(Sumber : Kompas.com)

Penerapan Demokrasi dan Prinsip-Prinsip Islam

Riset Agama

Artikel berjudul “The Role of Islamic Law, Constitution, and Culture in Democracy in the UAE and Indonesia” merupakan karya A.H Asari Taufiqurrohman, Muhammad Hidayat Muhtar, Ahmad, Nur Mohamad Kasim, dan Suwitno Yutye Imran. Tulisan ini terbit di Ahkam: Jurnal Ilmu Syariah tahun 2024. Kajian ini mengeksplorasi bagaimana hukum Islam dan budaya lokal mempengaruhi demokrasi di Uni Emirat Arab (UEA) dan Indonesia serta bagaimana konstitusi masing-masing negara memfasilitasi penerapan demokrasi berdasarkan prinsip Islam. Penelitian tersebut menggunakan hukum yuridis dengan pendekatan sejarah, komparatif dan hukum Islam dan akan dianalisis dengan metode deskriptif-analitis. Terdapat lima sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, demokrasi islam dan implementasinya dalam sistem hukum. Ketiga, hukum Islam dalam demokrasi di Uni Emirat Arab dan Indonesia. Keempat, demokrasi di Uni Emirat Arab dan Indonesia dalam kerangka prinsip hukum Islam. Kelima, implikasi terhadap penerapan demokrasi Islam di Uni Emirat Arab dan Indonesia. 

  

Pendahuluan 

  

Berdasarkan teori demokrasi, sebagian besar ahli sepakat bahwa demokrasi berarti pembentukan dan pengambilan keputusan yang inklusif, kolektif dan mengarah pada respons politik dalam arti transformasi efektif dari preferensi warga negara dan kebijakan. Pemilihan demokrasi dalam suatu negara akan menghindari kekuasaan otoriter penuh dari pemimpin tertinggi karena sebenarnya dengan menggunakan pilihan negara demokrasi, maka rakyatlah pemegang kekuasaan tertinggi. Artinya, rakyat bersama-sama melarang tindakan dan kebijakan yang mengarah pada kesewenang-wenangan dan mendiskreditkan rakyat. 

  

Pada konteks demokrasi dalam hukum Islam, beberapa ulama mengkaji bagaimana prinsip demokrasi dapat diintegrasikan dengan nilai dan prinsip hukum Islam. Salah satu konsep utama dalam demokrasi yang berkaitan dengan hukum Islam adalah “Shura” yang berarti sistem konsultasi dan partisipasi dalam pengambilan keputusan. Beberapa ulama menegaskan bahwa shura dalam Islam sejalan dengan prinsip demokrasi seperti inklusivitas, kolektivisme dan representasi. Demokrasi dalam hukum Islam dapat dilihat melalui beberapa model yang dikemukakan oleh para akademisi Islam kontemporer. Beberapa model yang masih diperdebatkan adalah demokrasi konstitusional, demokrasi deliberatif, dan demokrasi inklusif. 

  

Di sisi lain sebagian ulama menilai demokrasi dalam Islam lebih pada substansi dibandingkan prosedur. Artinya, Islam lebih mengutamakan prinsip keadilan, kesetaraan dan kebebasan dibandingkan struktur politik tertentu. Namun perlu dicatat bahwa para cendekiawan muslim berbeda pendapat mengenai sejauh mana prinsip demokrasi dapat diintegrasikan ke dalam hukum Islam. 

  

Sehubungan dengan hal di atas, sistem demokrasi juga diterapkan di negara-negara yang memiliki karakter Islam kuat seperti Uni Emirat Arab (UEA) dan Indonesia. Jika UEA menerapkan syariat Islam sebagai dasar pengambilan keputusan bernegara, maka di Indonesia meski berdasarkan demokrasi Pancasila, Pancasila adalah perpaduan nilai-nilai Islam. Hal ini dibuktikan dengan sila pertama Pancasila yakni kalimat yang dikutip dari Piagam Jakarta yang menghilangkan frasa “kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluknya.” Hal ini menunjukkan bahwa sistem demokrasi Pancasila yang diterapkan di Indonesia tidak lepas dari landasan utama nilai-nilai Islam dengan tetap meneguhkan posisi toleransi dan inklusif. 

  

Demokrasi Islam dan Implementasinya dalam Sistem Hukum

  

Demokrasi Islam dan implementasinya dalam sistem hukum sangat penting untuk memahami bagaimana nilai Islam diterapkan dalam sistem demokrasi. Agama dapat menjadi motivasi dalam kehidupan seseorang. Bagi muslim, Islam lebih merupakan filsafat moral, sistem kepercayaan atau perintah spiritual. Di Timur Tengah, Islam menempati posisi istimewa sebagai sintetik antara individu, kelompok, agama dan politik serta kehidupan manusia secara holistik. 


Baca Juga : Penanaman Nalar Kritis dalam Pengajaran Aqidah: Langkah Awal Menuju Islam Wasathiyah

  

Pada prinsipnya, Islam dan demokrasi bukan tidak mungkin bisa dibandingkan asalkan memenuhi prinsip-prinsip dasar yang diperlukan yakni menempatkan Islam sebagai dasar hukum dan agama nasional namun tidak menciptakan undang-undang yang bertentangan dengan prinsip demokrasi. Berdasarkan ayat al-Qur’an terdapat beberapa ayat yang berkaitan dengan prinsip utama demokrasi, antara lain Q.S Ali Imran: 104 & 159; Al-Shura: 38; Al-Maidah: 8; As-Syura: 15; Al-Hujurat: 13; An-Nisa: 58-59 & 83; Al-Shura: 38. 

  

 Hukum Islam diterapkan dalam konteks Indonesia yang lebih pluralistik dan toleran yang sejalan dengan sistem demokrasi yang inklusif dan partisipatif. Hal ini mencerminkan bagaimana negara yang mayoritas penduduknya beragama Islam, seperti Indonesia mampu mengakomodasi perbedaan dan keberagaman masyarakatnya. Sistem demokrasi Indonesia tidak hanya dipengaruhi oleh konstitusi dan Pancasila tetapi juga faktor lain seperti sejarah, budaya, dan dinamika politik. Oleh sebab itu, untuk memahami bagaimana demokrasi berdasarkan prinsip Islam di Indonesia perlu mempertimbangkan bagaimana berbagai faktor tersebut berinteraksi dan mempengaruhi sistem demokrasi. 

  

Hukum Islam dalam Demokrasi di Uni Emirat Arab dan Indonesia 

  

Pada hampir tujuh dekade lalu, demokrasi di negara Timur Tengah menjadikan banyak negara Arab mulai menerapkan konstitusi yang menegaskan bahwa norma Islam adalah sumber peraturan perundang-undangan mereka. Meskipun deklarasi tiap negara berbeda-beda, justru perbedaan tersebut memainkan peran penting. Hukum Islam mengacu pada “syariah” yang berarti jalan. Pada beberapa konstitusi merujuk pada fikih yang berarti pemahaman mendalam atau penuh. Namun beberapa akademisi sepakat bahwa gambaran norma Islam bercirikan prinsip syariah. 

  

Peran dan prinsip hukum Islam juga berbeda, tergantung pada karakteristik konstitusi negara dan bagaimana norma Islam diterapkan. Misalnya, Uni Emirat Arab (UEA) yang terus memperbaharui konstitusinya dari tahun 1971 hingga 1996. Dewan Nasional Federal (badan legislatif) memutuskan menetapkan presiden dan wakil presiden sebagai otoritas federasi dan sebuah institusi. Selain itu, terdapat dua asa pokok lain yang dihasilkan dari konstitusi tersebut salah satunya adalah hukum Islam yang diusulkan sebagai sumber utama. 

  

Di Indonesia, gagasan demokrasi dan hukum Islam terus bergulir seiring dengan dinamika politik. Pada pasal 29 UUD 1945 menjelaskan bahwa negara Indonesia berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa dan mengakui kebebasan beragama. Pasal ini memberikan ruang bagi penerapan hukum Islam dan menegaskan prinsip demokrasi yang menjamin kebebasan beragama bagi masyarakat. 

  

Terdapat beberapa aspek prinsip demokrasi di Indonesia dan UEA. Pertama, sistem pemerintahan yang dijalankan kedua negara ternyata mempengaruhi penerapan syariat Islam dalam setiap permasalahan yang ada. Kedua, hukum Islam memiliki pengaruh besar dalam menentukan kebijakan dan peraturan di UEA dan Indonesia yang keduanya memiliki populasi mayoritas muslim. Ketiga, hak-hak minoritas dalam dua konstitusi di negara tersebut membuka ruang bagi praktik peran dan perlindungan hak minoritas di kedua negara, meskipun jumlah minoritas di UEA lebih sedikit dibandingkan Indonesia. Sementara itu, partisipasi politik di UEA dan Indonesia memiliki perbedaan praktik. Partisipasi politik di UEA lebih terbatas dibandingkan Indonesia, sehingga berdampak masif pada penerapan nilai-nilai hukum Islam dalam bentuk demokrasi. Terakhir, pelaksanaan otonomi daerah, meskipun mengenal prinsip desentralisasi, namun praktik desentralisasi dalam kerangka otonomi daerah di Indonesia lebih terlihat. 

  


Baca Juga : Korupsi, Mentalitas dan Tindakan Permissiveness

Demokrasi di Uni Emirat Arab dan Indonesia dalam Kerangka Prinsip Hukum Islam

  

Pada konteks politik, UEA memiliki sistem pemerintahan lebih otoriter dan partisipasi politik yang terbatas. Pada saat yang sama, Indonesia menganut sistem demokrasi yang lebih inklusif dan memberikan peluang lebih luas bagi partisipasi politik masyarakat. Hal ini mencerminkan perbedaan nilai demokrasi, kebebasan politik dan partisipasi publik di kedua negara. 

  

Kemudian, pada kaitannya dengan sistem hukum, UEA menekankan hukum syariah yang mencerminkan identitas kuat dan pengaruh agama dalam struktur negara. Di sisi lain, Indonesia memiliki pendekatan lebih inklusif dan pluralis, menghargai keberagaman agama dan kepercayaan yang ada dalam masyarakat dan menerapkan prinsip demokrasi serta keadilan sosial pada sistem hukum dan pemerintahan. Pada konteks budaya, kedua negara memiliki kesamaan dalam keyakinan agama dan beberapa praktik keagamaan. Meski begitu, perbedaan bahasa resmi mencirikan keragaman budaya, sejarah, dan pengaruh asing yang berbeda dan membentuk identitas masing-masing negara. 

  

Ciri nilai demokrasi di UEA dapat ditegaskan ketika menelusuri kembali hukum Islam di sana. Secara historis, hukum Islam adalah bagian dari agama dan tradisi di UEA, sehingga hukum Islam menjadi sumber dari setiap hukum dan kebijakan. Jadi, hukum Islam adalah sumber hukum material yang didasarkan pada faktor sejarah dan agama. 

  

Berbeda dengan Indonesia, penerapan hukum Islam dengan pendekatan budaya menjadi lebih bermakna apabila rumusan peraturan perundang-undangan memuat nilai ajaran Islam. Ajaran agama yang bersifat normatif-kultural tersebut tercermin dalam sikap umat Islam di Indonesia. Cakupan hukum Islam untuk diterapkan dalam sistem hukum nasional menjadi semakin luas, karena tidak hanya terbatas pada aspek privat saja. Namun, jika diatur dalam peraturan perundang-undangan, permasalahan yang menyangkut kepentingan individu tentu dapat mengekang kebebasan individu dan membebani masyarakat.

  

Implikasi Terhadap Penerapan Demokrasi Islam di Uni Emirat Arab dan Indonesia

  

Di Uni Emirat Arab, penerapan demokrasi Islam memerlukan pemahaman mengenai keberadaan monarki absolut. UEA adalah federasi tujuh emirat dengan kekuasaan monarki absolut. Meskipun negara tersebut memiliki Dewan Nasional Federal, kekuasaan politik utamanya berada di tangan para emir dan kerajaannya. Oleh sebab itu, menerapkan demokrasi Islam di UEA berarti mengubah struktur kekuasaan yang ada. Konstitusi harus dipertimbangkan kembali, lembaga demokratis seperti pemilu dan partai politik harus dibentuk. Penerapan demokrasi Islam juga memerlukan dialog dengan kelompok minoritas, dan non muslim agar hak mereka terjamin. 

  

Transformasi struktur kekuasaan di UEA dari monarki absolut menjadi demokrasi Islam tidak mudah dan mungkin membutuhkan waktu lama. UEA harus melakukan reformasi konstitusi yang signifikan untuk memindahkan kekuasaan dari monarki ke lembaga yang lebih demokratis. Amandemen konstitusi ini memerlukan dialog politik yang luas. Selain itu, UEA harus mempertimbangkan potensi dampak reformasi tersebut terhadap hubungannya dengan negara lain, termasuk negara Barat yang lama menjadi sekutunya. 

  

Terdapat beberapa cara yang bisa dilakukan guna mengamalkan nilai demokrasi yang menjadi ciri khas UEA sendiri. Tahap pertama adalah pembudayaan nilai syariat Islam ke dalam praktik demokrasi yang akan diterapkan. Akulturasi diperkuat dengan landasan legitimasi hukum berupa peraturan yang mengakomodasi nilai-nilai demokrasi yang tidak bertentangan dengan hukum Islam. Melalui hal tersebut, penerapan nilai syariat Islam dalam bentuk demokrasi tidak akan membuka jarak antar suku dan melahirkan persepsi radikal yang melarang praktik demokrasi di internal komunitas UEA. 

  

Di sisi lain, demokrasi telah lama menjadi bagian dari sistem politik Indonesia. Pada konteks ini demokrasi Islam berarti lebih mengintegrasikan nilai-nilai dan prinsip Islam dalam struktur hukum dan pemerintahan yang ada. Hal ini dapat berarti perubahan dalam hukum keluarga, pendidikan, hukum pidana, dan penerapan konsep seperti keadilan sosial dan ekonomi dalam kebijakan publik. Demokrasi telah mengakar kuat dalam sistem politik negara. Namun, sebagai negara dengan populasi muslim terbesar, integrasi nilai-nilai dan prinsip Islam dalam struktur hukum dan pemerintahan juga memiliki relevansi penting. Demokrasi Islam Indonesia tidak sama dengan negara Islam teokrasi atau fundamentalis, melainkan bagaimana prinsip dan nilai dapat diterjemahkan dalam demokrasi pluralis dan inklusif. 

  

Kesimpulan

  

Uni Emirat Arab (UEA) dan Indonesia memiliki karakteristik demokrasi yang berbeda dan dipengaruhi oleh faktor hukum dan budaya Islam. UEA memiliki sistem politik yang lebih otoriter yang sangat dipengaruhi hukum syariah. Pada saat yang sama, Indonesia menerapkan demokrasi yang lebih inklusif dengan mengakui keberagaman agama dan budaya serta prinsip demokrasi yang dijamin dalam konstitusinya. Peran konstitusi dalam menegakkan demokrasi Islam juga berbeda. UEA mengakui hukum syariah sebagai sumber utama undang-undang. Sebaliknya, Indonesia mengakui keberagaman agama dan prinsip demokrasi sebagai landasan politik negaranya. Karakteristik demokrasi juga dipengaruhi faktor budaya, di mana UEA dipengaruhi sistem monarki federal dan norma sosial yang mengutamakan kesetiaan kepada keluarga penguasa, sedangkan Indonesia dipengaruhi keberagaman etnis, agama dan budaya serta nilai-nilai tradisional seperti gotong royong.