dengan pengembangan ekonomi syariah termasuk mendirikan pasar syariah atau lainnya. Pertama, Bagi seluruh masyarakat Indonesia atau orang yang berusaha di Indonesia, maka pastilah berlaku peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Sebagai usaha yang dilakukan orang di Indonesia, maka usaha-usaha syariah atau apapun yang berbasis syariah juga mestinya tetap berada di dalam koridor keindonesiaan. Artinya, regulasi harus tetap diperhatikan, yaitu Undang-Undang No. 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang. Penggunaan selain alat transaksi selain rupiah tentu melanggar peraturan atau regulasi.

  

Kedua, Pasar muamalah atau pasar syariah  yang hanya menggunakan nilai tukar dinar dan dirham tentu menggambarkan sebagai sebuah usaha yang eksklusif, dan sectarian. Bagi masyarakat Indonesia yang multicultural dan plural,  tentu saja pasar eksklusif akan bisa mencederai terhadap kesepekatan sebagai bangsa yang berpaham kebinekaan. Bisa saja pasar tidak menggunakan nama atau label syariah tetapi di dalamnya terdapat penerapan aturan syariah atau menerapkan nilai-nilai syariah. Atau bisa saja pasar syariah tetapi di dalamnya tetap menggunakan alat tukar jual beli produk dengan mengedepankan rupiah sebagai alat transaksinya. Jika pun menggunakan dirham atau dinar maka harus dikonversi menjadi rupiah. Dengan cara seperti ini, maka usaha syariah akan relevan dengan tujuan berbangsa dan bernegara untuk kemajuan ekonomi umat.

  

Ketiga, formalisasi syariah janganlah dijadikan sebagai sarana untuk memunggungi terhadap kepentingan berbangsa dan bernegara. Keinginan  untuk menerapkan aturan syariah tetaplah harus berada di dalam konteks negara bangsa, yaitu NKRI dengan Pancasila sebagai dasar negaranya.  Diterapkannya syariah di dalam bernegara justru digunakan sebagai sarana untuk memperkuat rasa kebangsaan dan kenegaraan. 

  

Dengan demikian, kebebasan berusaha dan mengembangkan ekonomi di Indonesia akan selalu berselaras dengan tujuan untuk kesejahteraan sosial sebagaimana tercantum di dalam Pembukaan Undang-Undang Dasar 1945.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.