(Sumber : Torto.ID)

Terorisme Global: Bukan Hanya Fenomena Indonesia

Opini

Artikel ini merupakan bahan presentasi yang saya sampaikan dalam Seminar akhir tahun 2022, tepatnya pada tanggal 23 Desember 2022. Seminar ini dihadiri oleh Dr. Imron Rosyadi, SH, MH, MM dan Moh. Saifuddin Umar, Lc., M.Pd sebagai narasumber dan juga dihadiri oleh mahasiswa S1, Strata2, Strata3 dan juga masyarakat Umum. Bahkan ada yang bergama selain Islam. 

  

Terorisme tidak bisa dilekatkan dengan agama tertentu. Setiap pemeluk agama memiliki potensi untuk menjadi radikal bahkan ekstrim jika memahami agama hanya dari satu tafsir saja yang benar. Orang Islam juga ada yang radikal. Orang Katolik juga ada yang radikal. Orang Kristen juga ada yang radikal. Orang Hindu dan Buddha juga ada yang radikal. Bahkan ekstrim.

  

Mengaitkan perilaku teror dengan agama adalah kesalahan pemahaman tentang makna agama. Setiap agama mengajarkan doktrin keselamatan dan bukan doktrin penghancuran kemanusiaan. Jika ada pemahaman dan pengamalan agama yang tidak menyelamatkan umat manusia dipastikan ada yang salah dalam pemahaman keberagamaannya. Doktrin agama yang hakiki adalah doktrin kerukunan, keharmonisan dan keselamatan. Ada banyak dalil bahkan doa  yang terkait dengan hal ini.

  

Konsep Islam tentang kafir memang ada. Ada kafir dzimmi dan ada kafir harbi. Jika kafir harbi memang boleh diperangi karena mereka melakukan tindakan yang bisa merusak dan menghancurkan umat lainnya. Sedangkan kafir dzimmi justru harus dilindungi karena bisa bekerja sama dan berperilaku baik. Di Indonesia tidak bisa dipahami hanya ada kafir harbi, sebab yang terjadi justru kafir dzimmi atau orang yang berbeda keyakinan tentang agama tetapi tidak membuat kegaduhan, tidak membuat keonaran dan bisa bekerja sama. Yang seperti ini tidak boleh diperangi. 

  

Melakukan jihad adalah kewajiban dalam keadaan perang untuk membela kebenaran dan negara. Jihad pada negara yang damai dan tenteram tentu bukan jihad dalam bentuk perang. Ada tafsir lain yang harus diperhatikan sebagai alternatif. Jangan menganggap hanya tafsir agamanya saja yang benar. Hadratusy Syeikh Hasyim Asyari pernah menyerukan “Resolusi Jihad” untuk melawan kaum Sekutu yang akan menjajah Indonesia. Jihad ini merupakan jihad dalam konteks perang melawan penjajahan. Dan peristiwa Resolusi Jihad ini kemudian dijadikan sebagai Hari Santri Nasional (HSN) yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober.

  

Terorisme tentu bukanlah ajaran agama yang hakiki. Bahkan ulama-ulama Saudi Arabia juga mengharamkan terorisme.  Khususnya Ikhwanul Muslimin di Mesir. Kaum Ikhwanul Muslimin disebut sebagai kelompok yang bertujuan untuk melakukan penguasaan sebanyak-banyaknya untuk dirinya sendiri dengan melakukan hasutan, kekerasan dan terorisme.

  

NU menyatakan bahwa Terorisme berasal dari pemahaman agama yang salah. Terorisme adalah kejahatan terhadap kemanusiaan dan tidak ada kaitannya dengan agama apapun. Muhammadiyah menyatakan bahwa  Terorisme adalah musuh agama dan kemanusiaan. Siapapun dan atas nama apapun tidak boleh menoleransi setiap bentuk terorisme karena menghancurkan kehidupan dan mengancam masa depan peradaban dunia.

  

Terorisme merupakan fenomena yang terjadi di tengah kehidupan global. Fenomena kerusuhan atau terorisme di Zelandia Baru. Dilakukan di Masjid Christchurch yang dilakukan oleh orang kulit putih di Masjid An Nur Selandia Baru, 15 Maret 2019. Menewaskan  50 orang dan 20 orang lainnya luka-luka. Pelakunya tertawa saat melepaskan tembakan kepada jamaah masjid.


Baca Juga : Kiat Membina Hubungan yang Sehat

  

Fenomena terorisme di Amerika Serikat, misalnya 14/02/2018 di SMA Marjory Stoneman Douglas Florida. Terbunuh sebanyak 14 siswa yang sedang belajar. Fenomena terorisme di SMA Santa Fe, Texas 18/05/2018 dan   menewaskan sebanyak 10 orang siswa yang sedang belajar. Fenomena terorisme di SD Robb Texas,  24/05/2022 dan  menewaskan sebanyak 18 orang siswa yang sedang belajar dan seorang guru yang sedang mengajar. Yang menjadi fenomenal adalah terorisme atas WTC, 11 September 2001. Terorisme ini dikaitkan dengan gerakan Alqaida di bawah Usamah bin Ladin dan kemudian memunculkan gerakan deradikalisasi bagi seluruh dunia yang diprakarsai oleh Amerika.

  

Terorisme di Inggris   pada 19 Juni 2017.  Ada  seorang pria yang  bernama Derren Osborn menabrakkan van ke jamaah masjid di Finsbury Park, London Utara. Terdapat 10 orang meninggal. Terorisme di Inggris 3/06/2017 dan  dilakukan oleh Khuram Butt, Rachid Redouane, dan Youssef Zaghba menewaskan 8 orang dan  48 lainnya luka-luka. 

  

Terorisme di India tepatnya di Mumbai November 2008 menewaskan sebanyak 188 orang. Terosisme ini dilakukan oleh Deccan Mujahidin. Pembunuhan Rajiv Ghandi dilakukan oleh Thenmonzi Rajaratnam, anggota kelompok Macan Tamil Sri Langka. Menewaskan sebanyak 14 orang.

  

Terorisme di Thailand,  seorang Sersan Mayor Jakraphanth Thomma melakukan serangkaian penembakan dan menyebabkan tewasnya 25 orang. Teror ini dilakukan pada 8/02/2020. Terorisme dilakukan juga di Myanmar khususnya atas Suku Rohingya. Tindakan ini bahkan disebut sebagai genosida atas umat yang berbeda suku dan agama. 

  

Penyebab tumbuhnya terorisme adalah adanya ketidakadilan yang dirasakan oleh masyarakat. Terutama masyarakat kelas bawah. Oleh karena itu tugas pemerintah adalah memberikan rasa cukup bagi masyarakat agar keinginan untuk melakukan tindakan terorisme tidak terjadi. Berikan kepastian kepada rakyat untuk mendapatkan hak-haknya, misalnya hak kesejahteraan, pendidikan dan kesehatan. 

  

Pemerintah telah melakukan banyak skema dalam meningkatkan ketercukupan standart minimal bagi keluarga miskin. Misalnya pemberian bantuan pendidikan, kesehatan dan sosial ekonomi. Sayangnya upaya pemerintah ini belum diimbangi dengan upaya untuk meniadakan korupsi, kolusi dan nepotisme. Banyak Tindakan koruptif yang dilakukan oleh pejabat pemerintah yang sesungguhnya merugikan negara dan mengamputasi kesejahteraan masyarakat.

  

Penyebab tumbuhnya terorisme yang lain adalah dominasi Barat yang terlalu kuat. Semakin menguatnya budaya Barat di Negara Indonesia dapat menjadi pemicu terorisme. Makanya, yang dijadikan sebagai sasaran terorisme adalah pusat-pusat lambang Barat di Indonesia. Misalnya pengeboman Bali, pengeboman Hotel Ritz Carlton, Pusat Pertokoan Sarinah, dan beberapa gereja serta kantor Kepolisian. Semua ini dianggap sebagai representasi budaya Barat di Indonesia. 

  

Yang juga bisa menjadi penyebab tumbuhnya terorisme adalah tafsir agama yang hanya membenarkan atas kelompoknya saja dan menganggap yang lain salah dan harus dihilangkan. Bahkan orang atau kelompok lain yang berbeda dalam menafsirkan ajaran agama dianggapnya sebagai kafir. Dan bagi mereka orang kafir wajib diperangi atau dibunuh. Halal darahnya. Sikap beragama yang eksklusif ini bisa menular kepada siapa saja asalkan terdapat potensi untuk tumbuh.  

  

Oleh karena itu yang  diperlukan adalah upaya untuk memperkuat moderasi beragama melalui  upaya membangun pamahaman, sikap dan perilaku mencintai negaranya, toleransi atas perbedaan, menghargai keanekaragaman bangsa,  mencintai budaya bangsa, dan anti kekerasan. Melalui moderasi beragama, maka yang pahamnya sangat ke kanan atau radikal dan ekstrim bisa ditarik ke tengah atau menjadi moderat. 

Jadi moderasi beragama merupakan upaya yang sistematis dan terstruktur untuk mengajak masyarakat Indonesia agar memahami bahwa Indonesia ini adalah negara yang besar yang dasar negaranya tidak bisa diubah dan bentuk negaranya juga tidak bisa diubah dengan alasan dan dasar apapun.

  

Wallahu a’lam bi al shawab.