(Sumber : osc.medcom.id)

Romansa Islami Kontemporer: Memperdebatkan Lagu Aisyah

Riset Sosial

Artikel berjudul “Consuming and Sisputing Aisha Song: The Quest for Pleasure & Islamic Romance in Contemporary Indonesia” adalah karya Syamsul Rijal. Tulisan ini terbit di Indonesian Journal of Islam and Muslim Societies tahun 2022. Penelitian ini berusaha mengkaji tanggapan yang saling bertentangan dan diperdebatkan oleh masyarakat muslim terkait lagu Islami yang menggambarkan ekspresi romantis antara Nabi dan istrinya, Sayyidah Aisyah. Lagu tersebut berjudul “Aisyah Istri Rosulullah”. Metode yang digunakan adalah etnografi digital dengan mengamati berbagai website dan media sosial sekaligus menganalisis tanggapan yang berbeda. Studi tersebut juga berfokus pada respons tiga kelompok muslim sebagai subjek yakni penceramah popular, penulis opini progresif, dan penonton Youtube. Terdapat lima sub bab dalam resume ini. Pertama, pendahuluan. Kedua, budaya lagu cover dan asal-usul lagu Aisyah. Ketiga, tanggapan pendakwah popular: alasan etis? Keempat, tanggapan para penulis muda muslim progresif. Kelima, tanggapan penonton Youtube. 

  

Pendahuluan

 

Pada bulan Maret 2020 ketika pandemi Covid-19 melanda Indonesia, sebuah lagu islami berjudul “Aisyah Istri Rosulullah” menjadi viral di kalangan masyarakat Indonesia. berawal dari cover lagu di Youtube oleh Anisa Rahman dan di susul penyanyi lainnya. Membagikannya pada berbagai platform, seperti Twitter, Facebook, bahkan WhatsApp. Menariknya, popularitas lagu ini juga merambah pada kehidupan sehari-hari masyarakat. Misalnya, beberapa masjid di Tanggerang Selatan dan Banten yang sering memutar lagu tersebut pada saat menjelang salat. Namun, ada beberapa pihak yang justru mengecam dan mengkritik tindakan mengonsumsi “lagu Islami” tersebut.  Hal tersebut disebabkan adanya anggapan bahwa lirik lagu tersebut tidak menghormati dan menggambarkan Sayyidah Aisyah yang sesungguhnya. 

  

Pengaruh Islam di Indonesia semakin mewujud dalam berbagai aspek kehidupan baik politik, ekonomi, maupun budaya. Pada ranah budaya, terlihat mulai menjamur produk-produk Islam serta budaya popular Islami seperti, sinetron Islami, dakwah, lomba baca al-Qur’an, dan musik Islami. Banyak lagu Islami dengan berbagai gender telah diproduksi sejak puluhan tahun. Beentuknya berkembang dan bervariasi dari waktu ke waktu, mulai dari musik tradisional gambus, qasidah, nasyid, hingga pop modern. 

  

Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi yang maju memungkinkan terjadinya arus budaya yang menghasilkan lebih banyak pengayaan budaya popular Islam. Munculnya internet dengan berbagai platform media sosialnya membuka peluang bagi siapa pun untuk membuat konten dan disebarkan. “Budaya partisipatif” pada media memungkinkan munculnya mikro selebriti mulai dari kalangan ustaz hingga penyanyi. Mereka yang memiliki banyak penonton dan penggemar akan mendapatkan keuntungan ekonomi sebagai hasil dari AdSense, bahkan undangan dari stasiun TV nasional.

  

Budaya Lagu Cover dan Asal-Usul Lagu Aisyah

  

Menurut George Plasketes dalam tulisannya berjudul “Play it Again: Cover Songs in Popular Music” mendefinisikan cover lagu sebagai praktik musik dari satu artis yang merekam atau menampilkan lagu komposer lain. Kadang, penyanyi cover menjadi lebih popular daripada penyanyi aslinya. Di Barat, cover lagu dimulai sekitar pertengahan 1960-an dan menjadi ‘akrab’ di tahun 1980-an. Melalui penemuan internet, cover lagu menjadi lebih merajalela karena siapa pun dapat mengunggahnya di Youtube, Instagram dan platform lain. 

  

Di Indonesia, cover lagu tidak hanya untuk lagu ‘sekular’ tetapi untuk lagu religi. Pada masa Orde Baru, melakukan cover lagu bukan hal umrah di TV nasional. Orde Reformasi membukan jalan bagi stasiun TV swasta untuk menyediakan program musik. Kemudian, seiring berjalannya waktu dengan internet yang semakin berkembang, cover lagu banyak dilakukan dan diunggah melalui Youtube. Jika dikaitkan dengan cover lagu-lagu Islami, maka Sabyan Gambus menjadi salah satu grup terkenal dengan cover lagu-lagu Arab terbaiknya. 


Baca Juga : Persepsi Niqab di Perguruan Tinggi

  

Lagu Aisyah menyebar dari Malaysia hingga Indonesia. Menurut berbagai berita online, lagu tersebut awalnya dirilis oleh Project Band Malaysia pada Mei 2017. Lirik lagu aslinya tidak mengandung pesan religi seperti saat ini. Awalnya, bercerita mengenai pria yang benar-benar mencintai pacarnya, namun sedih sebab mengetahui sang kekasih mengkhianatinya. Pada Agustus 2017, Hasbi Haji Muh Ali mengubah lirik lagu dan judulnya, dari “Aisyah-One, Two, Three, I Love You “ menjadi “Aisyah the Prophet’s Wife.” Pada 14 Juli 2019 seorang Youtuber asal Riau, Siti Mu’alliah mengcover lagu tersebut dan menarik 328 ribu penonton hingga 10 September 2020. Kemudian, pada awal April 2020, Anisa Rahman menarik lebih dari 47 juta penonton. Lagu tersebut akhirnya menjadi trending topik di media massa. 

  

Tanggapan Pendakwah Populer: Alasan Etis? 

  

Saat ini, pendakwah popular memiliki pengaruh yang semakin besar di kalangan muslim dalam kaitannya dengan masalah sosial, politik dan budaya. Kebebasan berekspresi yang baru dan bentuk komunikasi yang sangat mudah diakses membantu munculnya aktor agama baru yang memperebutkan otoritas politik dan agama dengan menawarkan berbagai pilihan ‘suara’ Islam di Indonesia. Beberapa pendakwah memberikan pendapat terkait dengan lagu Aisyah. Ada yang mendukung dan menentang dengan mengkritik lagu tersebut. Pendakwah yang paling banyak mengkritik adalah Buya Yahya. 

  

Menurut Buya Yahya, pencipta lagu Aisyah mungkin memiliki niat baik untuk memperkenalkan Aisyah kepada umat Islam, sehingga dapat menjadi panutan. Namun, ia menyatakan bahwa pencipta lagu itu keliru dalam menggambarkan sosok Aisyah hanya melalui representasi fisik. Baginya, lirik lagu Aisyah terlalu detail menggambarkan bagian tubuh Aisyah. Semua deskripsi tersebut tidak etis, sebab Sayyidah Aisyah adalah ibu dari umat Islam seperti yang disebutkan oleh al-Qur’an. Menariknya, setelah Buya Yahya mengkritik lagu tersebut pada 4 April 2020, dua hari kemudian muncul video Youtube Yusuf Subhan seorang pendakwah dari Batam menyanyikan lagu Aisyah dengan lirik lagu yang direvisi. Video tersebut menarik sekitar satu juta penonton. 

  

Pendakwah lain yang memberikan komentar terhadap lagu Aisyah adalah Ustaz Abdul Somad. Ia berpendapat bahwa liriknya mungkin terdengar tidak sopan, namun begitulah cara muslim milenial mengomunikasikan cinta mereka kepada istri nabi. Lagu tersebut bisa berguna untuk mempromosikan pesan-pesan Islam, namun ia juga menyadari adanya kesenjangan antara generasi tua dan muda dalam mengekspresikan cinta mereka kepada ibu mereka, yakni Sayyidah Aisyah. 

  

Felix Siauw juga berargumen bahwa ia tidak keberatan dengan lagu tersebut. Sebaliknya, ia menganggap bahwa lagu itu bisa menjadi media dakwah yang efektif untuk mengenalkan Sayyidah Aisyah kepada khalayak ramai. Artinya, dari beberapa respon di atas mengisyaratkan bahwa terlepas dari kontroversinya, para pendakwah menghargai lagu tersebut sebagai media penyebaran pesan Islam. 

  

Tanggapan Para Penulis Muda Muslim Progresif

  


Baca Juga : Tunjangan Sertifikasi Guru, Haram?

Kontroversi lagu Aisyah tidak hanya terlihat dari para pendakwah popular tapi juga para penulis muda di berbagai media online. Beberapa di antaranya adalah menulis di media online yang secara kultural terhubung dengan Nahdlatul Ulma (NU), seperti www.islami.co; www.alif.id; www.SantriNews.com. Media lain adalah para aktivis muda Muhammdiyah yaitu www.ibtimes.id. Mereka merespon lagu tersebut dengan memberikan kritik. Nafizul Haq penulis media www.islami.co dalam artikelnya berjudul “Lagu Aisyah Istri Nabi dan Komoditi Budaya Populer baru” menganggap bahwa lagu tersebut adalah produk permintaan pasar yang menyubordinasikan posisi perempuan dalam masyarakat. Artinya, bias gender. Lebih lanjut, ia berpendapat bahwa lagu tersebut hanya memosisikan perempuan di wilayah domestik, dan Aisyah adalah objek bagi nabi. Oleh sebab itu, ia menganggap bahwa lagu tersebut sebagai cara untuk merendahkan Aisyah sebagai komoditas laki-laki. 

  

Mukh Zamzami juga penulis www.islami.co dalam tulisannya berjudul “Yang Hilang dari Lirik Lagu Aisyah Isri Rosulullah” juga mengkritik lagu tersebut. Seharusnya, sang pencipta tidak hanya menceritakan gambaran lirik Sayyidah Aisyah, namun juga menangkap kualitas lengkap lain yang digambarkan dalam sejarah. Misalnya, Sayyidah Aisyah adalah seorang penghafal yang detail, pemahaman dan analisis yang mendalam, keterampilan komunikasi, serta kemampuan dalam memecahkan masalah. 

  

Para penulis www.ibitimes.id juga memiliki keprihatinan dan argumen yang hampir sama dengan penulis www.islami.co. Roynaldo Saputro dalam tulisannya berjudul “Membayangkan Aisyah Istri Rosulullah seperti Nyai Ontosoroh, Kartini atau Siti Walidah” menyatakan bahwa seharusnya sang pencipta lagu juga membahas kemampuan intelektual Sayyidah Aisyah. Hal ini disebabkan penanaman mengenai Sayyidah Aisyah bertujuan untuk mengikuti jejaknya. 

  

Tanggapan Penonton Youtube

  

Penyanyi Indonesia yang melakukan cover lagu Aisyah telah mendapatkan banyak penonton dan komentar. Misalnya, Anisa Rahma yang mendapatkan penonton mencapai 47.597.514 dan 40.551 komentar pada 6 September 2020. Sebagian besar komentar menunjukkan kegembiraan dan penghargaan mereka kepadanya karena suara yang merdu, gaya penampilan dan lirik lagunya yang sesuai dengan gambaran ungkapan cinta Nabi kepada istrinya, Sayyidah Aisyah. Berdasarkan pengamatan online, sekitar 50% komentar ditujukan kepada suara dan penampilan terbaik Aisyah, 10% pada berbagai isu, sementara sekitar 40% komentar menunjuk pada lirik lagu yang berkaitan dengan kisah asmara Nabi dengan Sayyidah Aisyah. 

  

Sebagian besar komentar penonton Youtube mengenai lirik lagu tersebut mengarah pada aspirasi keagamaan guna kompatibilitas antara Islam dan romansa. Nabi Muhammad adalah tokoh sentral karena tidak hanya dianggap sebagai utusan Tuhan, tapi juga model moral dalam kehidupan sehari-hari. Secara umum, umat Islam melihatnya sebagai representasi dari cita-cita keagamaan, sehingga masalah cinta tidak banyak dibahas karena dianggap sebagai ‘ruang sekular’ dan rentan terhadap budaya barat. Namun, perkembangan kontemporer budaya popular Islam dalam dua dekade terakhir telah memperkenalkan romansa Islami yang membimbing pasangan untuk menikah. Penyajian Nabi sebagai model romantik dalam budaya popular belum muncul. Oleh sebab itu, ketika lagu Aisyah muncul justru memperkuat justifikasi historis ‘romantis Islami’ seperti yang dicontohkan nabi dan istrinya. Pada pengertian ini, nabi dipandang sebagai suami yang ideal dan memperlakukan istrinya dengan lembut dan romantis. 

  

Berdasarkan komentar penonton, maka dapat diketahui bahwa interaksi romantis antara Nabi dan istrinya, Sayyidah Aisyah menjadi bagian penting dari popularitas lagu tersebut. Gambaran fisik Aisyah dan interaksinya dengan Nabi menyampaikan pesan bahwa keduanya adalah pasangan yang saling mengungkapkan cinta layaknya manusia biasa. Meskipun banyak mendapat kritik dari beberapa ulama dan penulis aktivis progresif, kehadiran lagu Aisyah disambut positif oleh sebagai besar penonton Youtube.

  

Kesimpulan

 

Banyaknya tanggapan positif dari khalayak menunjukkan bahwa mereka memiliki posisi ‘kontras’ dengan para pendakwah dan penulis progresif. Artinya, posisi khalayak muslim yang lebih besar berada di luar kubu konservatif dan progresif yang mencerminkan pola umum masyarakat muslim Indonesia saat ini. muslim Indonesia semakin alim, namun konsumtif. Proliferasi berbagai produk Islam dengan mudah diakses melalui pasar offline dan online. Mereka lebih banyak disibukkan dengan ajaran dan ritual agama konvensional daripada tertarik pada pemikiran kritis mengenai ajaran Islam dan sejarahnya. Mereka juga tidak tertarik pada ajaran konservatif yang menghambat mereka dalam mengonsumsi produk Islami. “Kasus” lagu Aisyah seakan mengangkat isu Islam elit versus Islam biasa. Hal ini menunjukkan bahwa para pendakwah tidak selalu memiliki pengaruh terhadap muslim. Terutama, jika pendapat atau pesan Islam mereka tidak bisa mewakili suara mayoritas muslim. Islam biasa adalah fleksibel dan terkadang memiliki logikanya sendiri. Mereka dibentuk oleh pengaruh global dan lokal baik dalam bidang sosial, agama atau ekonomi yang memungkinkan mereka memiliki pemahaman dan cita rasa produk keagamaan yang khas. Artinya, kehadiran lagu Aisyah adalah salah satu cara menikmati kesenangan sekaligus mengungkapkan dan memperdalam iman mereka melalui mendengarkan dan menyanyikan lagu tersebut. Oleh sebab itu, muncul anggapan bahwa mengonsumsi lagu semacam ini memperkuat tren umum yang dicita-citakan kaum muda muslim Indonesia untuk menjadi saleh dan modern.